Nobody Gotta Know
[ Wooyoung X San ]
Bila membicarakan tentang seorang primadona sekolah, pasti tidak ada habisnya. Semua orang dengan semangat mendeklarkan berbagai fakta menarik tentang sang bintang.
"Wajahnya indah sekali!"
"Katanya ia sering mencampakkan perempuan yang menyatakan cinta padanya!"
"Siapa yang tidak suka pada dirinya?"
Jung Wooyoung menghela napas, ia lelah mendengar semua itu. Bukan, perkataan itu tidak ditujukan untuknya. Lagipula, siapa yang mau melirik seorang apatis seperti dirinya? Siswa lain lebih senang menjadikan Choi San sebagai buah bibir.
Iya, Choi San, ia bintangnya di kisah ini.
Lelaki itu jangkung, garis rahangnya tegas dengan mata setajam rajawali, bibirnya tipis dengan warna merah muda pucat yang tampak sempurna ketika ia tersenyum. Ketika ia berjalan di koridor sendirian, semua orang akan menatapnya. Terlebih ketika Kang Yeosang dan Song Mingi berjalan di sisi kanan dan kirinya, baik siswa maupun siswi akan menyingkir dan mempersilahkan mereka melangkah bak di red carpet.
Berlebihan, tapi itu benar adanya.
Jika ditanya apa kodrat seorang Jung Wooyoung di kisah ini tidak perlu repot-repot menebak, ia adalah satu dari sekian banyak siswa yang ikut menyingkir dan membungkuk ketika sang pangeran melintas. Tapi diam-diam, ia akan menggulirkan netranya pada Choi San dan setelahnya Wooyoung harus menahan debaran jantung yang menggila.
Wooyoung pernah berbicara dengan San, satu kali. Tidak seperti bayangan dalam pikirannya bahwa sang primadona sekolah akan bersifat kejam dan menindas, San berbanding terbalik dengan semua itu.
"Permisi, apa kau tahu dimana letak buku ini?"
Alih-alih bertanya pada perpustakawan, San memilih untuk bertanya pada Wooyoung. Dengan gugup, Wooyoung menggelengkan kepalanya sambil bergumam kata maaf.
"Baiklah, terima kasih." Lelaki itu berlalu, meninggalkan Wooyoung dan pekerjaan Biologinya yang hampir selesai. Wooyoung harus membaca dari awal karena otaknya mengalami malfungsi untuk beberapa detik. Sebesar itu dampak seorang Choi San pada dirinya.
Hari berikutnya, Wooyoung memberanikan diri untuk menyapa San di koridor sekolah, berharap mereka dapat menjadi teman satu sama lain, tangannya terangkat untuk sekedar melambai dan memberi senyum kecil. San melihatnya, tetapi ia memilih untuk membuang muka.
Di situ Wooyoung tahu posisinya, ia bukan siapa-siapa.
Tentu saja, kenapa San harus repot-repot mengingat dan mengenali Wooyoung? Lelaki itu punya segalanya, Wooyoung tidak ada apa-apanya. Dan Wooyoung kembali menjadi manusia yang seharusnya, membungkuk dan menyingkir ketika sang primadona lewat, berharap suatu hari nanti San akan menyadari keberadaannya.
*****
"Kau sudah mengerjakan tugas Matematika?" Jeong Yunho--atau bisa dibilang satu-satunya manusia yang mau berteman dengan Wooyoung--menatap sang lawan bicara.
"Belum, kenapa?''
"Ingin mengerjakan bersama?''
''Boleh, besok ya?"
Yunho mengangguk sebagai jawaban, ia lantas pamit pada Wooyoung untuk pulang lebih dahulu. Sekolah sudah sepi, hanya tersisa segelintir siswa siswi beserta Wooyoung yang sedang meneguk soda stroberinya hingga tandas.
Beberapa saat kemudian Wooyoung merasakan kantung kemihnya akan meledak, maka ia segera berlari masuk ke dalam sekolah dan mencari toilet laki-laki. Wooyoung memasuki salah satu bilik dan segera meloloskan celananya untuk buang air kecil. Pria itu lebih suka menggunakan kloset ketimbang urinoir, Wooyoung tidak nyaman bila harus buang air kecil sambil bersisian dengan orang lain.
Selesai dengan urusan pribadinya, Wooyoung bersiap keluar dari bilik ketika ia mendengar pintu toilet dibuka dengan paksa. Jelas bukan ulah satu orang karena adanya perbincangan di antara mereka. Pergerakan tangan Wooyoung pada gagang kunci terhenti ketika terdengar suara desahan. Penasaran, ia mencoba mengintip dari sela-sela bilik tempat ia berdiam.
Di sana, berdiri seorang siswa yang membelakangi tubuhnya sedang mengisap leher seorang lelaki yang begitu ia kenal. Mereka tampak menikmati aktivitas tersebut tanpa menyadari bahwa masih ada satu bilik yang tertutup dengan Wooyoung berada di dalamnya.
Dengan segala akal sehat yang tersisa, Wooyoung mencoba mengatur napas, mengontrol rasa terkejut luar biasa dalam dirinya.
Choi San, sang primadona sekolah ternyata penyuka sesama jenis.
*****
Wooyoung tidak dapat melihat San dengan cara yang sama lagi setelah kejadian itu. Ia harus menutup mulutnya rapat-rapat di dalam bilik dan menunggu mereka keluar dari toilet, lalu keesokan harinya, San kembali berlagak bak pangeran dari negeri dongeng. Berjalan di tengah koridor sambil memasang senyum tipis, membuat siswi perempuan berbisik-bisik mengagungkan namanya.
Untuk seorang apatis seperti Wooyoung, ia jelas tidak peduli. Lagipula seksualitasnya serupa dengan San. Ia hanya berpikir, bagaimana reaksi para siswi perempuan bila mereka mengetahui fakta yang sebenarnya, sudah dipastikan mereka akan mundur dengan kecewa. Sempat terpikir di benak Wooyoung bahwa ia akan membeberkan fakta tersebut, tapi ia tidak sejahat itu. Lagipula, Wooyoung takut akan karma.
Atensinya terusik ketika mendengar suara berisik di belakangnya, Wooyoung berbalik untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. San, tersungkur di tengah-tengah koridor. Di hadapannya berdiri seorang kakak kelas yang ia ketahui bernama Hongjoong.
"Bagaimana rasanya menjadi seorang gay?"
Perkataan Hongjoong membuat seluruh siswa dan siswi terkejut, kecuali Wooyoung.
"Kau hanya dijadikan sebagai taruhan, tapi dengan gampangnya kau menyerahkan diri seutuhnya. Apakah seorang Choi San begitu mendambakan sentuhan pria?'' Hongjoong berjongkok di depan San, "Haruskah teman-teman dan seluruh penggemarmu ini melihat video--"
"Jangan, kumohon!''
Hongjoong berdecih lalu meninggalkan San begitu saja. Suasana menjadi ribut seketika, para siswa dan siswi mulai berbisik membicarakan jati diri San.
"Ia benar-benar seorang gay?"
"Heol, itu menjijikkan!"
"Harusnya ia mati saja, percuma tampan bila tertarik dengan sesama jenis."
San bangkit lalu berlari menjauh dari kerumunan tersebut, dan Wooyoung hanya mampu memandangnya dalam diam.
*****
From heather to loser.
Dunia seorang Choi San benar-benar berubah dalam sekejap. Tidak ada lagi yang membungkuk dan menyingkir ketika ia berjalan di koridor, baik siswa maupun siswi akan menghindar dengan tatapan jijik. Mendadak San tidak punya teman, jika dulu San punya Yeosang dan Mingi kini ia hanya punya dirinya sendiri.
Wooyoung sedang membereskan buku tulis Fisikanya di dalam loker ketika ia mendengar sekelilingnya bersorak, Wooyoung menoleh lantas mendapati San sedang berjalan sambil dilempari gumpalan tisu. Tadinya ia terlihat acuh dan menghindar, namun semakin banyak tisu yang dilempar membuat San kewalahan.
"Enyahlah, dasar hama!"
"Homoseksual sepertimu tidak pantas berada disini!"
"Aku sudah melihat videonya dan itu menjijikkan!"
San berjongkok dan menutupi wajahnya sementara siswa dan siswi di sekelilingnya semakin gencar dengan aksi tidak terpuji itu. Rambut San sudah tidak kelihatan, tertutup oleh banyaknya gumpalan tisu yang berada di sekitarnya.
"Berdiri."
Suasana menjadi hening seketika, San mendongak, mendapati Wooyoung tengah menatapnya sambil mengulurkan tangan.
"Kau ingin terus berjongkok seperti itu sementara mereka menindasmu?"
San mengerjap, wajah siswa ini tidak asing tapi ia tidak bisa mengingat. San tampak ragu tetapi kemudian menerima uluran tangannya.
"Kita pergi dari sini."
San belum sempat berbicara namun tangannya sudah ditarik lebih dahulu, menjauh dari kerumunan tidak menyenangkan itu. Wooyoung menyelamatkan San, mendadak ia menjadi sesosok kesatria berkuda.
"Kau tidak asing, tapi aku punya ingatan yang buruk sehingga sulit untuk mengingat. Kau siapa?" tanya San ketika mereka telah berjalan selama beberapa menit.
"Kau menanyakan tentang letak suatu buku di perpustakaan, tanggal lima belas Februari, pukul 13.25 siang. Kita bertemu dan berbicara untuk pertama kalinya."
San mengerjap, "Aku mengingatmu."
Wooyoung tersenyum, "Bagus, pertahankan itu. Karena kita akan sering bertemu nanti."
Sejak hari itu, Wooyoung bertekad pada dirinya sendiri bahwa ia akan melindungi San. Menemaninya, menggenggam tangannya, dan meyakinkan San bahwa masih ada orang baik yang tersisa untuknya. Dan orang itu adalah Jung Wooyoung, seorang siswa apatis yang bukan siapa-siapa.
*****
A/N :
hueeee aku terharu baca tulisanku sendiri :(
-yeosha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro