Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Love Me Harder

Requested by Gongchanidae

⚠️ : mpreg and divorce, please be a wise reader, thank you.


[ Mingi X San ]

Lima tahun menikah, tidak ada yang bisa dipertahankan. Tidak punya anak, kesepian, hanya berdua, tidur di atas satu ranjang namun hati satu sama lain terasa jauh dan asing. Mingi menghela napas, menggenggam sebuah map dengan sepucuk kertas putih di dalamnya.

Surat gugatan cerai.

Apa yang disatukan oleh Tuhan tidak boleh dipisahkan oleh manusia. Mingi paham, teramat paham. Hanya saja haruskah ia hidup di dalam belenggu rasa yang menyiksa jiwa? Jika perpisahan adalah jalan terakhir, Mingi dengan senang hati akan berlari untuk menggapainya.

Ia berjalan memasuki kamar, mendapati San tengah duduk di pinggir kasur.

"Aku ingin bicara." gumam Mingi.

"Aku juga, tapi kau terlebih dahulu."

"Aku ingin kita cerai."

Hening, Mingi bahkan bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri.

"Kenapa? Karena kita tidak punya anak?"

"Itu salah satu faktornya."

Keduanya saling menatap, Mingi ingin berjalan mendekat lalu merengkuh cinta pertama dan terakhirnya itu, namun langkahnya terasa berat, tertahan oleh luka batin yang terus berdarah setiap harinya.

"Baiklah." San mengiyakan, "Ayo kita cerai."

"Terima kasih sudah menghargai keputusanku, tadi kau ingin berbicara apa?"

San menggeleng, "Bukan apa-apa."

Mingi tersenyum kecil, "Aku akan pergi sebentar."

Kemudian ia melangkah keluar kamar, hendak pergi menemui pengacaranya untuk mengurus perceraian ini secepatnya.

"Bercerai ya." San mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. Ia menatap benda itu sebentar lalu membuangnya ke tempat sampah.

Sebelum Mingi sempat melihatnya, mungkin sudah lebih dahulu diangkut oleh petugas kebersihan besok pagi. Setelah penantian selama lima tahun lamanya, testpack itu menampakkan dua garis merah muda.

*****

Mingi menghela napas ketika melihat banyaknya dokumen yang harus diurus untuk syarat bercerai. Ia melangkah keluar dari ruang kerja, pergi ke kamar tidur untuk memejamkan mata sejenak. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. San sudah terlelap dan Mingi tidak ingin membangunkan. Maka dengan perlahan ia berbaring dan menutup matanya.

"Mingi?"

Ia menoleh, mendapati San tengah menatapnya. "Ku kira kau sudah tidur."

"Aku tidak bisa tidur."

Keduanya terdiam, menatap langit-langit kamar yang temaram akibat cahaya bulan.

"Aku ingin bertanya." Ujar San setelah hening beberapa saat.

Mingi mengangguk, "Silahkan."

"Jika kita punya anak, apakah kita akan tetap bercerai?"

"Tidak."

"Kenapa?"

Mingi mengubah posisinya menjadi menyamping, menatap lelaki yang dicintainya itu, "Anak akan menjadi pelengkap rumah tangga kita."

"Kau masih mencintaiku?"

"Sangat."

San tersenyum, tangannya terulur untuk mengusap wajah suaminya. Nyaman, Mingi memejamkan matanya, menikmati sentuhan yang sudah lama ia rindukan. Ini hanya sementara, semua akan baik-baik saja.

*****

"Kau sudah membawa semua dokumen yang diperlukan?" Pengacara dengan nama lengkap Kim Hongjoong itu bertanya pada Mingi.

"Sudah, cek saja semuanya."

Hongjoong mengangguk. Keduanya hening, Mingi sibuk dengan pikirannya sementara Hongjoong mengecek satu persatu dokumen yang Mingi bawa.

"Kau sudah yakin ingin cerai?"

"Kenapa aku harus ragu?"

Hongjoong mengangkat bahu sebagai jawaban, membuat Mingi kesal.

"Benar-benar sudah yakin ingin bercerai? San sedang hamil, ia bisa stres saat di pengadilan nanti."

Mingi menganga, "Apa? Bagaimana bisa?"

"Aku sempat berbincang dengannya, San berkata bahwa ia sedang hamil dan memintaku untuk mengurus dokumen dengan baik." Hongjoong menatap Mingi, "Maaf, seharusnya ini kurahasiakan darimu. Tapi melihat San begitu tulus, aku jadi tidak tega."

Mingi masih berusaha mencerna semuanya. Ia bahkan tidak bisa berkata-kata.

"Aku bodoh." Gumam Mingi pada dirinya sendiri.

"Tidak, kau lebih ke putus asa. Membangun rumah tangga itu tidak mudah, dan kau memilih untuk mengakhirinya. Kau memilih menyerah alih-alih mencari cara untuk memperbaiki."

Hongjoong menatap kertas dokumen di genggamannya, "Aku tanya sekali lagi, kau yakin ingin bercerai?"

Mingi tidak menjawab, ia mengambil kunci mobil dan berlari keluar dari ruangan Hongjoong.

*****

Dengan napas terengah-engah, Mingi membuka pintu kamar. Mendapati San tengah duduk sambil membaca buku, Mingi sempat melirik sekilas, buku tentang menjaga kesehatan janin.

"Mingi? Apa yang kau lakukan disini?" Dengan cepat, San menyembunyikan buku tersebut di belakang tubuhnya.

"Kenapa tidak bilang kalau kau hamil?"

"Saat kau datang dan meminta bercerai, aku ingin mengatakan kalau aku hamil."

Hati Mingi serasa di remas, ia adalah pria paling berengsek sedunia. Mingi menutup mulutnya dengan satu tangan, menahan isakkan yang memenuhi penjuru kamar.

"Mingi, kenapa kau menangis?" San mendekat, membuat Mingi langsung merengkuhnya dengan erat.

"Aku minta maaf, tidak, maaf saja tidak cukup. Kau boleh membenciku, kau boleh menampar, memukul, menendang, lakukan apapun padaku."

San menangkup wajah Mingi, mengusap wajah tampan yang terdapat gurat lelah dengan air mata mengalir di pipinya. "Aku tidak akan pernah membencimu, Mingi, bagaimanapun kau adalah suamiku, pendamping hidupku, ayah dari calon anakku."

Mingi terisak semakin keras, ia berlutut di depan perut San, memeluk anak mereka, "Aku tidak akan bercerai denganmu."

"Karena akhirnya aku hamil?"

Mingi menggeleng, "Karena aku sadar, punya anak atau tidak, hidupku tidak akan lengkap tanpamu."

Rumah tangga yang hampir runtuh itu kembali berdiri tegak, kali ini lebih kokoh karena Mingi akan bertanggung jawab atas segalanya.

*****

Mereka kembali berbaring berhadapan, tak henti-hentinya Mingi menatap suaminya. Sesekali tangannya terulur untuk mengelus wajah atau rambut San.

"Kau menangis tadi." San bergumam.

Mingi mendengus, "Apakah itu memalukan?"

"Tidak, dengan begitu aku tahu kau sangat mencintaiku." Senyum jenaka tersemat dibibir San.

"Aku selalu mencintaimu."

"Kau tidak pernah mengatakannya."

Mingi tersenyum, "Aku mengatakannya setiap pagi."

"Huh? Kenapa aku tidak pernah mendengarnya?"

"Kedua matamu masih terpejam ketika aku mengatakannya."

"Mulai sekarang aku akan bangun lebih pagi agar aku dapat mendengarnya."

Mingi terkekeh, satu tangannya bergerak turun menuju tulang selangka San.

"Jangan mulai." Nada suara San berubah menjadi peringatan.

"Hanya ingin menyentuh saja." Jari Mingi membentuk pola abstrak dengan tempo pelan, "Terakhir kita melakukannya tiga minggu yang lalu, dan kau hamil."

San mendekat dan mengecup bibir Mingi, "Benar."

"Kau menginginkannya sekarang?" Tanya Mingi.

"Tidak, aku hanya ingin berada di dekatmu."

Mingi tersenyum, tangannya bergerak untuk mengelus perut San yang masih rata, "Menurutmu, aku akan jadi ayah yang baik?"

"Tentu, kenapa tidak?"

"Aku hampir menyerah, kau tahu."

"Tapi sekarang kau kembali."

Mingi menghela napas, ia merasa malu. Memutuskan untuk bercerai, lalu kembali jatuh ke pelukan San, bukankah itu tidak tahu diri? "Rasanya aku harus minta maaf denganmu lagi."

"Hentikan Mingi." San menangkup wajah suaminya, "Aku sudah memaafkanmu, yang kau perlukan adalah berdamai dengan dirimu sendiri."

Mingi mengangguk, lalu memagut bibir San, ia merindukan ini, mereka merindukan ini. Ciuman Mingi berubah menuntut, dan San menangkap sinyal tersebut dengan baik.

This isn't just a sex, this is making love. And Mingi will do it so gently, because he need to protect the baby.

----

A/N:

Sebenernya ini agak melenceng dari tema yang Gong request, salahkan otakku yang memberontak ketika menulis ya Gong 🤼‍♂️

-yeosha

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro