Asyifa - 13
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
"Berhenti berpura-pura, karena itu hanya akan menyakitiku"
Author Pov.
Syifa sampai di rumahnya pukul 4 tepat. Syifa benar-benar lelah, dari pagi ralat dari kemarin ia merasa badmood berkepanjangan gara-gara memikirkan hal yang tidak penting.
Syifa menarik nafas panjang, ia berjalan menuju kamar mandi lalu mengambil air wudhu. Meskipun ia sedang kesal, ia tak pernah melalaikan shalatnya. Ia teringat perkataan
Pak Sholeh---- guru mengaji waktu Syifa masih kecil menyampaikan ayat :
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ . الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al-Maa’uun: 4-5)
Pak Sholeh juga menceritakan tafsiran dari ayat diatas. Ia menceritakan maksud dari kata celaka dan lalai dengan sangat mendetail dan jelas. Mengingat ceramah Pak Sholeh, Syifa jadi rindu dengan lelaki berusia 40 tahunan itu, ciri khasnya adalah mempunyai jenggot tebal dan humoris. Kira-kira dimana sekarang sosok guru favoritnya itu? Syifa bahkan sudah jarang melihatnya.
Sehabis ibadah, Syifa berjalan menuju ruang tengah. Rumahnya sepi karena ibunya pergi rewang ke rumahnya Si Fifah, hari ini sepupunya resmi melepas masa lajangnya. Jadi berkuranglah cewek single di keluarga besarnya.
Mungkin tadi pagi adalah akadnya dan sekarang adalah tamu-tamunya yang datang untuk nyumbang. Sebenarnya undangan kemarin itu sedikit telat, biasanya undangan sudah disebar pada H-3 tapi Syifa baru menerimanya pada H-1 yang begitu mendadak.
Syifa bimbang ingin menyusul ibunya sekalian nyumbang. Bagaimanapun ia harus nyumbang meski itu sepupunya sendiri. Dan akhirnya Syifa memutuskan untuk menyusul ibu Narsih disana.
"Gak papalah, makan gratis" pikirnya.
Gadis itu bersiap-siap untuk pergi kondangan ke rumah sepupunya yang agak jauh dari desanya. Ia bersiap-siap untuk menebalkan hati dan juga telinganya jika diberondong dengan pertanyaan.
"Kapan nikah?"
"Calonnya mana?"
"Ke kondangan sendirian aja"
Dan ia bahkan sudah memiliki jawaban jika ada pertanyaan seperti diatas.
***
Sesampainya di rumah Fifah, Syifa langsung masuk menembus gerombolan tamu-tamu Fifah. Tamu-tamunya rata-rata teman kerjanya dan sebagian lagi teman ibunya Fifah. Syifa agak samar dengan keberadaan Ibu Narsih
Syifa meneruskan perjalanannya mencari kitab suci, eh salah mencari ibunya maksudnya. Syifa akhirnya melihat ibunya sedang berjaga di pos makanan yang bernama nasi pindang. Ibunya tampak sibuk meladeni tamu. Syifa mendekati ibunya.
"Bu, nasinya satu dong" Ucap Syifa lemas. Ia belum makan dari siang.
"Ambil sendiri" ketus ibunya. Tak mau berdebat, Syifa mengambil nasi sendiri dengan ekspresi cemberut lalu duduk di salahsatu kursi.
Syifa mengamati keadaan sekelilingnya sambil mengunyah makanan. Tak berasa, makanan itu tandas dan Syifa haus. Syifa lalu pergi menuju ke stand es campur.
Inilah yang disukai Syifa jika pergi kondangan, ia bisa mengambil berbagai makanan dengan free dan unlimited dengan syarat menebalkan muka karena sering mengambil makanan. Jika sudah kenyang, Syifa langsung saja pulang dengan perasaan gembira Benar-benar lucu.
"Mbak Lia, es campur satu dong" ucap Syifa dengan kakak perempuan Fifah.
"Eh, dek Syifa. Bentar ya!" Jawab Lia. Syifa mengangguk lalu menunggu es campurnya.
"Ini dek" Sodor Lia dengan es campurnya.
"Makasih mbak" Syifa menerima es campur tersebut lalu kembali ke kursinya.
Syifa baru saja akan duduk sebelum suara menginterupsinya.
"Mba Fia" panggil seseorang itu. Syifa spontan menoleh. Ia merasa tak asing dengan suara itu.
"Eh, dek Mai. Datang juga?" Tanya Syifa pada calon adik iparnya. Adik ipar? Itupun jika ia benar-benar menjadi istri Hafidz.
"Iya mba, Maira kesini sama umi dan abi" jawab perempuan yang dipanggil Maira tadi.
"Duduk dek, udah makan?" Tanya Syifa. Lalu perempuan di depannya duduk dengan senyuman menawan.
"Sudah dong mba, udah kenyang malah" Jawab Maira cengengesan. Ia sudah menganggap Maira seperti adik kecilnya, ia juga akrab dengan Maira meski jarang bertemu. Maira orangnya friendly, dan easy going.
"Ngomong-ngomong, ada kerabatmu disini yang berhubungan dengan pengantinnya Mai?" Tanya Syifa yang merasa agak aneh karena tiba-tiba ada Maira dan keluarganya pergi kondangan.
"Ada mba, pengantin laki-lakinya --- Mas Irfan itu sepupu jauhnya Umi" Terang Maira. Syifa mengangguk paham.
Syifa dan Maira pun asyik mengobrol, berselfie, dan menceritakan pengalaman masing-masing.
"Kemarin Maira dihukum guru lari di lapangan dengan teman satu kelas gara-gara tidak mengerjakan tugas, mbak tau gak apa yang terjadi?" Maira antusias.
"Ga tau, emang apa?" Jawab Syifa.
"Ternyata guru itu memvideokan dan memasukannya di yutub, parah kan mba? Nanti kalau Maira viral gimana?" Maira menceritakannya dengan ekspresi yang berubah-ubah. Syifa sedari tadi sibuk tertawa gara-gara ulah calon adik iparnya.
"Kamu ini lho Mai, aneh-aneh aja. Bukannya malu karena dihukum ini malah takut viral" ujar Syifa mencibir.
"Hidup dibuat fun aja lah mba, kalau Maira viral kan bagus, itu sama saja dengan uang yang menghampiri" Balas Maira tak kalah.
"Iya deh, pinter banget. Mba mau ketemu pengantinnya, mau ikut nggak?" Tanya Syifa pada Maira.
"Engga deh mba, udah jam segini kayaknya umi mau pulang, nanti umi nyari Maira gimana?" Maira nampak manyun.
"Iya gapapa kalau gitu, mba kesana dulu ya" pamit Syifa.
Syifa masuk rumah dan nampaklah pengantin perempuan cantik jelita yang sedang menerima tamu. Fifah memakai gamis berwarna soft pink dengan riasan make up tipis.
"Fifaah" teriak Syifa saat Fifah melihatnya.
"Mba Syifa" jawab Fifah lalu memeluk sepupunya.
"Ututuu, tantiknaa" puji Syifa riang. Fifah dan Syifa memang seperti saudara kembar. Kembar hebohnya maksudnya.
"Samara ya Fah, Maaf mbak gak bisa nonton akadmu tadi pagi. Mbak harus kerja, apalagi ini hari senin. Jadi mbak baru dateng sekarang" Syifa menjelaskan detail.
"Iya gapapa mba, Fifah ngerti kok" ujar Fifah.
"Mba dateng sendiri?" Tanya Fifah.
"Engga kok" balas Syifa.
"Terus sama siapa? Sama calonnya yaa" Fifah terus menggoda Syifa.
"Engga sama calon kok, aku datang dengan bayanganku" jawaban Syifa membuat Fifah diam.
"Mba lucu deh, kalau ada calonnya kenalin atuh" senggol Fifah.
"Dibilang belum ada" jawab Syifa. Dari arah belakang nampaklah Irfan, suami Fifah yang baru sah beberapa jam yang lalu.
"Kamu gak capek dek? Ke dalam gih" perintah lembut Irfan sambil mengusap pucuk kepala Fifah. Fifah mesam-mesem gak jelas pada suaminya membuat Syifa mendengus.
"Mba pulang dulu ya Fah" pamit Syifa pada sepasang pengantin baru itu.
"Iya mba, maaf gak bisa lama ngobrolnya. Udah ada my husband" bisik Fifah lalu berlalu.
Syifa berlalu dan mencari ibunya untuk berpamitan. Namun saat ia mencari ibunya, ia bertemu dengan seseorang yang seringkali membuat perasaannya campur aduk.
"Kak Hafidz?" Panggil Syifa pelan. Orang yang disebut namanya pun menoleh dengan senyum menawannya.
"Eh, Kafia, kamu mau pulang?" Tanya Hafidz.
"Iya, ini mau cari ibu dulu" jawab Syifa simpel.
"Yang kemarin maaf ya Kai, aku yang mengajak pergi tapi malah aku juga yang membatalkan" Hafidz merasa bersalah.
"Santai aja kak, Syifa gak marah kok. Hanya kecewa" Ia tak mengucapkan kata terakhir itu, ia memendamnya dalam hati.
Senyum terbit dari bibirnya.
"Aku mau kesana Kai, umi sama abi juga disana, kamu mau ikut? Kamu jarang ketemu umi kan?" Pertanyaan beruntun yang hanya diangguki Syifa.
"Tapi, aku mau ambil makanan dulu ya Kai, belum sempat makan siang tadi. Kamu kesana dulu ya! Nanti aku kesana" Hafidz menjelaskan hal yang sebenarnya Syifa tak ingin tahu.
Syifa melengang untuk menemui keluarga Hafidz.
"Assalamualaikum umi" ucap Syifa sambil mencium tangan umi Hani. Ia terbiasa memanggil ibunda Hafidz dengan sebutan umi.
"Walaikumussalam. Lho, ini Syifa?" Umi nampak terkejut.
"Iya mi, ini Syifa" balas Syifa.
"Ya Allah, kamu sekarang cantik sekali nak" puji Umi Hani.
"Terima kasih umi" Syifa jadi malu-malu.
"Syifa kesini sama siapa nak?" Tanya Umi Hani.
"Sama ibu mi" balas Syifa.
"Udah punya calon belum?" Wajah Syifa nampak pias mendengar pertanyaan to the point dari ibu Hafidz.
"Belum ada mi" Jujur Syifa.
"Syifa mau gak, jadi menantunya umi?" Rasanya Syifa ingin berteriak 'Iya' sekeras mungkin sebelum suara seseorang menginterupsi.
"Kai, kamu udah makan belum? Ini aku ambilin siomay" Hafidz menyodorkan sepiring siomay dengan senyuman.
"Terima kasih kak" Syifa mengambil siomay itu.
Syifa menoleh ke tempat Umi Hani berdiri tadi, tapi orangnya hilang entah kemana.
"Lho, Umi mana kak?" Tanya Syifa pada Hafidz.
"Ke toilet kayaknya. Duduk Kai, makan itu sambil duduk!" Nasihat Hafidz.
Hafidz memulai obrolan-obrolan kecil agar suasananya tidak canggung. Syifa pun terkadang menanggapi. Tapi entah mengapa tindakan Hafidz saat ini terlihat seperti terpaksa. Syifa tak suka kondisi aneh ini.
"Kak, kakak jangan merasa tidak enak pada Syifa gara-gara kemarin" Ujar Syifa. Syifa tau tatapan itu. Tatapan merasa bersalah dan keterpaksaan.
Hafidz mengernyit.
"Kakak terlihat tidak tulus melakukan semua ini" Ujar Syifa lagi.
"Tidak tulus bagaimana?" Tanya Hafidz.
"Jika memang tak ingin kakak lakukan, lebih baik jangan lakukan, karena melakukan secara terpaksa itu hanya akan mendapat hasil yang buruk" Ujar Syifa.
Ia tak tau apa yang salah dengan dirinya hingga mengucapkan kalimat itu, tapi Syifa tau satu hal bahwa Sahabatnya sudah berubah.
Bersambung..
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro