Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Asyifa - 7

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Kehadiranmu dihidupku sudah lebih dari cukup bagiku.
Seharusnya aku tak pantas memiliki rasa ini.
Rasa terlarang yang tak pantas untuk diapresiasikan".

-Asyifa

Author Pov

Sore hari di rumah Asyifa..

Asyifa bersantai di depan rumah setelah melakukan rutinitas sore yaitu menyapu, mengepel, dan membersihkan halaman depan rumah yang selalu dipenuhi dedaunan.

Ia bersandar di bawah pohon rindang sambil memainkan gitarnya. Asyifa mahir main gitar, meskipun itu cuman gitar kecil.

Ia bernyanyi kecil sambil memainkan gitarnya. Salahsatu hobi Asyifa yaitu main gitar, menulis puisi dan membaca novel.

Saat pertama ku mengenalmu.

Ku rasa sesuatu yang berbeda.

Suara Asyifa dan gitar pun mengalun merdu.

Ku ingin mendekatimu.

Tapi ku takut kau menjauh.

Asyifa hanyut dalam melodinya.

Semakin lama rasa ini terpendam.

Semakin aku ingin mendekatimu.

Dari kejauhan ku melihatmu.

Ku berharap kau pun merasakan.

Petikan gitar bersatu dengan suara Syifa.

Iman dan takwamu yang meluluhkan.

Rasa ini menjadi cinta.

Kekasih idaman yang ku harapkan.

Semoga cinta ini menjadi nyata.

Asyifa memejamkan mata sambil tersenyum menciptakan suara indah yang dihayati.

Ana uhibbuka fillah.

Ku mencintaimu karena Allah.

Jika dia yang terbaik untukku.

Dekatkanlah hati kami ya Allah.

Reff dari lagu ini mengalun.

Ana uhibbuka fillah.

Ku mencintaimu karena Allah.

Jika dia yang terbaik untukku.

Dekatkanlah hati kami ya Allah.

Syifa mengakhiri lagunya di Reff kedua, karena ia melihat Ila di halaman rumah. Ia benar-benar main ke rumah Syifa, Syifa tentu saja senang.

"Il, sini" panggil Syifa membuat Ila menoleh. Ila pun berjalan menuju arah Syifa.

"Lagi main gitar Sif?" Tanya Ila.

"Iya Il, aku kira kamu gak jadi main kesini" balas Syifa.

"Jadi kok, buktinya aku disini" ucap Ila.

"Iya, yuk masuk ke rumah. Masak tamu dibiarin di bawah pohon gini" canda Syifa.

"Gapapa kok, disini aja. Rumahmu masih segar ya Sif masih ada pepohonan di sekitar sini. Masih seperti dulu saat aku pertama kali kesini" ucap Ila sambil melihat sekitar.

"Iya, rumahku kan di pelosok" ucap Syifa.

"Tapi kan bagus masih asri" ucap Ila.

Rumah Asyifa memang di kompleks. Tapi, jalanan di rumah Syifa juga tak sepenuhnya aspal dan rumah-rumah tertutup seperti di kota. Pohon, sawah, udara disini masih alami semuanya. Tetangga di sebelah rumah Syifa juga ramah dan baik-baik khas orang desa. Rumah Syifa termasuk kompleks pedesaan.

"Kamu disini dulu ya! Aku mau ambil minum dan cemilan" ucap Syifa.

"Iya, jangan lama-lama" ucap Ila.

"Oke" balas Syifa.

Syifa masuk rumah lalu keluar membawa minuman juga kue kering.

"Ini Il, dimakan ya!" Ucap Syifa.

"Iya, maaf ngerepotin" ucap Ila.

"Gak kok" ucap Syifa.

Syifa dan Ila berbincang ringan tentang kosmetik, perawatan tubuh, dan laki-laki juga tak luput. Wajar kan? Yaiyalah kan perempuan.

"Eh Sif, kamu kok gak pernah cerita tentang lelaki yang kamu sukai?" Tanya Ila.

"Apasih, gak penting juga kan" ucap Syifa sedikit sensi.

"Kita sahabatan sudah hampir 5 tahun lho Sif, kamu kok belum bisa jujur?" Tanya Ila.

"Karena aku takut Il, kamu kan orangnya blak-blakan dan ceplas-ceplos" batin Syifa.

"Engga ada kok, udahlah gak usah dibahas" ucap Syifa.

"Kenapa sih tiap aku tanya gitu kamu selalu menghindar, kamu gak percaya sama aku?" Tanya Ila.

"Bukan gitu Il, aku emang gak ada orang yang aku sukai" ucap Syifa.

"Bohong! Aku tau kau berbohong Sif, mana ada wanita di dunia ini yang gak punya perasaan sama cowok atau teman laki-lakimu" ucap Ila.

"Il, suka itu wajar. Aku cuma gak suka berlebihan tentang perasaanku. Aku takut terlalu mengharap dan akhirnya kecewa" ucap Syifa pelan di akhir kalimatnya.

Ila memandangi sahabatnya itu dengan tatapan paham.

"Jujur Il, aku suka dengan seseorang. Seseorang yang sangat berarti di hidupku" ucap Syifa spontan. Ila pun memilih diam dan mendengarkan. Jarang-jarang Syifa curhat karena biasanya dipendam sendiri.

"Dia orang yang sempurna Il, aku bersyukur dapat dekat dengannya. Dia hadir saat masa-masa sulitku, dia selalu menyemangatiku. Dia menyempatkan waktunya untukku padahal ia sedang sibuk saat itu" Ucap Syifa tak sadar.

"Aku beruntung dapat mengenalnya dari-" ucapan Syifa terpotong. Ia sudah sadar akan ucapannya.

"Eeh" ucap Syifa sambil menutup mulutnya.

"Lanjutin dong, nanggung" ucap Ila.

"Gak ah, udah sore lho Il, kamu gak pulang?" Ucap Syifa mengalihkan.

"Iya juga sih, aku pulang dulu ya Sif, ibumu mana? Aku mau pamitan" ucap Ila begitu saja. Ia tipe pelupa dan Syifa mensyukurinya.

"Ibu jaga warung, kamu pulang aja, nanti aku bilangin ibu" ucap Syifa.

"Yaudah, aku pulang dulu ya! Sudah petang ternyata" ucap Ila.

"Assalamualaikum" ucap Ila.

"Walaikumussalam" jawab Syifa.

Selepas perginya Ila, Syifa membereskan gelas dan sisa kue kering tadi. Syifa masih berpikiran tentang ucapan spontan yang keluar dari mulutnya.

"Bisa-bisanya aku bicara nyeplos kayak tadi" rutuk Syifa pada dirinya sendiri.

"Untung saja aku belum terlalu jauh bicaranya" Ucap Syifa.

Syifa masuk rumah dan mandi sore lalu menunaikan kewajibannya.

Pada malam hari..

"Sif, kamu mau gak ibu kenalin sama anaknya Bu Ririn" ucap ibu Narsih pada Syifa.

"Bu Ririn siapa bu? Kenapa harus dikenalin?" Tanya Syifa.

"Siapa tau kalian cocok. Itu lho langganan belanja ibu, kampung sebelah" ucap Ibu.

"Gak mau ah bu, Syifa masih nyaman sendiri" ucap Syifa sambil mencomot keripik.

Bu Narsih menghembuskan nafas.

"Tapi sampai kapan nak?" Tanya ibu Narsih dengan tatapan sedih.

"Sampai ada yang cocok bu" ucap Syifa enteng.

"Kamu mengharap nak Hafidz kan?" Tanya Ibu Narsih membuat Syifa terbelalak.

"Kenapa jadi kak Hafidz bu?" Syifa mengernyit.

"Jujur aja nak, ibu ini orang yang merawatmu sejak kecil. Ibu tau segalanya tentangmu" ucap Ibu sambil mengelus rambut Syifa yang tak tertutup.

Syifa memilih diam, lidahnya kelu. Ia tak bisa menjawab.

"Kenapa kamu gak ngomong sama Hafidz nak? Jujur saja tentang perasaanmu itu" tutur ibu.

"Aku terlalu takut bu, aku takut jika ternyata cintaku bertepuk sebelah tangan" ucap Syifa jujur. Toh, percuma saja kalau Syifa berbohong. Ibunya ini orang peka.

"Coba tanyakan dulu aja nak" ucap ibu.

"Bu, ibu tau kan? Omongan itu tak bisa ditarik kembali. Jika Syifa bilang suka pada Kak Hafidz lalu esoknya ia menghindar gimana bu?" Ucap Syifa.

"Tidak ada yang tahu kedepannya Sifa, yang penting kan kamu sudah mengutarakannya. Hasil itu belakangan yang penting usaha!" Ucap Ibu.

"Namun jika usaha menghianati hasil gimana bu? Iya kalau Kak Hafidz juga suka sama Syifa. Tapi kalau tidak? Mau ditaruh mana muka Syifa?" Tanya Syifa dengan wajah merah.

"Kamu hanya terlalu takut nak, tak ada namanya usaha menghianati hasil. Mungkin itu usahanya tak sungguh-sungguh sehingga hasil yang dicapai itu tidak sesuai" ujar Ibu.

"Ibu gak mengerti posisi Syifa sih" ucap Syifa lalu berlalu ke kamarnya.

Didalam kamarnya, Syifa mengeluarkan buku diary dan juga kucinya. Tak peduli ia dikatai seperti anak kecil, tapi yang pasti Syifa merasa sedikit lega mencurahkan perasaanya pada lembaran kosong itu.

Tinta hitam merubah kertas putih itu menjadi sebuah tulisan.

22 June..

Tentang dirimu sahabatku.
Apa kau merasakan apa yang aku rasakan?
Apa kau juga memiliki rasa aneh padaku?
Apa mungkin hanya aku saja yang merasakan? Memendam sendiri rasa ini.

Jika memang benar, aku tak apa.
Kehadiranmu dihidupku sudah lebih dari cukup bagiku.
Seharusnya aku tak pantas memiliki rasa ini.
Rasa terlarang yang tak pantas untuk diapresiasikan.

Padahal aku tau.
Selamanya kau sahabatku.
Dan mungkin kau menganggapku seperti itu juga.
Entah sampai kapan, aku pun tak mengetahuinya.

Kai-,

Selesai menulis, Syifa tertidur dengan buku diary yang sudah terkunci rapat. Ia selalu menyembunyikan kunci itu di tempat strategis.

Karna Asyifa tau, perasaannya tak untuk dipublikasikan..

Bersambung..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro