Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Asyifa - 19

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

”Jauhkanlah dirimu dari hasad (iri hati) karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan-kebaikan, sebagaimana api memakan kayu bakar

(HR Abu Dawud)

Author Pov.

Hari ini adalah hari libur dan hari ini adalah jadwal Syifa jalan-jalan bersama para sahabatnya. Ila dan Hafidz. Meski hatinya tengah dilanda gundah gulana, tetapi ia tak ingin membuat Ila sedih karena menolak ajakannya pergi.

Gadis itu mematut penampilannya di cermin, dia nampak cantik dengan make up sederhana, ia hanya menggunakan bedak bayi dan lipgloss saja, tak perlu tetek bengek seperti mascara, foundation, eyeliner dan kawan-kawannya.

Meski begitu, Syifa sudah nampak cantik ditunjang dari warna kulitnya yang berwarna kuning langsat serta tinggi badan yang ideal. Tinggi badan Syifa cukup tinggi untuk wanita pada umumnya, tubuhnya tidak montok dan cenderung kurus.

Hari ini ia memakai pakaian casual yaitu gamis berwarna dasar putih ditambah blazer panjang berwarna abu-abu dipadukan dengan jilbab pashmina. Ia memilih memakai gamis karena ia tak terlalu suka memakai celana jeans maupun pensil. Ia lebih pede jika memakai rok atau celana kain, ia tak terlalu suka celana ketat.

Selesai berdandan, Syifa mengambil tasnya dan berpamitan dengan ibunya.

"Bu aku mau pergi dulu ya" pamit Syifa pada ibunya.

"Mau kemana nih?" Tanya Bu Narsih dengan kerutan di keningnya.

"Mau jalan-jalan bu" jawab Syifa.

"Sama siapa?" Tanya ibu lagi.

"Sama Ila" ucap Syifa sambil mencium tangan ibunya.

"Jangan pulang kesorean! Dan satu lagi, bawain ibu jajan!" Syifa mengangguk patuh.

Rencananya, Syifa menghampiri Ila di rumahnya yang kebetulan satu arah dengan tempat wisata. Hafidz juga nanti berkumpul di rumah Ila dan pergi menggunakan mobilnya.

Sekitar 20 menit akhirnya Syifa sampai di rumah luas milik orangtua Ila, tak dapat dipungkiri bahwa rumah Ila tergolong rumah besar khas orang kaya. Bagaimana tidak? Ayah Ila adalah seorang Dosen sedangkan ibunya adalah seorang Guru SMA Negeri, Ila yang anak tunggal pasti sangat terjamin hidupnya. Sanak saudara Ila juga dekat dari rumahnya dan semuanya tergolong sukses.

Berbanding terbalik dengan kehidupan Syifa yang sederhana dan pas-pasan. Sahabatnya itu memiliki nasib mujur, kedua orang tuanya masih lengkap, sanak saudara dekat dan sukses serta hidupnya tak pernah risau soal masalah keuangan. Sementara Syifa, ia sudah ditinggalkan ayahnya sejak masih kecil, jauh dari saudara, dan kehidupannya juga sulit.

Syifa beristighfar dalam hati, lagi-lagi ia iri dengan seseorang. Ia terlalu melihat keatas sampai-sampai ia lupa bersyukur atas apa yang Allah berikan kepadanya.

 كُْم وَالحَسَدَ فَاِ نَّ الْحَسَدَ يَاْ كُلُ الْحَسَنَا تِ كَمَا تَاْ كُلُ النَّارُالحَطَبَ (رواة ابوداود)

”Jauhkanlah dirimu dari hasad karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu-bakar.” (H.R. Abu Dawud) 

"Astaghfirullah-aladzim" ucapnya dalam hati.

Asyifa memang bukan wanita yang sempurna, ia hanya wanita akhir zaman yang tak luput dari dosa. Ia sedang memperbaiki diri untuk menggapai ridho-NYA agar kehidupannya senantiasa diberikan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kelak.

"Assalamualaikum" ucap Syifa sambil mengetuk pintu depan rumah Ila.

Nampaklah seorang wanita paruh baya yang masih cantik di usianya sedang membukakan pintu.

"Walaikumsalam, eh nak Syifa. Masuk dulu" Ucap Ibunda Ila yang bernama Mirna. Bu Mirna mempersilakan Syifa masuk, Bu Mirna akrab dengan Syifa karena Bu Mirna tahu Syifa adalah teman anak perempuannya sejak masa kuliah. Ila juga sering mengajak Syifa ke rumah.

"Iya bu, Ila masih di rumah?" Tanya Syifa yang sudah berada di ruang tamu mewah milik kediaman keluarga Ila.

"Iya, tu anak baru mandi kayaknya Sif. Fila tuh anaknya pemalas, kamu sabar ya!" Ucapan Bu Mirna membuat Syifa meringis, ia tau Ila orangnya lamban.

"Bentar ya! Ibu ambilin kue dulu" Bu Mirna bangkit dari duduknya.

"Eh, enggak usah bu" tolak Syifa.

"Udah gak papa, biasa saja dengan ibu, Syifa!" Ujar Bu Mirna. Wanita berusia 40 tahun itu pergi menuju dapurnya. Sifat Ibu Mirna sangat baik meski kadang cerewet dan suka blak-blakan. Tak heran kenapa Ila blak-blakan dan petakilan.

"Assalamualaikum" ucap seseorang diikuti dengan ketukan pintu.

Syifa menoleh ke arah pintu dan nampaklah Hafidz datang dengan setelan kemeja santai.

"Walaikumussalam" jawab Syifa.

"Eh, Mantu ibu udah datang. Masuk nak" Ibu Mirna datang dengan biskuit di tangannya. Syifa terkejut dengan ucapan Ibu Mirna. Mantu katanya?! Yah, tak heran sih memang banyak ibu-ibu yang ingin memiliki menantu idaman seperti Hafidz.

Hafidz masuk dan duduk di ruang tamu bersama Syifa dengan senyuman manis memikat hati.

"Nak Syifa kenalin ini Hafidz, dia kerja sebagai Dosen di kampus yang sama seperti Papanya Ila" Bu Mirna memperkenalkan Hafidz kepada Syifa, tetapi Syifa lebih dulu tahu siapa lelaki di depannya.

"Iya Bu, saya kenal dengan Kak Hafidz. Dia ini teman kecil saya" jelas Syifa.

"Wah~ kok bisa gini ya? Bagus-bagus, tapi kalian ini mau pergi kemana?" Tanya Bu Mirna.

"Mau ke Hill Vaganza bu, hang out mumpung hari libur" Balas Syifa. Raut wajah Bu Mirna tiba-tiba sedih.

"Pergi ya? Kalian hati-hati, Fila kemarin baru dapat musibah. Kalian tahu kan?" Tanya Bu Mirna. Syifa dan Hafidz mengangguk.

"Ibu khawatir, awalnya ibu tak mengizinkan dia pergi tetapi anak ibu tuh orangnya keras kepala, ia ngotot dan meyakinkan bahwa tak akan ada apa-apa. Meski begitu ibu takut, Fila itu anak tunggal ibu, ibu takut ada sesuatu dengannya" sorot mata ibu Mirna berubah sendu saat menceritakannya.

"Ibu tenang saja ya! Saya akan menjaga Fila" sergah Hafidz tiba-tiba. Syifa menoleh dengan tatapan tak terbaca.

Senyum Bu Mirna mengambang lalu mengangguk.

"Ibu percaya sama nak Hafidz, jaga dia ya nak! Meski ia petakilan tetapi sebenarnya dia baik" Ucap Bu Mirna yang diangguki Hafidz dengan mantap.

Ila menampakkan diri dari dalam rumah memakai baju panjang yang dipadukan celana jeans hitam dan berjilbab.

"Mah, Fila berangkat dulu ya" ucap Fila tiba-tiba.

"Hati-hati, bareng sama Syifa terus ya!" Ucap Bu Mirna.

"Siyap bosque" jawab Ila dengan gaya khasnya.

"Syifa pamit ya bu" ucap Syifa sambil berdiri.

"Hafidz juga pamit bu" Hafidz ikut berdiri. Mereka menyalami tangan Ibu Mirna

"Iya, hati-hati di jalan" jawab Bu Mirna.

Mereka pergi menggunakan mobil Hafidz, sesuai rencana mereka akan pergi ke Hill Vaganza yang terkenal hits karena pemandangannya dan spot fotonya.

Mereka sampai di Hill Vaganza setelah perjalanannya yang memakan waktu 30 menit. Ila sejak tadi tak bisa diam membuat Hafidz diam-diam tertawa dengan tingkahnya.

"Ayo cepat Syifaa" panggil Ila tak sabar setelah turun dari mobil.

"Sabar kellez" jawab Syifa setengah merengut sambil membereskan barang-barangnya.

"Eh Fidz, maksudku kak, eh mas" Ila bingung sendiri memanggil seseorang yang sedang ditaksirnya.

"Panggil Hafidz saja" ujar Hafidz.

"Tapi gak sopan, kalau pakai 'mas' gimana?" Tanya Ila.

"Yah, terserah sih" balas Hafidz santai. Ia tak mempermasalahkan panggilan apa yang cocok.

Mereka berjalan menuju loket masuk setelah itu berjalan menuju tempat yang terkenal indah sambil berceloteh ringan.

"Masnya ini dosen ya? Dosen matkul apa?" Tanya Ila.

"Ekonomi Syariah" jawab singkat Hafidz membuat Ila ber'oh' ria.

Syifa hanya mendengarkan perbincangan mereka tanpa berniat menimbrung. Mereka sekarang berada di tempat populer dan banyak muda mudi berselfie ria.

"Il, foto yuk" panggil Syifa.

"Ayok, Masnya tolong fotoin kita ya! Nanti gantian deh" ujar Ila. Hafidz mengangguk lalu membuka kamera di handphone Ila.

Ila dan Syifa bergaya eksis di salahsatu balon udara, bermacam-macam gaya seperti manyun, pura-pura terbang dan gaya lebay mereka tunjukkan dengan senyuman yang tak luntur.

"Waa~ bagus mas, mas bakat jadi fotografer keliling" ucap Ila begitu saja dengan tangan yang sibuk menggeser-geser foto.

"Udah difotoin, dikatain pula" cibir Syifa.

"Gapapa kan mas? Saya kan cuma bicara jujur, mas cocok lho jadi fotografer" ucapan Ila  membuat Hafidz tersenyum. Sifat asli Ila sudah mulai nampak, dimana ia tak lagi jaim dan bersikap dewasa.

"Hahaa, iya deh" sejenak Ila terhenti melihat Hafidz tersenyum manis.

"Bawa pulang boleh gak yaa?" Batin Ila usil.

"Mas ini udah punya calon belum sih?" Tanya Ila langsung membuat Syifa terkejut.

"Calon apa? Calon mati?" Jawaban Hafidz membuat Ila merinding seketika. Syifa mendengarkan pembicaraan mereka.

"Masnya sekali ngomong bawa-bawa mati ih" Ila kesal. Sementara Hafidz malah tertawa.

"Setiap yang bernyawa pasti akan mati kan?" Jawab Hafidz.

"Iya, tapi kan nanti dulu. Belum kawin belum punya cucu juga" ucap Ila semakin ngawur.

"Emang kematian bakalan nungu kita siap?" Pertanyaan Hafidz membuat Ila terdiam.

"Tak ada yang tahu kapan sisa umur kita di dunia selain Allah, tak ada yang bisa menjamin apa yang akan terjadi 5 menit kedepannya. Sudah siapkah saat kita tiba-tiba dipanggil menghadap-NYA?" Ucapan Hafidz membuat Ila menunduk mengingat banyak sekali kesalahan yang ia perbuat pada orang lain. Syifa melihat sahabatnya sedang merenung mendengarkan ceramah Hafidz, ia juga pernah sampai menangis saat ia diberi nasihat yang menohok hati.

Air mata Ila mengalir mengingat ia masih sering bolong sholat, dan bolong puasa. Apa ia siap saat tiba-tiba dipanggil menghadap Allah?

"Maaf membuatmu menangis" ucap Hafidz merasa bersalah. Ila menggeleng lalu menghapus air matanya.

"Aku haus setelah diberi siraman rohani, kalian mau titip minuman? Aku belikan deh" ucap Ila kembali ceria.

"Boleh, air mineral satu ya!" Ujar Hafidz.

"Oks, kamu beli apa Sif?" Tanya Ila pada Syifa.

"Samaan kamu aja" jawab Syifa.

Ila si gadis ceria itu pergi berlalu menuju kedai minuman. Tinggallah Hafidz dan Syifa yang masih sama-sama diam.

"Sahabatmu itu unik ya Kai" ucap Hafidz tiba-tiba pada Syifa. Nampak sorot kekaguman di binar matanya yang belum pernah ia rasakan.

"Unik gimana kak? Aneh gitu?" Tanya Syifa sambil tertawa.

"Bukan, dia berbeda dari yang lain Kai, kemarin saat aku mengantarnya pulang setelah hampir dibegal ia tak nampak sedih. Justru ia nampak bahagia dan selalu bercanda seolah tak ada apapun yang terjadi, gadis itu memang selalu ceria ya Kai?" Tanya Hafidz.

"Dia memang seperti itu kak, dia jarang menampakkan kesedihan dan selalu menebar keceriaan. Dia teman terbaik yang selalu bisa menghiburku, dia memang berbeda dari yang lain. Aku bersyukur dapat mengenalnya" ucap Syifa sambil melihat Ila yang berjalan mendekat sambil membawa minuman.

Jika pada akhirnya takdir tak mengizinkan mereka untuk bersama, setidaknya salahsatu dari mereka ada yang bahagia.

Satu pihak mengorbankan, sementara yang lain menikmati kebahagiaan. Bukankah begitu yang dinamakan keadilan?

Bersambung..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro