Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Asyifa - 17

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Mana yang harus aku pilih? memperjuangkan cinta atau mempertahankan persahabatan?"

Author Pov.

Asyifa-- gadis itu sedang tiduran di kamar setelah mengirimkan kontak WA Ila kepada Hafidz dan sebaliknya. Gadis itu tampak lesu, seharusnya ia bahagia kan melihat sahabatnya bahagia? Tapi kenapa ini sebaliknya?

"Hahh" Syifa mendesah gusar, entah mengapa ini lebih sakit dari patah hatinya beberapa tahun silam.

Handphone Syifa bergetar menandakan ada pesan masuk.

Anda : Send contact=
Kak Hafidz


Ila

Thank U Siff, muach ♡♡

Syifa mendesah lagi, entah kenapa firasatnya tak enak sekarang.

Tok-tok-tok.

"Ibu pulang" Syifa beranjak dari kasurnya saat mendengar suara ibu. Ia berjalan menuju ruang tamu dimana ibunya berada.

"Wiih, tumben bawa oleh-oleh banyak bu" Ujar Syifa sambil membuka kresek satu persatu.

"Daster dan manisan semua bu?" Syifa sedikit terkejut membuka bungkusannya.

"Iya Sif, itu yang kresek biru ada kerupuk udang. Kerupuk itu terkenal gurih, makanya ibu beli banyak untuk dijual di warung" Jawaban Ibu membuat Syifa mendesah, seharusnya dia tau bahwa ibunya ini irit dan perhitungan.

"Terus daster dan manisannya?" Tanya Syifa lagi.

"Tetangga pada nitip, terus manisannya ibu bawain buat kamu" jelas Ibu Narsih.

"Syifa gak suka manisan bu, ibu kan bisa beliin Syifa baju batik saat di pusat oleh-oleh" Syifa mulai cemberut.

"Tadinya mau beliin Sif, cuma harganya mahal, 70.000 cuma dapat satu batik" Ucap Ibu Narsih tak kalah.

"Jadi ibu beliin manisan ini karena harganya murah? Gitu?" Tanya Syifa.

"Iya" Dengan polosnya Ibu Narsih menjawabnya.

"Seharusnya Syifa tau, ibu gak bakalan beliin apa yang Syifa mau" batin Syifa sedih. Syifa beranjak meninggalkan ibu yang penuh tanda tanya.

Sesampainya di kamar ia menutup pintunya lalu menghempaskan tubuhnya di kasur, ia memeluk boneka beruang berwarna pink sambil terisak pelan.

Gadis itu tau semenjak ayahnya meninggal, ibunya jadi irit dan terkesan pelit karena biaya hidup yang tak murah. Proses hidup Syifa juga terkesan sulit dan penuh perjuangan.

Syifa tak menyalahkan ibunya ataupun nasib yang sudah menimpanya. Gadis itu tau, ibunya melakukan itu semua karena ada suatu alasan.

Perlahan Syifa mulai terlelap dengan air mata yang masih menggenang di kelopak matanya.

***

Syifa terbangun saat cahaya mentari masuk ke kamarnya, Syifa mengucek mata lalu ia melihat bingkisan warna merah di sampingnya. Syifa membukanya lalu nampaklah baju batik perpaduan warna gold dan hitam.

Terdapat tulisan tangan yang seperti tulisan dokter di dalam bingkisan itu.

-> Suka gak batiknya? Semahal apapun kain batik ini akan ibu beliin buat kamu, mana mungkin sih ibu lupa dengan barang kesukaan anak perempuan ibu satu-satunya.

Setitik air mata jatuh di pipi Syifa, ia sudah berprasangka buruk dengan ibunya semalam. Ia melanjutkan membaca tulisan ibunya.

-> Syifa itu berharga bagi ibu, kenapa ibu beliin manisan? Karena ibu mau kamu ceria, akhir-akhir ini anak ibu nampak murung, jadi ibu beliin manisan yang dipercaya meningkatkan mood, itu kata tetangga sebelah.

Syifa terenyuh sendiri membacanya. Sesimpel itukah alasan kenapa ibu membelikan manisan?

-> Buruan keluar dan makan, kerja jangan sampai telat, hati-hati di jalan! Gak usah cari ibu, Ibu udah di warung.

Syifa bangun dari tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi lalu bersiap berangkat kerja. Ia akan menyempatkan waktu ke warung nanti untuk berterima kasih kepada ibunya.

Syifa bergegas berangkat bekerja sebelum kemacetan menghadang perjalanannya. Letak kantor Syifa berada di sisi kanan Pasar Rayung dan lurus sedikit akan sampai di simpang 7, wajar jika ia berangkat pagi karena bisa terjebak macet.

Sekitar 30 menit perjalanan dari rumahnya menuju ke Bank, akhirnya ia sampai dengan selamat.

"Selamat pagi Mba Syifa" Sapa ramah Aria-- OB berumur 25 tahun.

"Pagi juga mas Aria" Jawab Syifa sambil tersenyum.

Baru selangkah ia akan memasuki kantor tiba-tiba ia mendengar suara teriakan yang lumayan kencang.

"SYIFAA" Syifa terkejut lalu mencari asal suara itu, ia melihat sahabatnya nampak ngebut dengan motornya, penampilannya juga agak kacau.

Syifa berlari ke halaman kantornya mendekati Ila.

"Tunggu disini! Aku mau parkirin motor" Ujar Ila lalu pergi dengan motornya. Dalam hati Syifa mendecak. Lihatlah, semua Pegawai Bank melihat ke arahnya. Senyuman kikuk dilontarkan Syifa agar mereka tak memandangi Syifa lagi.

"Huh-huh, minta minum dong Sif" Ila datang dengan nafas tersengal setelah memarkirkan motornya. Syifa mengeluarkan tupperware berisi air mineral yang biasanya ia bawa. Jangan heran, ibunya selalu menyiapkannya setiap pagi. Jadi saat Syifa haus ia tak perlu keluar untuk beli minum. Syifa bersyukur mempunyai ibu yang pengertian meskipun agak pelit.

"Kamu kenapa Il? Kok kacau begini" Syifa membuka percakapan setelah dirasa Ila cukup tenang. Ila menarik nafas panjang lalu bercerita.

"Tadi pagi aku hampir dibegal Sif" ucap Ila bergetar.

"Ya Allah, kok bisa? Dibegal dimana?" Syifa ikut prihatin dengan kondisi Ila, jilbabnya kusut, mukanya merah dan pergelangan tangannya memerah. Apa yang terjadi dengan sahabatnya itu?

"Di gang 4 belakang Kampus IAIN, disana tadi sepi banget Ya Allah. Aku nyesel lewat jalan itu" ucapnya lemah hampir menangis. Jarang sekali Ila menangis, pasti ia tak tahan lagi menyimpan lukanya.

"Biasanya kan gak lewat situ Il?" Tanya Syifa.

"Aku kesiangan lalu lewat jalan pintas, karena jalan utamanya pasti sudah macet" terang Ila.

"Tapi kamu gak papa kan? Motor dan tasmu juga masih kamu bawa" Tanya Syifa khawatir. Ila mengangguk.

"Aku bersyukur banget Sif, untung saja tadi ada yang datang, jika tidak aku tak tau lagi akan gimana. Mereka berbadan besar dan bertiga, sementara aku lewat dijalan itu sendiri, aku takut Sif, mereka menarik tanganku, lihatlah..." Ila menunjukan pergelangan tangannya yang memerah.

"Aku takut diapa-apain mereka Sif, aku takut-" Ila bergetar menahan tangis. Syifa merangkulnya dan mengusap pundak sahabatnya itu.

"Allah masih menjagamu Il. Sekarang kamu aman, disini ada aku okey" Syifa meraih tangannya dan meyakinkan Ila.

"Eh bentar" Ucap Syifa lalu menghadap Ila, ia membenahi dandanan Ila yang kacau, membenahi hijab dan syal yang miring.

"Nah, udah syantik. Nih tissue, sebentar lagi briefing ayo masuk" Ila mengangguk, ia bersyukur mempunyai sahabat yang pengertian.

Mereka memasuki kantor dan mengikuti briefing dan berdoa pagi seperti biasa. Para pegawai menatap Ila dengan tatapan berbeda, pasalnya Ila dikenal orang yang ceriwis tetapi sekarang ia berubah pendiam.

Selesai briefing mereka bersiap untuk bekerja seperti biasa di tugasnya masing-masing. Ila membenahi penampilannya di counternya, ia mengoleskan lipbalm ke bibirnya agar tidak terlihat pucat. Ila yang seperti biasa sebentar lagi akan kembali.

Jam kerja telah usai..

Syifa dan Ila sudah diluar kantor dan sedang berbincang tentang kejadian tadi pagi yang menimpanya. Syifa mendengarkan curhatan Ila panjang lebar sambil menenangkan Ila yang sesenggukan. Syifa tau sahabatnya ini sedikit trauma gara-gara dibegal dan hampir saja diperkosa oleh preman itu sebelum ada seseorang yang menyelamatkannya. Ila menuntaskan isi hatinya dengan curhat selama 30 menit.

"Kamu tau siapa yang menyelamatkanku Sif? Dia Hafidz, temanmu" Ucapan Ila membuat Syifa terpatung. Kenapa harus Hafidz lagi?

Sebuah sedan hitam melintas di depan mereka, Syifa yang masih melamun tak menyadari bahwa ada seseorang di depannya.

"Assalamualaikum" salam Hafidz pada kedua wanita cantik didepannya yang cuma dibalas dengan Ila.

"Kai, belum pulang?" Tanya Hafidz. Syifa menatap ke depan dan nampaklah seseorang yang baru saja ia pikirkan.

"Lho, Kak Hafidz. Ngapain kesini?" Tanya Syifa.

"Mau jemput Filla. Disuruh Pak Andrian menjemputnya" Tutur Hafidz, Pak Andrian Faizal-- adalah ayah Ila. Pak Andrian termasuk salahsatu dosen yang disegani di kampusnya. Syifa pernah berkunjung di rumah Ila dan bertemu langsung dengan papanya. Ayah Ila orangnya keras, dan disiplin, tapi dibalik itu ia mempunyai kelembutan hati dibalik sifatnya.

"Apa? Papa menyuruhmu menjemputku?" Tanya Ila sambil mengusap air matanya.

"Iya" jawab singkat Hafidz.

"Kenapa harus dijemput coba? Aku kan bisa pulang sendiri. Dasar protektif" Ila ngedumel sendiri.

"Pak Andrian tahu musibah tadi pagi dan tahu aku yang menolongmu. Beliau mempercayakanku untuk menjemputmu, takut jika hal yang sama terulang lagi" Ujar Hafidz. Syifa hanya menyimak percakapan mereka tanpa berniat nimbrung.

"Lalu motorku gimana?" Tanya Ila.

"Aku sudah bilang ke security untuk mengamankan motormu" Jelas Hafidz. Ila mengangguk, dalam hatinya ia senang. Hafidz adalah lelaki pasar malamnya.

Ila kini tahu ada pepatah yang mengatakan 'setiap musibah pasti ada hikmahnya' dan Ila yakin bahwa musibahnya kali ini mendatangkan seseorang yang ia suka. Ingatkan Ila untuk berterima kasih kepada papanya karena sudah menyuruh Hafidz menjemputnya.

Lain wajah, lain ekspresi pula. Syifa tengah melamunkan sesuatu di pikirannya.

"Sif" panggil Ila.

"Eh, iya" jawab Syifa.

"Aku pulang dulu ya, terima kasih sudah mendengar curhatanku" pamit Ila. Syifa hanya membalas dengan anggukan dan seulas senyum. Ila bersalaman, Hafidz juga berpamitan kepada Syifa.

Mereka berdua pergi meninggalkan Syifa yang terpaku sendiri. Syifa memejamkan mata, ia tak tau harus apa sekarang. Ila adalah sahabatnya, ia tak mungkin menghianati sahabatnya demi egonya. Tapi Hafidz adalah alasan mengapa Syifa masih sendiri sekarang, ia sudah menunggu dan mengharap bertahun-tahun lamanya apakah ia akan menyerah begitu saja?

Syifa juga ingin bahagia, ia sudah terlalu sering merasakan penderitaan dihidupnya. Terkadang ia iri dengan Ila, ia bisa mendapatkan apa saja tanpa kerja keras karena orang tuanya adalah orang yang berada. Gadis itu di masa kuliahnya sangat santai, ia menghabiskan waktu dengan hang out bersama teman-temannya tanpa memperdulikan apapun.

Tak seperti dirinya yang ikut banting tulang hanya untuk bertahan hidup. Ia ingat perjuangannya saat kuliah dulu, dimana ibunya bekerja serabutan dan keliling desa menjual rujak agar Syifa bisa kuliah dan bekerja di tempat yang bagus. Ia juga membantu ibunya dengan menjadi spg ataupun pelayan saat malam hari. Semua dilakoni Asyifa, tak ada kerja keras yang berakhir sia-sia, ia percaya ada kesuksesan dibalik perihnya perjuangan mencari uang.

"Lho dek Syifa?" Syifa menoleh dan nampaklah Nawang.

"Iya mbak, belum pulang?" Tanya Syifa.

"Ini baru mau pulang, kenapa disini sendiri?" Tanya Nawang perhatian. Syifa sudah menganggap Nawang seperti kakak perempuannya sendiri.

"Enggak kok mbak, ini juga mau pulang" Ujar Syifa seraya tersenyum.

"Yaudah hati-hati di jalan ya!" Ucap Nawang.

"Mbak juga" jawab Syifa.

Ia lalu bergegas ke parkiran bersiap untuk pulang. Ia mengemudikan motornya di jalan yang biasa ia lewati, jalannya lengang membuat Syifa semakin mempercepat lajunya sebelum kepentok hujan.

Rintik hujan yang semakin deras membuat pandangan Syifa kabur, truk besar tiba-tiba melintas tepat disampingnya membuat Syifa oleng dan menabrak pembatas jalan. Syifa terjatuh dengan keras dan tak ada yang menolongnya sama sekali, karena jalannya sangat sepi ditambah warung di sekitarnya tutup.

Rasanya Syifa mau menangis saat hujan mengguyurnya dengan derasnya, ia tak bawa jas hujan, untungnya tas dan handphonenya ia masukkan ke jok motor karena ia tahu di dalamnya ada data-data penting.

Gadis itu bangkit dengan tangan perih dan mencoba merangkak, tubuhnya sakit sekali untuk bergerak karena jatuhnya di jalan aspal. Ia memaksakan diri dan bangkit lalu mengemudikan motor dengan pelan, ia harusnya sudah terbiasa di kondisi ini. Sudah berkali-kali ia jatuh dengan motornya, dan mirisnya tak ada yang tahu bahwa ia terluka. Karena setiap bertemu dengannya, ia bersikap seolah biasa saja tanpa ada masalah.

Syifa orang yang pandai menyembunyikan luka, sebesar apapun luka yang ia pendam pasti ia berusaha tersenyum. Diluarnya memang terlihat kuat, tetapi di dalamnya ia rapuh.

Bersambung..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro