Asyifa - 20
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
"Terkadang ada kata yang tak ingin dikatakan. Terkadang ada rasa yang tak ingin diungkapkan. Itulah mengapa aku memilih mencintainya dalam diam"
Author Pov.
Setelah mereka puas berkeliling dan berfoto ria, mereka akhirnya mengistirahatkan tubuhnya di salahsatu kedai yang ada di Hill Vaganza. Kedai bernuansa alami dan terkesan romantis membuat siapapun betah berlama-lama disini. Hawa sejuk menyergap tubuh Syifa yang sedari tadi memanas karena dua orang didepannya sedang mengobrol tanpa menghiraukan Syifa disini.
"Ehm, kacangin teroos" ceplos Syifa begitu saja membuat dua orang itu menoleh. Ila nyengir dengan gaya watadosnya.
"Kacang sekarang kan mahal Sif, makanya biasakan dirimu ya!" Nasihat Ila sok bijak. Syifa mendengus.
"Maaf ya Kai, terlalu asyik ngobrol dengan Fila sampai melupakan keberadaanmu" Ujar Hafidz sambil meringis.
"Gapapa kok kak, aku sudah terbiasa dikacangin" ucap Syifa pura-pura kesal padahal di hati memang kesal.
Ila tertawa.
"Makanya cari pasangan Sif, jangan jomblo mulu" cibir Ila yang tak bercermin lebih dulu.
"Idih, kaca di rumahmu kurang gede? Lagian aku gak jomblo, aku single" Syifa membela diri.
"Sama aja kali" ujar Ila sambil memakan martabaknya.
"Beda lah, single itu prinsip jomblo itu nasib" ucap Syifa lalu meminum green tea nya.
Sejenak mereka diam dan asyik memakan makanan yang mereka pesan.
"Mas Hafidz, mas kan ilmu agamanya tinggi nih. Sharing ke kita lah, berbagi ilmu gitu" ucap Ila setelah makanannya habis.
Benar kata Hafidz, dia itu gadis unik dan berbeda dengan gadis lain. Jika gadis lain bertemu orang baru biasanya mereka malu-malu kucing, namun tidak dengan gadis bernama Novilla, ia bahkan tak ada malu-malunya dan dengan gamblangnya ia berbicara, tak peduli dia itu orang baru.
"Daripada cuma nongkrong gak jelas kan mending dimanfaatin dengar ceramah. Boleh kan mas?" Tanya Ila yang melihat Hafidz cuma diam.
"Boleh, tentang apa nih?" Ucap Hafidz pada akhirnya.
"Tentang jodoh gimana?" Celetuk Ila langsung. Nampak Hafidz berpikir.
"Gayamuu" sorak Syifa. Syifa tak tahu saja gelagat Ila yang semakin ngepepet Hafidz secara tak langsung.
"Bolehkan mas?" Tanya Ila lagi dengan mata mengerjab.
Hafidz terkekeh hingga 2 lesung pipinya nampak cekung sempurna. Ila nyaris tak berkedip melihat tawa Hafidz yang sangat manis menurutnya.
"Boleh, baiklah langsung saja" ujar Hafidz lalu membuka tausiyah.
"Jodoh itu adalah, seseorang yang namanya telah tertulis di Lauhul Mahfuz jauh sebelum kita diciptakan ke dunia. Dia telah ditakdirkan untuk menjadi pendamping hidup kita di dunia" Hafidz mulai menerangkan. Syifa maupun Ila mendengarkan dengan seksama.
"Ada yang bilang jodoh itu unik, seringkali yang dikejar menjauh dan yang tak disengaja malah mendekat" Hafidz mengambil jeda sebelum melanjutkannya.
"Yang awalnya pasti menjadi ragu, yang awalnya ragu menjadi pasti. Yang selalu diimpikan tak sampai pernikahan, dan yang tak diimpikan malah bersanding ke pelaminan" Tutur Hafidz lagi. Syifa dan Ila spontan mengangguk mendengar ceramah dari Hafidz.
"Ada yang pacaran dan mengikat janji sehidup semati tetapi tidak jadi menikah, ada yang baru kenal tetapi langsung mengajak ke pelaminan" ujar Hafidz. Ila mangut-mangut mendengar gaya bicara Hafidz yang simpel tetapi langsung kena di hati.
"Jodoh itu cerminan diri sendiri, jika kita baik, suka beribadah dan membaca Al'quran, bagus akhlak dan perilakunya yakinlah pasti akan mendapat orang yang serupa.
"اَلْخـَبِيـْثــاَتُ لِلْخَبِيْثـِيْنَ وَ اْلخَبِيْثُــوْنَ لِلْخَبِيْثاَتِ وَ الطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبَاتِ"
"Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik, dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (QS. An Nur:26)" Hafidz menjelaskan dalil dari Alquran surat An-Nur.
"Allah sudah menetapkan jodoh yang sesuai untuk masing-masing diri. Yakinlah pilihan Allah itu yang terbaik" pungkas Hafidz. Ila lagi-lagi tercenung, rasanya seperti ada batu besar yang menghimpitnya.
"Bagaimana? Apa sudah cukup jelas?" Tanya Hafidz pada Ila.
"Ah, i-iya sudah jelas" ucap Ila lalu diam. Di dalam hatinya ia tersadar akan suatu hal.
"Lelaki baik hanya untuk wanita yang baik pula, lalu bagaimana denganku? Aku bukan wanita baik yang rajin ibadah, aku masih membuka aurat di muka umum, sering nongkrong di cafe dengan pria. Apakah nanti jodohku sama sepertiku?" Batin Ila sedih.
Kepercayaan diri Ila berkurang, rasanya memang lega mendengar siraman rohani dari Hafidz, tapi entah mengapa sekarang dirinya dirundung kegundahan.
"Lanjut jalan lagi yuk" ucap Syifa sambil berdiri.
"Il" panggil Syifa.
"Eh iya" ucap Ila terkejut.
"Ayo jalan lagi, masih banyak spot foto yang bagus untuk dikunjungi" ucap Syifa sambil mengulurkan tangan.
"Iya ayo" ujar Ila lemas.
Mereka melanjutkan perjalanan yang sempat terhenti karena perut mereka yang tak bisa diajak kompromi. Selanjutnya mereka sampai di tempat foto yang ber background sekumpulan bunga berwarna pink yang cantik. Langsung saja mereka foto bertiga dengan Hafidz duduk di kursi sementara Syifa dan Ila berdiri di kanan kiri Hafidz.
"Ini kalau dikasih lagu pasti lagunya 'senangnya dalam hati, bila beristri dua" Cibir Syifa dalam hati.
Bukannya gadis itu tak suka mengajak sahabatnya pergi. Tetapi entah mengapa ia merasa aneh kalau harus mengajak satu pria dengan dua wanita. Dia berasa, dimadu.
"Il setelah ini kita pulang kan?" Tanya Syifa.
"Iyalah, masa iya mau menginap!" Ketus Ila. Dia sudah kembali ke dirinya lagi, ia berpikir jika ia tak mendapat jodoh seperti Hafidz, setidaknya dia akan mencari lagi yang sebelas dua belas dengannya. Tapi kalau bisa ia akan terus mendekati Hafidz. Dia itu pantang untuk menyerah, tetapi ada satu hal yang Ila tak suka, dia benci dengan yang namanya penghianat.
Bukan hanya karena lelaki, tetapi ia benci mempunyai teman yang baik di depan tetapi buruk di belakang. Lebih baik dia di tusuk seorang musuh daripada dihianati seorang teman baik.
Pukul 12.30.
Setelah mereka puas mengitari tempat wisata ini, akhirnya mereka bersiap untuk pulang. Didalam mobil Hafidz, kecanggungan sungguh terasa. Ila maupun Syifa yang duduk di kirsi belakang tak ada yang membuka suara, mereka lelah sekali. Sebelum mereka pulang, Syifa sudah membelikan oleh-oleh untuk sang ibu di pusat oleh-oleh. Ia tak ingin pulang dengan tangan kosong setelah pergi bersenang-senang.
Setelah 30 menit perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah Ila. Mereka pun keluar dari mobil dan masuk ke rumah Ila terlebih dahulu untuk berpamitan kepada Ibu Mirna-- ibunda Ila.
"Assalamualaikum, Mamaah" teriak Ila di rumahnya.
"Iya, walaikumsalam. Kok udah pulang?" Tanya Bu Mirna pada sang putrinya.
"Yaudah, Fila balik lagi nih" ucap Ila manyun lalu berbalik.
"Eh, anak mama jangan ngambek dong!" Ucap Ibu Mirna dengan sorot sayangnya. Siapapun pasti ingin di posisi Ila, keluarganya ramah dan humoris, keluarganya terpandang karena pekerjaan mereka, berkecukupan dan tak pernah kekurangan materi. Nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?
Ibu Mirna berjalan menuju ruang tamu yang disambut Syifa dengan berpamitan pulang.
"Kok buru-buru Sif, duduk dulu lah, ngobrol sama ibu" ucap Bu Mirna. Syifa menggeleng.
"Syifa sudah ditunggu ibu di rumah bu, Syifa langsung pulang saja" pamit Syifa lalu menyalimi tangan Bu Mirna.
"Yasudah hati-hati ya!" Ucap Bu Mirna.
"Iya bu, Ila makasih untuk hari ini ya! Lain kali ajak lagi, hehe" cengenges Syifa.
"Siyap" balas Ila.
"Terima kasih ya Bu, Il, Syifa pulang dulu ya. Assalamualaikum" ucap Syifa lalu berlalu.
"Walaikumsalam" jawab mereka.
Syifa lalu keluar dari rumah dan nampaklah Hafidz tengah bercakap-cakap dengan wajah serius bersama ayah Ila-- Pak Andrian. Sontak Syifa juga pamit dengan ayah Ila.
"Pak Andri dan Kak Hafidz, saya pamit pulang dulu. Assalamualaikum" ucap Syifa tanpa bersalaman.
"Iya nak, walaikumussalam" jawab mereka berdua.
Syifa lalu menaiki motornya dan pergi dari halaman rumah Ila. Di terik yang panas dia tengah melaju di padatnya kendaraan kota. Tiba-tiba ditengah jalan motor Syifa mogok dan tidak bisa distater. Syifa menepikan motornya dan mencoba meng-oglengnya (menstater lewat kaki)
"Gawat, mana rumah masih jauh lagi" gerutu Syifa dengan nafas capek.
"Plis dong bisa, bensin masih full juga" Syifa mulai putus asa.
"Apa gara-gara jatuh kemarin ya?" Syifa mengingat-ingat saat ia jatuh setelah pulang kerja.
Banyak pengguna jalan melihat Syifa dengan tatapan tanda tanya, namun tak ada satu pun dari mereka yang berusaha membantunya karena menurut mereka Syifa orang asing. Syifa pun sebenarnya pemalu, dan mudah panik. Dia tak bisa berpikir jernih saat dikondisi genting.
Dari arah belakang terlihat seorang pemuda yang keluar dari mobilnya dan berjalan mendekati gadis yang sedang kesulitan.
"Maaf mbak, tadi saya lihat mbak sedang kesulitan. Bolehkah saya membantu?" Tanya orang itu. Syifa menatapnya dan mencoba mengingat wajah lelaki tak asing didepannya.
"Kak Farsya?!" Pekik Syifa.
Bersambung..
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro