Asyifa - 12
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
"Aku dulu pernah mengeluh, mengeluh tentang segala hal yang tak adil didunia ini, namun itu dulu. Kini aku tak lagi punya rasa mengeluh, karena rasa itu telah pergi jauh dari diriku"
Author Pov.
Banyak orang yang tak suka dengan hari Senin. Alasannya adalah mereka harus kembali ke rutinitas padat. Kerjaan menumpuk, harus datang pagi, dan juga sering terjadi kemacetan membuat orang-orang membenci hari Senin.
Apakah kalian begitu juga? Kalau iya, kalian harus membaca beberapa alasan kalian tidak boleh membenci Hari Senin.
Sebagai orang Islam seharusnya kita mengistimewakan hari Senin karena di hari ini Nabi Muhammad lahir, mendapat wahyu dan juga meninggal di hari senin.
Dalam Shahih Muslim dari hadits Abu Qatadah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa hari Senin, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيْهِ.”
“Hari tersebut merupakan hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus atau diturunkannya al-Qur-an kepadaku pada hari tersebut.” hadits Abu Qatadah al-Anshari Radhiyallahu anhu yang diriwa-yatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya (II/819) (Kitaabush Shiyaam.)
---
Asyifa tengah sarapan pagi sebelum berangkat kerja, entah mengapa dari kemarin ia nampak badmood, hal ini membuat Bu Narsih bertanda tanya.
"Pagi-pagi jangan galau Sif, entar nasabahmu lari semua" ucap ibu langsung.
Syifa terkekeh kecil. Ia tengah memakan nasi goreng buatannya sendiri.
"Syifa enggak galau bu, cuma ada yang membuat Syifa kepikiran dari kemarin" Jawab Syifa.
"Mikir apa sih sampai galau? Kayak mikir negara aja!" Ketus Bu Narsih, ia tak suka melihat anak gadisnya murung.
"Ini lebih urgent daripada negara bu!" Ucap Syifa.
"Terserah kamu lah Sif, yang penting sarapannya dihabisin! Nanti ayamnya mati" Peringat ibu.
"Kita gak punya ayam bu" jawab Syifa melas.
"Ayam tetangga maksutnya" ucap ibu nyeleneh.
"Ya biarin, wong bukan ayam kita" Jawab Syifa lalu melanjutkan makannya.
"Oh iya Sif, hari ini ibu gak jualan. Ibu mau pergi" ucap Ibu Narsih. Kening Syifa berkerut.
"Pergi kemana bu?" Tanya Syifa.
"Kamu lupa? Padahal kemarin baru diberi undangan loh!" Jawab ibu. Syifa berpikir sejenak, ingarannya berputar di sore kemarin.
"Oh, Si Fifah bu?" Syifa langsung ingat.
"Iya, Si Fifah kawin" imbuh Bu Narsih.
"Nikah dulu bu, baru kawin. Dikira kucing apa" Rengut Syifa. Entah mengapa ia sensi mendengar Fifah nikah, Fifah itu anak tantenya yang paling kecil, umurnya juga baru 20 tahun, sebagai sepupu ia merasa dilangkahi.
"Ibu ikut rewang nanti kamu kalau udah pulang, mampir kesana ya!" Ucap bu Narsih lagi.
"Kalau gak capek ya bu" balas Syifa. Sebenarnya ia malas karena setiap bertemu dengan saudaranya selalu ditanya 'kapan nikah?'
"Iye-iye. Fifah aja udah mau punya suami, masa kamu belum Sif?" Ucapan ibu Narsih menohok jantung Syifa, bagaikan panah api melesat cepat lalu menghunus jantung Syifa. Oke fix, Syifa tambah badmood.
"Kalau belum ada jodohnya, Syifa mau nikah sama siapa bu? Masa iya sama kambing" Syifa ngelantur.
"Emang kamu mau nikah sama kambing? Kamu itu cantik, berpendidikan, pinter, masa iya mau sama kambing" Jawaban Ibu Narsih membuat Syifa terserang sakit kepala mendadak.
"Itukan cuma perumpamaan bu" Syifa sebal sekarang.
"Syifa berangkat kerja dulu ya bu, Assalamualaikum" pamit Syifa lalu mencium punggung tangan ibunya.
"Walaikumsalam, ati-ati neng kamu belum kawin" teriak ibunya.
"Nikah mak, bukan kawin" balas Syifa tak kalah keras lalu mengendarai motor matic-nya.
Syifa mengendarai motor dengan kecepatan sedang. Sudah cukup masalah yang didapatnya pagi-pagi, ia tak mau membuat masalah lagi.
Sekitar 30 menit, Syifa sampai di tempat kerja dan nampaklah Ila yang berada di depan pintu sambil mengobrol dengan satpam.
"Syifaa" teriak Ila. Syifa mendengus lalu turun dari motornya setelah memarkirkannya.
"Apa?" Balas Syifa lalu berjalan mendekati Ila, sahabatnya dari zaman kuliah.
"Aku mau beritau kamu tentang fakta yang mencengangkan" Ila nampak berbinar sedangkan Syifa nampak malas.
"Ini masih pagi Il, curhatnya nanti aja ya! Bentar lagi briefing" tolak Syifa halus. Bukan Ila namanya jika berwajah sedih, sahabatnya ini selalu ceria dan petakilan.
"Iya sih, yaudah ayo masuk. Bentar lagi briefing" Ila malah mempersilakan. Disisi lain Syifa beruntung memiliki sahabat yang bisa diajak susah senang bersama, dapat membuat Syifa kembali ceria.
Ila orang baik ia pantas mendapat pasangan hidup yang baik pula. Tapi Syifa berharap, bukan seseorang yang ia sering sebut di dalam doanya yang bakal menjadi pasangannya.
Hingga Syifa lupa satu hal, ia hanya bisa berharap dan mencoba menyangkal fakta, tapi takdir lebih tau siapa jodoh yang tepat untuk seseorang.
Selesai briefing, Syifa dan yang lain kembali ke counternya. Bank pun dibuka, nampak nasabah yang mulai mengantri, dan Syifa bersiap melayangkan senyum cerahnya, meski hatinya sedang mendung.
Syifa melirik Ila yang tengah melayani nasabah, gadis itu terlihat friendly kepada siapapun, tak seperti Syifa yang kadang kaku.
Ila bertugas di counter 1, Syifa di counter 2, dan Erwin di counter 3. Wajar saja Ila langsung ada nasabah karena ia berada di counter 1.
Tak lama, ada seseorang yang ingin bertemu dengan CS, Syifa membunyikan bel agar orang itu bisa langsung ditangani Syifa.
Jam kerja usai.
"Akhirnyaa, capek juga senyum dari tadi" gerutu Ila sambil memutarkan anggota badannya ke kanan dan ke kiri sampai ada bunyi 'krek'. Tak sopan sekali.
"Il, gak sopan tau. Bukan cuma kamu yang capek, lihat mereka" tunjuk Syifa pada salahsatu AO yang berada di depan mereka, dengan jaket hitam dan setumpukan kertas yang dibawanya.
"Mereka kenapa? Mereka mah enak, bisa nagih uang sambil jalan-jalan" ucap Ila santai.
"Enak gundulmu. Kalau ada nasabah yang gak bayar, gaji mereka bisa dipotong tau" balas Syifa jengkel.
"Sensi amat neng, aku tau kalau gaji mereka dipotong kalau gak nepatin target" balas Ila sambil merapikan isi tasnya.
"Tuh tau, lalu kenapa masih ngeluh?" Tanya Syifa.
"Kalau capek ya ngeluh Sif, jangan sok tegar padahal nyatanya zonk. Mendingan langsung ngeluh aja" balas Ila cuek, Syifa merasa agak tersindir dengan kata-kata Ila yang "Jangan sok tegar padahal Zonk"
"Ngeluh pun percuma Il, hidup ini terlalu berharga hanya untuk mengeluh" Balas Syifa. Ia berdiri dari kursinya setelah merapikan beberapa surat penting nasabah, lalu berpamitan tanpa menoleh Ila. Sementara Ila hanya menatap Syifa dengan pandangan yang tak terbaca.
Syifa keluar kantor dan bertemu dengan Nawang yang membawa kertas.
"Lho, udah mau pulang Sif?" Tanya Nawang.
"Iya mbak, tugas-tugas sudah selesai. Jadi ya langsung pulang" jawab Syifa.
"Yaudah. Titi DJ ya!" Ucap Nawang sambil tersenyum.
"Titi DJ juga mbak" balas Syifa lalu melengang ke parkiran.
Syifa menyalakan motornya lalu beranjak pergi dari area kantor. Matanya mendongak melihat langit yang agak mendung.
"Aku dulu pernah mengeluh, mengeluh tentang segala hal yang tak adil didunia ini, namun itu dulu. Kini aku tak lagi punya rasa mengeluh, karena rasa itu telah pergi jauh dari diriku"
Bersambung..
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro