Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 02

Kesunyian yang sangat tenang di hutan dipecah oleh suara burung hantu yang melengking tinggi di malam hari. Sesekali terdengar suara gemersik-gemersik rerumputan akibat dilewati orang.

"Hah ... hah ... hah ...." Terdengar nafas terengah-engah dari seorang perempuan

"Cepat cari dia!" seru seorang prajurit--yang kelihatannya adalah pemimpinnya--kepada prajurit lainnya.

"Ini sudah malam, dia tidak mungkin jauh dari sini," balas prajurit lainnya

"Cepat! Kita harus mencarinya sampai dapat kalau tidak raja akan sangat marah," lanjut kapten prajurit itu lagi.

"KAPTEN!" teriak seorang prajurit, "aku melihat bayangan seseorang disana, mungkin itu adalah dia."

"Cepat! Semuanya kepung tempat itu!" perintah kapten prajurit itu.

Sampailah mereka di sebuah teluk yang disinari rembulan yang indah.

"Oh tidak. Ini jalan buntu," gumam perempuan itu. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya. Matanya melirik ke kiri dan kanan dengan cepat.

"Ayo, ia sudah terkepung!" seru salah seorang prajurit kepada prajurit yang lain.

"Mungkin kita akan naik pangkat," tawa prajurit yang lain.

Satu hal terbesit di pikiran gadis itu. Lompat.

"Sampaikan ini padanya, lebih baik aku lompat ke teluk ini dari pada dipaksa menikah dengan pangeran itu, aku tidak menyukainya. Aku sudah menyukai orang lain. ENYAHLAH KALIAN!"

"Zieon!"

....

Aku langsung membuka mataku. Mimpi apa itu? Keringat dingin membasahi sekujur tubuhku, napasku tersengal-sengal seakan baru saja selesai berlari.

Refleks, aku menyeka keringat dingin dengan tanganku dan mencoba untuk menstabilkan napasku. Mimpi itu, aku mencoba untuk melupakannya namun hal tersebut lebih sulit untuk dilakukan dari yang kukira, pemandangannya, teriakan dan lompatan itu terasa sangat nyata.

Aku beranjang bangun dari kasurku lalu berjalan di koridor untuk meminum segelas air untuk menenangkan pikiranku.

"Hah ...." Aku menghembuskan napasku, masih berkonspirasi di dalam pikiranku tentang mimpi barusan.

"Putri Vianna?" Sebuah suara datang dari belakang membuatku kaget. Cepat-cepat aku berbalik untuk memastikan.

Seorang lelaki paruh baya dengan pakaian hitam dan putih ala pelayan. Langsung terbesit di benakku bahwa ia adalah salah satu pelayan Zieon.
Garis wajahnya yang keriput sangat kelihatan, menandakan ia sudah berumur. Raut wajahnya menyiratkan rasa tenang dan berwibawa.

"Putri Vianna. Anda tidak apa-apa?" tanyanya dengan suara yang agak berat khas orang tua.

"Bukan, bukan. Aku hanya kebetulan mirip dengan Sang Putri," ungkapku cepat sambil menggeleng dan mengibas-ngibaskan tanganku, seakan mengatakan bahwa itu tidak benar.

"Pangeran memberitahu Anda?" tanya pelayan itu.

"I-iya," jawabku sambil mengangguk kaku.

"Pangeran pasti sangat mempercayai Anda," kata pelayan tersebut sambil tersenyum kecil.

"Hm?" Aku yang mendengarnya hanya bisa kebingungan.

Dari sebuah pintu, muncul seorang laki-laki dengan rambut hitamnya yang acak-acakan, ya, itu Zieon.

"Hm ...? Ada apa dengan keributan di tengah malam begini?" tanya Zieon dengan nada suara setengah mengantuk. Aku yang mendengarnya berusaha untuk menahan tawa, percayalah, lucu sekali.

"Maafkan saya, karena saya, pangeran jadi terbangun," ujar pelayan itu sambil membungkuk.

"Ah ... tidak apa-apa, Ervan," kata Zieon. "Nyx ini pelayan kepercayaanku, Ervan Denvider dan Ervan, ini Nyx Liora."

"Salam kenal, Nona Nyx," ujar Ervan sambil membungkuk.

"Panggil saja Nyx. Salam kenal Pak Ervan," ujarku ikut menyampaikan salam, rasanya tidak menyenangkan memanggil nama orang yang lebih tua langsung dengan nama. Maka dari itu, aku memutuskan untuk memanggilnya dengan sebutan Pak. Semoga tidak terdengar aneh.

"Sudah, ayo kembali tidur Nyx, Ervan," ujar Zieon sambil menguap pelan, bersiap masuk ke kamar.

"Baik, Pangeran Zieon." Ervan membungkuk lalu kembali ke kamarnya.

"Oh iya, benar, mengapa kamu bangun tengah malam begini, Nyx?" tanya Zieon yang sudah setengah masuk ke kamar.

"Mencari air untuk diminum, lalu ada lagi alasan yang lain. Besok akan kuceritakan," balasku, rasanya tidak tepat menceritakan hal aneh saat tengah malam.

"Oke," balas Zieon singkat, tidak mau berlama-lama. Lalu, pintu kamar pun ditutup

*

"Ah ... tidurku nyenyak sekali setelah mimpi aneh itu selesai," gumamku seorang diri. "Kasurnya juga nyaman sekali. Sangat berbeda dengan yang ada di rumah. Keluarga bangsawan memang hebat ya?"

Beberapa menit setelah aku selesai mandi, terdengar suara ketukan pintu.

"Nona, makanan sudah siap," ucap Ervan dengan suara sedikit kuat dari luar pintu.

"Baiklah, aku akan segera turun dan Pak Ervan, panggil Nyx saja," balasku dari dalam kamar.

Aku menuruni tangga yang lumayan panjang itu dengan hati-hati dan akhirnya aku sampai di ruang makan, di sana terlihat Zieon sudah menungguku.

"Sudah bangun, Nyx?" tanya Zieon berbasa-basi."Bagaimana tidurmu, Nyx?"

"Hm ...." Aku mengangguk. "Tidurku sangat nyenyak."

"Ayo duduk dan makan," ujar Zieon yang membuatku mengangguk singkat sebagai jawaban.

"Maaf menganggu," ucapku pelan lalu duduk di kursi makan tersebut.

Kami duduk dan makanan yang sudah disediakan oleh Ervan dan pelayan lainnya mulai berdatangan.

"Hm ..., nanti ayo kita pergi menjelajahi teluk. Ada yang harus kupastikan disana" ucapku saat teringat kembali dengan kejadian semalam saat sudah selesai mengunyah makananku.

"Baiklah, apa ini berhubungan dengan kejadian semalam?" tanya Zieon sedikit memiringkan kepalanya.

"Ya begitulah, akan kuceritakan di perjalanan nanti," balasku lalu kembali menikmati makanan.

Setelah selesai melahap makanan kami, kami pergi ke teluk bermodalkan jalan kaki dengan alasan karena jarak dari Kerajaan Zieon ke teluk itu tidak terlalu jauh. Aku juga menceritakan isi mimpiku serinci mungkin pada Zieon dalam perjalanan, di mana seorang gadis yang wajahnya mirip sekali denganku--ralat--mungkin lebih tepatnya, mirip dengan Vianna, dikejar-kejar oleh segerombolan prajurit dan akhirnya meloncat ke teluk sambil meneriakkan nama Zieon.

"Mungkin saja itu Vianna tujuh tahun yang lalu," ujar Zieon.

"Ya ... menurutku juga begitu," ungkapku sambil menangguk menyetujui.

Dari belakang aku mendengar suara langkah kaki. Refleks, aku berbalik dan melihat seorang perempuan dengan rambut pendek yang sangat cantik berlari menghampiri kami berdua.

"Zieon, Vianna!" seru perempuan tersebut sambil melambai-lambaikan tangannya. "Lama tidak bertemu!"

"Halo, Akemi," ucapku segera ketika melihat wajah perempuan tersebut.

"Hah?! Kamu tahu namanya, Nyx?" tanya Zieon kebingungan. Sayangnya, Zieon bukan satu-satunya orang disini yang kebingungan, tapi aku juga.

"Eh?! Entahlah, namanya terlintas begitu saja di kepalaku,"balasku sambil mengendikkan bahu.

"Zieon, terutama Vianna," ucap Akemi sambil tersenyum. Setelah dilihat dari dekat, Akemi malah terlihat lebih cantik--atau mungkin manis--apalagi saat dia tersenyum.

"Ah ... A-Akemi, aku bukan Vianna," ucapku sesegera mungkin untuk meluruskan kesalahpahaman ini.

Refleks, Akemi memandang Zieon meminta penjelasan. Wajah Akemi seakan mengatakan "lelucon apa ini?"

"Iya, dia memang bukan Vianna," balas Zieon mengiyakan perkataanku.

"Ah ... jadi kamu belum menemukannya ya?" Wajah Akemi yang mulanya riang berubah menjadi muram.

"Salam kenal, namaku Nyx Liora. Kamu bisa memanggilku Nyx, Miyuki Akemi kan?" Aku mengenalkan diri untuk mengusir suasana yang buruk ini.

"Salam kenal juga, Nyx. Sepertinya kamu sudah tahu namaku, apakah Zieon yang memberitahukannya pada mu?" tanya Akemi dengan mata berbinar-binar.

"Ho ... sayangnya aku tidak memberitahukannya pada Nyx," balas Zieon sambil tersenyum nyengir.

"Oh, sudah kuduga ... apa?!" teriak Akemi. "J-jadi bagaimana kamu tahu namaku? Apakah kamu punya semacam kekuatan super untuk membaca nama orang?"

Zieon tertawa singkat lalu menjawab Akemi dengan nada bercanda. "Ayolah, hentikan omong kosong itu, Akemi. Kamu tahu tidak ada hal seperti itu kan?"

"Yah ... itu terlintas di kepalaku begitu saja," balasku kikuk sambil menggaruk tengkuk leherku yang tidak gatal.

"Oh ya, Zieon dan Vi- maksudku Nyx , kenapa kalian pergi ke teluk?" tanya Akemi.

"Oh, itu." Kami memutuskan untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada Akemi, aku merasa ia berhak mendengarnya karena berteman baik dengan Vianna.

"Hm. Jadi begitu ..., aku juga akan membantu," kata Akemi sambil mengangguk yakin.

Kami mulai mencari di sekitar pinggir teluk, bisa saja kami menemukan beberapa petunjuk tentang Vianna, meski aku tidak terlalu mengharapkannya karena kejadian itu terjadi tujuh tahun lalu.

Saat sedang mencari di pinggir teluk, sesuatu mengkilap di bawah sebuah pohon yang rindang tertangkap di penglihatanku. Sebuah kalung berbentuk hati berwarna merah muda, meski terlihat kusam namun tetap dapat memancarkan sinar.

"Apa ini milik Vianna?" tanyaku seiring mengangkat kalung itu untuk diperlihatkan ke Zieon dan Akemi.

"Itu kan, hadiah ulang tahun yang aku dan Akemi beri pada Vianna!" seru Zieon.

"Tapi yang Nyx temukan itu hanya setengah kepingannya saja, sedangkan kami memberikannya kalung itu dalam bentuk utuh kepada Vianna," jelas Akemi.

"Setelah dilihat lagi, sepertinya itu mirip dengan kalung yang kumiliki," ujarku saat menyadari bahwa aku familiar dengan kalung itu. "Sama persis," lanjutku dengan yakin.

"Tapi itu satu-satunya kalung yang ada disini, kami membuatkannya khusus untuk Vianna."

"Um, coba begini," ujar Akemi . "Nyx tanggal lahirmu berapa ?"

"30 Desember," balasku. Apakah ini ada hubungannya?

"Harinya sama seperti hari di mana Vianna menghilang," balas Zieon. Kebetulan yang mengerikan.

"Tapi, ada satu hal yang tidak kumengerti," ungkapku.

"Hm?"

Di mimpiku, perempuan itu melompat ke teluk karena dipaksa untuk menikah. Apakah itu hal yang biasa di tempat ini?" tanyaku.

"Dipaksa menikah, ya?" Zieon memasang tampang berpikir.

"Tapi dengan siapa?" Akemi bertanya-tanya.

"Em, Zieon bisa pinjam peta kerajaan?" tanyaku, tiba-tiba mendapat sepercik ide, meski aku tidak tahu apakah cara seperti itu akan akurat atau tidak. Tapi, lebih baik mencobanya lebih dulu.

"Ah ... aku mengerti, pemikiran bagus, Nyx," puji Akemi yang sepertinya tau apa yang sedang kurencanakan.

"Apakah kita harus kembali ke perpustakaan terlebih dahulu untuk melihat peta kerajaan?" tanyaku karena sempat mendengar dari Zieon bahwa peta kerajaan tersimpan di perpustakaan.

"Hal itu tidak diperlukan karena aku membawa peta kerajaan," balas Zieon tersenyum seiring mengeluarkan peta dari sabuk yang menggantung di sebelah kanan pinggangnya. "Aku selalu membawanya kemana-mana, berjaga-jaga kalau tersesat, peta ini akan sangat berguna."

Aku memgambil peta kerajaan dari Zieon lalu membukanya dan meletakkannya di tanah agar Zieon dan Akemi juga bisa ikut melihat. Aku takjub melihat detail kerajaan-kerajaan yang tergambar di atas kertas berwarna kecoklatan itu, setiap ukirannya digambar dengan sangat perhatian. Memang yang dikatakan Zieon benar, peta ini akan sangat berguna jika kita tersesat.

"Sebelah Kerajaan Roseea adalah Kerajaan Ra dan di seberangnya adalah Kerajaan Zuto, selain itu sepertinya tidak ada kerajaan lain lagi selain kerajaan kecil yang terdiri dari bangsawan kelabh bawah sampai menengah," ujarku sembari menunjuk satu-satu lokasi kerajaan saat mengatakannya.

Akemi mengangguk setuju. "Ya, Kerajaan Yuki pun berada lumayan jauh dari ketiga tempat itu."

"Jadi kemungkinan besar Vianna itu dipaksa menikah dengan ...," ucapku sambil menggeser jarinku menunjuk lokasi suatu kerajaan.

"Ra?" tanya Zieon.

"Ya, mungkin saja begitu. Karena kan orang tua Vianna tidak pernah mengirimkan surat ajuan pernikahan ke Kerajaan Zuto," balas Akemi yang lalu berhenti sejenak untuk menarik napas lalu melanjutkannya."Mereka tidak mungkin membiarkan Vianna menikah dengan bangsawan dari kerajaan kecil, kalau pun iya maka kemungkinannya sangat kecil."

"Ya, mungkin saja itu yang terjadi," balas Zieon sambil mengangguk pelan.

"Sebenarnya, Vianna sudah pernah menceritakan ini padaku. Tapi, ia bilang ini hanya sebuah candaan," ungkap Akemi sambil menghembuskan napas.

"Mengapa kalian ingin dipasang-pasangkan seperti itu? Kalau aku di posisi Vianna, mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama," ucapku mengutarakan pendapatku sendiri.

"Ya, mau bagaimana lagi. Itu sudah seperti tradisi disini." Akemi mengendikkan bahunya.

"Mari kita melakukan pengunjungan ke Kerajaan Ra," ucap Zieon dengan tiba-tiba sambil menyunggingkan senyum jahat bak iblis.

"Zieon wajahmu ... mengerikan," ucapku tanpa sadar.

"Maaf. Mari kita buat dia merasakan akibatnya," balas Zieon yang masih belum menghilangkan senyum jahatnya.

"Aku juga akan ikut!" seru Akemi sambil mengancungkan tangannya dengan bersemangat.

"Ayo!"

*Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro