xi. dua sisi
"Jim! Aku tidak percaya kau masih selamat setelah dia mengantarmu!" ungkap Taehyung sambil menyesap Macchiatonya.
Jimin mendengus. Meskipun ia sama tak percayanya dengan Taehyung namun ia menganggap ucapan Taehyung terlalu mendoakannya untuk tidak selamat. "Aku tidak suka dengan kalimatmu!"
Taehyung memutar bola matanya. "Jim, aku serius. Mendengar cerita yang beredar, pembunuh itu menyukai menyiksa makhluk-makhluk cantik. Kau cantik....dan aku khawatir akan hal itu!"
"Hey aku ini laki-laki tau!" Jimin berseru tidak terima. Jimin masih sedikit terima bila dia dibilang imut, tetapi kalau cantik. Ugh, jiwa maskulin Jimin mengamuk mendengarnya. Jimin yang sedang mengaduk capuccinonya mendongak dan menatap Taehyung penuh teliti. "Darimana kau tau dia menyukai hal-hal itu?" tanya Jimin curiga.
Taehyung menelan ludahnya. "Oh ayolah! Jangan bilang kau mau mencurigaiku sekarang?" tanya Taehyung dengan tatapan tak senang.
Jimin mengedikan bahunya lalu menyesap minumannya. "Kau tau istilah don't judge the book by it's cover, kan?"
Taehyung mendecih. "Aku bukan buku!" ucapnya asal.
"Bukan begitu maksudku!" Jimin menggeram. "Kau..."
"Jimin! Kau tidak percaya padaku? Soulmatemu? Okay, bagaimana kau bisa berhipotesis aku adalah pembunuh itu coba jelaskan!"
"Dengar ya Taehyung! Aku bahkan tidak mengatakan kalau kau pembunuhnya!" bentak Jimin mulai kesal.
Taehyung menggeram. Entah kenapa kini Jimin jadi nampak menyebalkan. "Secara tidak langsung kau mengatakannya!" bentak Taehyung.
Jimin menatap Taehyung marah. Dibentak di hadapan orang banyak membuat emosinya makin tersulut. Dengan segera Jimin menggebrak meja dan berlalu meninggalkan Taehyung.
"Jimin, karena pria itu kau begini kan?" tanya Taehyung ketika Jimin sudah mulai melangkah.
Jimin menoleh dan menatapnya tajam. "Tidak!"
"Kau tidak percaya padaku?" tanya Taehyung sedih.
Jimin menatapnya datar. "Aku bahkan belum mengenalmu terlalu jauh."
Taehyung menahan tangan Jimin yang ingin kembali beranjak. "Tapi firasatku kuat. Pria itu aneh Jimin. Lagipula ku kira kita bersahabat?"
"Berhentilah menilai orang sembarangan Taehyung. Permisi!" lalu Jimin berlalu meninggalkan Taehyung yang terdiam ditempatnya.
"Sialan! Apa yang pria itu katakan hingga Jimin malah jadi membenciku?"
"Jimin-ah! Dengarkan aku dulu!" Taehyung kembali menahan lengan Jimin membuat Jimin menatapnya tajam.
Tatapan Taehyung menyiratkan sesuatu namun Jimin tidak bisa mengartikan arti tatapan tersebut. "Taehyung..."
"Jimin, ku mohon. Pria itu bukan orang baik! Aku akan membuktikannya!" Taehyung menarik pelan tangan Jimin agar mengikutinya.
"Wait Taehyung! Kita mau ke mana?"
Taehyung menoleh lalu tersenyum sekilas. "Aku akan mengantarmu pulang. Besok aku akan membongkar tentang pria itu. Ku mohon jangan bertemu dulu dengannya malam ini Jimin-ah."
Jimin menatap Taehyung serius, lalu kepalanya mengangguk meskipun ragu. Lalu Taehyung dan Jimin pun berjalan bersisian menuju apartemen Jimin.
"Baiklah Jim, sepertinya aku hanya bisa..eum mengantarmu sampai sini. Tidak apa?"
Jimin memukul ringan lengan Taehyung, mencoba memecah kecanggungan yang sempat tercipta barusan. "Tentu saja! Ini sudah sampai di depan apartmentku bodoh!"
Taehyung terkekeh lalu mengacak rambut Jimin lalu berlalu pergi setelahnya.
Jimin menatap Taehyung dengan aneh. "Taehyung...dia sama anehnya dengan Yoongi."
"Aku aneh?" seketika tubuh Jimin menegang. OH-MY-GOD. Dari belakang ia mendengar suara Yoongi. Ya sedikitnya ia sudah lumayan ingat suara pria yang kemarin menolongnya itu.
"Eh...a...tidak." Jimin memejamkan matanya ketika dilihatnya Yoongi sudah berjarak sekitar satu langkah darinya. Terlalu dekat! Jimin memejamkan matanya rapat-rapat. Meremas ujung jaketnya. Tuhan...jika kau ingin mengambil nyawaku sekarang, kumohon. kumohon ambilah tanpa rasa sakit.
"Kau tidak mengenakan syal? Di luar nampak sangat dingin."
Jimin merasakan kehangatan menyentuh puncak kepalanya. Tempat di mana Taehyung tadi mengacak rambutnya, kini Yoongi tengah mengelus puncak kepalanya dengan lembut. Membersihkan sisa salju yang menempel di rambutnya.
"Eh?" Jimin sontak mundur selangkah dengan ekspresi terkejut dan ketakutan.
"Maaf, aku hanya ingin membersihkan salju dari kepalamu," ucap Yoongi sambil tersenyum.
Jimin terdiam. Tunggu dulu! Sejak kapan senyum Yoongi jadi sehangat itu? Tidak! Yoongi bahkan tidak pernah tersenyum padanya. Namun seketika Jimin teringat ucapan Taehyung untuk tidak bertemu Yoongi hari ini.
"Eum maaf, Yoongi-ssi, aku harus pergi." Jimin segera berbalik untuk pergi namun langkahnya terhenti ketika Yoongi menahan lengannya.
Keadaan apartment cukup hening, tidak ada orang berlalu lalang. Tn. Dan Ny. Han tampak belum kembali dari rumah orang tua Ny. Han sejak kemarin. Jimin rasa, Yoongi akan dengan mudah menghabisinya saat itu juga.
"Apa aku membuatmu takut?" tanya Yoongi serius.
Jimin terbelalak. Apakah wajahnya tampak begitu ketakutan hingga Yoongi dengan mudahnya menebak ia ketakutan. Jimin mengalihkan pandangannya, menunduk. Jika Yoongi pembunuhnya, dia bisa saja membunuh Jimin tanpa berbasa-basi. Di sini bahkan tidak ada orang lain selain mereka. Akan sangat mudah bagi Yoongi menghabisi Jimin.
"Mianhae jika aku membuatmu takut. Aku...hanya... ah yasudah selamat malam Jimin-ssi." Yoongi berbalik meninggalkan Jimin namun dengan segera Jimin menahan lengan Yoongi.
"Apa...kau akan membunuhku?" tanya Jimin tanpa sadar.
Yoongi menatap Jimin dengan tatapan terkejut. Namun detik kemudian pria itu tersenyum, lembut. "Apa aku nampak seperti pembunuh?"
Jimin menggeleng. "Tapi aneh."
"Kalau itu, aku sudah sangat sering mendengarnya." Yoongi terkekeh kecil lalu maju mendekati Jimin. Ia mengusap lembut kepala Jimin. "Aku hanya orang yang tertutup. Tapi, aku ingin mengenalmu lebih jauh Jimin-ssi. Bolehkah? Kau mengingatkanku pada adik kecilku di Daegu."
Jimin menelisik ekspresi Yoongi. Mencoba mencari kebohongan namun tidak ia temukan. "Nde..."
Yoongi tersenyum puas lalu setelah mengucapkan kembali selamat malam iapun berlalu meninggalkan Jimin dengan perasaan bingung.
"Adiknya? Dia punya adik?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro