Puisi Dari Angkasa
[ Mingi X Yeosang ]
Kegiatan Yeosang itu cukup padat. Di pagi hari, ia harus masuk kuliah pukul delapan dan berlanjut sampai pukul sebelas siang, itu baru satu sesi. Dalam sehari, Yeosang bisa memasuki kelas dua sampai tiga kali, tergantung berapa sesi yang ia ambil.
Melelahkan? Sangat. Tapi Yeosang tidak ambil pusing, ia menjalani kehidupannya mengalir begitu saja. Tidak seperti Yunho yang terlalu ambisius sehingga sering sekali menangis karena lelah.
Yeosang lelah, Yunho lelah, semua orang lelah. Tapi Yeosang punya caranya sendiri untuk kembali semangat beraktivitas, yaitu mendengar siaran radio. Di zaman serba modern ini, jarang sekali bagi manusia meluangkan waktu hanya untuk mendengarkan siaran radio. Well, bagi Yeosang juga, sih. Tapi semua berubah pada suatu malam.
Malam itu, Yeosang benar-benar kelelahan sehabis menghadiri tiga kelas. Ia pulang ke flat dengan perut lapar dan energi yang terkuras. Segera Yeosang memasak mie instan sebagai asupan makan malam, karena bosan, Yeosang dengan iseng menghidupkan radio dan mencari saluran secara acak.
"Kembali lagi di 98,5 FM. Bersama saya, Angkasa, malam ini saya akan membacakan sebuah puisi untuk kalian para pendengar setia saluran kami."
Pria yang disebut-sebut sebagai Angkasa itu mulai membacakan puisinya, larik demi larik, bait demi bait, hingga puisi tersebut berakhir. Kemudian, Angkasa pamit dan suaranya tergantikan dengan iklan potongan harga suatu merek pakaian.
Yeosang diam, namun jantungnya bergemuruh. Ia belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya, hanya karena suara seseorang. Di situ Yeosang tahu bahwa ia jatuh cinta, pada Angkasa, atau lebih tepatnya suara Angkasa. Terdengar konyol dan tidak masuk akal, Yeosang bahkan tidak tahu seperti apa rupa Angkasa, tapi ia memilih abai.
Kini, setiap malam, Yeosang akan duduk di hadapan radionya sambil mendengarkan puisi dari Angkasa. Tidak lama, hanya beberapa menit namun dapat melukiskan senyum di bibir dan hati yang menghangat. Angkasa selalu punya cara untuk membuat Yeosang bahagia.
*****
Yeosang sudah siap dengan camilan dan sekaleng soda di genggamannya sebagai starter pack untuk mendengarkan puisi dari Angkasa, tangannya terulur untuk menghidupkan radio. Detik berikutnya, sebuah lagu mengalun lembut diiringi suara seorang pria yang begitu ia kenal.
"Selamat malam pendengar setia kami, kembali lagi dengan saya, Angkasa."
Senyum kecil terbit di ujung bibir Yeosang.
"Malam ini, saya tidak akan membacakan sebuah puisi. Saya hanya ingin membagikan isi pikiran yang akhir-akhir ini cukup mengganggu.'' Terdengar hembusan napas dari Angkasa, tetapi pemuda itu kembali melanjutkan ucapannya, "Cinta itu apa?"
Hening beberapa detik, sampai Angkasa kembali bersuara, "Saya selalu bertanya-tanya apa itu cinta. Ada yang bilang, cinta dibuktikan dengan perbuatan seperti pelukan dan ciuman. Apa rasanya ciuman? Saya tidak pernah mengalami hal itu."
"Sebelum saya melantur terlalu jauh lebih baik saya akhiri di sini, terima kasih sudah mendengarkan 98,5 FM." Kemudian terputar lagu Into You milik Ariana Grande dan berakhirlah siaran dari Angkasa.
Yeosang terdiam, ia ikut berpikir ketika mendengar pertanyaan dari Angkasa. Cinta itu apa? Ia mencintai Angkasa, walau Yeosang tidak tahu wujud pria itu. Ia mencintai Angkasa, walau Yeosang belum pernah bertemu dengannya.
Tapi Yeosang meyakinkan dirinya bahwa ini adalah cinta, bukan obsesi semata.
*****
Bahan makanan dan stok sabun mandi yang menipis membuat Yeosang harus mengunjungi minimarket terdekat untuk membelinya. Rasanya malas sekali, terlebih ini baru pukul enam sore dan Yeosang masih ingin bersantai di flatnya, tapi mau tidak mau Yeosang harus berangkat.
Sesampainya di minimarket, Yeosang segera mengambil keranjang belanja dan melesat ke rak mie instan. Tentu saja mie instan adalah makanan pokok bagi mahasiswa seperti Yeosang. Setelah mengambil beberapa bungkus, Yeosang melangkah menuju rak sabun mandi.
Selesai, Yeosang menghembuskan napas lega dan segera membayar belanjaannya di kasir. Waktu sudah hampir malam dan Yeosang harus segera kembali ke flatnya, ia tidak mau ketinggalan mendengarkan puisi dari Angkasa.
"Aduh!''
Yeosang menoleh, mendapati seorang pria yang lebih tinggi darinya sedang memunguti buah persik yang berjatuhan dari kantong plastik belanjaannya.
"Kenapa bisa sobek sih?"
Yeosang mematung dengan mulut menganga.
"Angkasa?"
Pria itu mendongak, mendapati Yeosang yang memandanginya dengan takjub. "Do I know you?"
Yeosang menggeleng, "Enggak, tapi aku tahu kamu. Kamu Angkasa, kan?"
Pria itu tersenyum, "Iya, aku Angkasa. Tapi bisakah kamu bantu aku dulu?"
"Oh, maaf.'' Yeosang kembali masuk ke dalam minimarket dan membawa satu kantong plastik untuk menampung buah persik yang berceceran.
"Terima kasih."
Yeosang masih tidak percaya dengan situasi saat ini jadi ia hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Aku harus pergi, terima kasih sudah membantuku."
"Tunggu."
"Ada apa?"
Yeosang melangkah mendekati pria itu, "Namaku Yeosang, setiap malam aku mendengarkan puisi darimu."
"Benarkah?"
Yeosang mengangguk, "Tempo hari, kau bertanya tentang cinta. Kau bilang, kau tidak tahu cinta itu apa."
"Bagaimana denganmu? Apa kau tahu?"
"Tidak, tapi aku belajar banyak dari puisi-puisimu. Cinta memang tidak cukup dengan perkataan saja sehingga perbuatan juga turut andil. Tapi terkadang, perkataan yang tulus dapat membuktikan kekuatan cinta tersebut." Yeosang menggelengkan kepalanya, "Ah maaf, aku melantur."
"Tidak." Pria tinggi itu tersenyum, "Aku mengerti."
Yeosang ikut tersenyum dan menggaruk pipinya dengan gugup.
"Namaku Mingi."
"Jadi, Angkasa bukan nama asli?"
Mingi menggeleng, ''Bukan, nama yang aneh ya?"
"Tidak kok, aku suka!" Yeosang menutup mulut ketika menyadari bahwa ucapannya memalukan.
"Aku ingin bertemu denganmu lagi." Mingi tersenyum dengan pipi bersemu, "Ajari aku tentang cinta, ya?"
Tidak butuh waktu lama bagi Yeosang untuk menjawab dengan anggukan antusias, "Tentu."
Jika Angkasa selalu punya cara untuk membuat Yeosang bahagia, maka Yeosang selalu punya cara untuk membuktikan cintanya.
*****
A/N :
hope u like it <3
-yeosha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro