Asyifa - 28 (Epilog)
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
"Arti dari kata Cinta adalah mengikhlaskan ketika sudah kehilangan, memaafkan ketika dikecewakan, membiarkan dia bahagia tanpa mengungkit sakit yang ia berikan"
Author Pov.
1 minggu setelah fitting baju pernikahan dan pingitan, kini Asyifa berada di rumah Novila yang sudah ramai dengan sanak saudaranya. Dekorasi panggung, catering, penata rias, penghulu, pakaian pengantin maupun bridesmaid sudah mereka siapkan jauh-jauh hari.
Syifa menemani Ila di dalam kamarnya yang sudah tak terbentuk kamar. Bagaimana tidak? Sudah ada banyak kado, beberapa gaun pengantin, alat make up dan lain pun membuat kamarnya seperti kapal pecah.
Ila duduk di kursi rias sambil menatap cermin merapikan tatanan make up nya sementara Syifa berdiri di belakangnya.
"Sif" panggil Ila.
"Yaa?"
"Apa kamu ikut bahagia?" Tanya Ila dengan wajah sendu.
"Kamu ini bicara apa? Aku bahagia lah" jawab Syifa. Meski dalam lubuk hatinya ia ingin ada di posisi Ila.
"Aku bisa membatalkan pernikahan ini-"
"Plis ya Il, ini bukan sinetron atau drama. Kamu gak bisa mempermainkan sebuah pernikahan, aku bahagia cukup dengan melihatmu bahagia" Ketus Syifa, ia paling tidak suka ada orang yang mengorbankan sesuatu untuk dirinya.
"Kamu yakin akan resign setelah menikah? Gak dipikir-pikir dulu?" Tanya Syifa. Ia sedih akan kehilangan satu sahabatnya lagi. Sahabatnya Hafidz pergi dan kini Ila. Ia memang ditakdirkan sendirian.
"Aku yakin Sif, ini keputusanku. Aku akan belajar menjadi istri yang baik untuk Mas Hafidz" jelas Ila. Syifa hanya terdiam.
Pintu kamar Ila terbuka dan nampaklah Pak Andrian dengan balutan jas hitamnya. Beliau menghampiri putri semata wayangnya dengan tatapan teduh. Syifa jadi ingat dengan almarhum sang ayah.
"Novi" panggil ayah Ila.
"Iya pa" jawab Ila sambil menoleh.
"Kamu cantik sekali" puji Pak Andrian sambil melihat kebaya putih gading yang pas di tubuh putrinya.
"Papa bisa aja" celetuk Ila dengan pipi memerah.
"Putri papa udah besar ya, udah mau menikah" Ucap Papanya sambil meneteskan air mata.
"Papa kok nangis? Novi bahagia lhoh" Ila menghampiri papanya lalu mengusap air mata sang ayah.
"Papa gak nyangka anak tengil papa akan diperistri orang" ucapan Pak Andrian membuat Ila mencubit perut gemuknya.
"Kalau gak ada kamu rumah ini pasti sepi" ucap sang ayah dengan ekspresi sedih.
"Novi bakal sering kesini pa"
"Sini peluk papa" Pak Andrian merentangkan tangannya dan disambut dengan pelukan hangat Ila.
Syifa hanya memandangnya penuh dengan rasa ingin. Ia juga ingin dipeluk sang ayah di hari pernikahannya. Pelukan hangat sang ayah yang sudah lama tak ia dapatkan.
"Ehm, Il aku keluar dulu ya" pamit Syifa. Ila mengangguk dengan masih berpelukan.
Syifa turun dan melihat luar rumah Ila yang sudah ramai. Keluarga besar Ila sudah berkumpul, ada juga rekan kerja seperti Nawang, Rio, Puja, Erwin dan lain-lain
Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 yang artinya sebentar lagi rombongan keluarga Hafidz akan datang.
"Syif" ucap seseorang sambil melambai. Syifa tersenyum dan menghampiri rekan kerjanya.
"Wah, kalian ini belum acara sudah makan duluan ya" Cibir Syifa.
"Iya dong, ambil makan dulu sono" seloroh Rio sambil memakan baksonya.
"Yee emang kamu, rakus" ledek Syifa.
Wara-wiri ibu-ibu yang langsung grasa-grusu membuat Syifa yakin rombongan Hafidz sudah datang.
Sebuah mobil dengan hiasan serta buket bunga warna pink sudah terparkir di depan halaman rumah Ila. Kerabat Ila menyambut mereka yang membawa hantaran lamaran dengan ramahnya. Ayah Ila sudah turun dari kamar putrinya dan duduk di kursi tempat berlangsungnya akad nikah.
Penghulu sudah hadir dan hanya menunggu pengantin laki-laki. Hafidz duduk berhadapan dengan ayah Ila.
Jantung Hafidz berdegup kencang dan telapak tangannya dingin. Disaat itu juga seorang gadis bak bidadari berjalan menuju ke arahnya. Hafidz seketika pangling dengan wanita itu. Wanita itu adalah calon istrinya, parasnya nampak lebih cantik dari yang ia kenal sebelumnya.
"Ehm" Hafidz terkejut dan melihat penghulu itu yang cengengesan.
"Ya Muhammad Hafidz Alfaridzi bin Sofyan Fariz uzawwijuka ‘ala ma amarollohu min imsakin bima’rufin au tasriihim bi ihsanin"
"Na’am"
"Ankahtuka wa zawwaj-tuka makhthubataka Novilla Farihatun Nisa binti Andrian Faizal bi mahri mushaf alquran wa alatil ‘ibadah haalan"
"Qobiltu nikaahahaa wa tazwiijahaa bil mahril madz-kuur haalan"
Ucap Hafidz dengan satu tarikan nafas. Setitik air mata Ila jatuh meluncur di pipi mulusnya. Gadis itu mencium tangan pria yang sudah menjadi suami sah nya. Mulai saat ini ia akan patuh dengannya, dia imam menuju surga yang akan membimbingnya. Hafidz mendekat dan mencium kening Ila dengan perasaan haru membuncah.
Sementara itu Syifa melihatnya sambil menahan tangis, ia tak sanggup menguatkan hatinya sendiri. Sungguh, melihat seseorang yang kita cintai menikah dengan sahabat dekat merupakan hal paling menyakitkan yang Asyifa alami.
Nawang disampingnya merangkul Syifa yang wajahnya memerah. Ia salut dengan Syifa yang dengan mudahnya mengikhlaskan begitu saja.
"Dia bukan takdirmu Sif, ikhlaskan ya! Tak perlu bersedih ataupun sampai larut dalam tangisan. Ingat, Allah pasti memberikan seseorang yang lebih baik dari dia" Tutur Nawang sambil mengusap bahu Syifa yang bergetar. Gadis itu butuh semangat.
"Sekarang hapus air matamu. Masih ada seseorang yang menunggumu selain dia. Masih ada hari esok yang menanti langkahmu. Semua takkan berakhir sampai disini saja"
"Semangatlah. Cukup doakan saja kebahagiaan mereka. Bagaimanapun, Ila dan Hafidz adalah sahabatmu. Sama-sama orang yang berarti buatmu"
Syifa hanya mengangguk-angguk sebagai jawaban. Setelah selesai akad nikah yang menguras air mata. Syifa bangkit dari tempat duduknya dan berencana ke toilet.
Dugh..
Sikunya menabrak lengan seseorang.
"Maaf" ucapnya parau tanpa melihat orang itu. Syifa terus melengang lalu masuk toilet dan menuntaskan tangisannya yang sejak tadi ia tahan.
Mungkin hanya ia yang menangis di tengah kebahagiaan. Hanya dirinya yang tersakiti dengan kebahagiaan itu. Kenapa selalu dia yang mengalaminya sementara yang lain selalu bahagia? Bukankah keadilan memang seperti itu. Merelakan dia pergi membawa kebahagiaannya lalu meninggalkan kamu sendiri dengan kesedihanmu.
Syifa tak lagi terkejut dengan itu karena ia sudah terlalu sering merasakannya.
Setelah menuntaskan tangisannya ia keluar dari toilet dan terkejut ada pria yang menungguinya diluar. Lelaki bertubuh tinggi dengan kacamata yang tersampir di hidung mancungnya membuatnya nampak memesona. Tahi lalat di atas mulut membuat lelaki itu nampak manis.
"Ada apa?" Tanya Syifa sinis.
"Aku menemukan ini, tadi terjatuh saat kamu menabrakku" Sodor pria itu. Ternyata dompetnya jatuh, Syifa mengambilnya.
"Terima kasih" ucap Syifa. Lelaki itu mengangguk lalu beranjak pergi. Syifa memindai orang itu, sepertinya ia pernah bertemu dengannya.
"Eh tunggu, saya sepertinya kenal kamu" Syifa mengejar pria itu. Pria itu mengangkat alis.
"Benarkah?"
"Iya, kamu kuli panggul di pasar kan?" Tuduh Syifa. Lelaki itu shock lalu tertawa dan melanjutkan jalannya.
"Hei tunggu, benarkan?" Syifa menghalau jalan lelaki itu.
"Tidak" jawab pria itu. Syifa cemberut, ia sangat yakin dia adalah lelaki yang membantunya mengangkat beras 10 kg di pasar.
"Jangan bikin saya kepo dong mas" Syifa mengikuti langkah lelaki itu hingga sampai di luar rumah Ila.
"Mau kenalan sama saya?" Ucap lelaki itu dengan muka songongnya.
"Ga jadi deh mas" Syifa berjalan melengang. Lelaki itu menghentikan langkah Syifa.
"Nama saya Faiz mbak" ucap lelaki bernama Faiz itu.
"Jadi mas benar kan pernah angkatin beras ku di pasar?" Tanya Syifa yang sedari tadi kepo perkara tidak penting.
"Saya agak lupa, saya ngangkat beras bukan cuma punya mbak saja" jelas Faiz sambil tertawa.
"Oh, jadi masnya memang kerja di pasar ya?" Tanya Syifa setelah mencairkan suasana.
"Bukan" ucap Faiz sambil tersenyum.
"Lah? Terus apa dong?" Syifa menatap laki-laki itu.
"Kira-kira apa mbak?" Tanya balik pria itu.
"Emm pedagang? Tukang parkir? Kuli panggul?" Syifa terus menyebutkan hal yang berhubungan dengan pasar. Lelaki itu malah tertawa lebih lebar.
"Kenapa semua menjurus ke pasar mbak? Pekerjaan saya bukan disana" Syifa mendadak cengo.
"Pekerjaan saya bahaya mbak" Faiz memberikan clue.
"Pencopet? Pembegal? Perampok?" Syifa menjadi shock sedangkan lelaki itu malah tertawa makin lebar.
"Saya TNI AD mbak, ngapain saya nyopet?" Ujar lelaki itu dan sekarang Syifa yang melongo.
"Ya Allah aku bicara sembarangan sama tentaraa!" Syifa mendadak histeris.
***
S
eberapa pun kenal, seberapa pun berharap, seberapa pun cinta jika memang bukan orang yang tepat maka ada seribu cara untuk dijauhkan.
Seberapa pun tak kenal, seberapa pun tidak mengharap, seberapa pun benci jika memang dia orang yang tepat akan ada banyak cara untuk didekatkan.
Allah tahu apa yang terbaik untukmu tetapi kamu tidak. Percayalah skenario Allah lebih indah daripada apa yang kita pikirkan, yakinlah kebahagiaan akan datang suatu hari nanti, jika bukan di dunia, bisa jadi di akhirat nanti mendapat kebahagiaan yang sejati.
Kisah seorang Asyifa mengajarkan bahwa tak semua yang kita harapkan benar-benar terjadi, terkadang kita perlu merelakan seseorang, agar sosok baru hadir dan mampu membuat hal yang lebih indah. Perkara jodoh itu sudah ada yang mengatur, kita hanya perlu ikhtiar dan memperbaiki diri memantaskan jodoh kita kelak.
Jangan terlalu berharap pada sesuatu yang belum pasti karena jatuhnya akan menyakitkan.
***
Sekian cerita dari Asyifa, semoga ada pembelajaran yang bisa dipetik dari kisah ini.
Wabillahi taufiq walhidayah.
Wassalamualaikum Wr Wb.
TAMAT.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro