Asyifa - 10
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
"seburuk-buruk sikap manusia, pasti ada sisi baiknya. Dan sebaik-baik sikap manusia pasti ada sisi buruknya. Tak ada manusia jahat, dan tak ada manusia yang sempurna"
Author Pov
Sampai rumah, Asyifa dan keluarganya berkumpul di ruang keluarga. Plastik hitam yang lumayan banyak itu sedang dibuka satu persatu menyisakan beberapa makanan yang membuat perut keroncongan.
Bagaimana tidak? Waktu jalan-jalan ke alun-alun tadi ibu
malah sibuk mengantri makanan di pedagang pinggir jalan. Tiap ada orang jualan, ibunya langsung membelinya. Alhasil, banyak sekali makanan yang ibu beli. Dan berkat ibunya lah, Syifa harus jalan-jalan sendiri dan menjadi jomblo di malam minggu. Hiks sedih.
Ibu Narsih membuka satu persatu plastik hitam tadi, dan isinya sungguh menggiurkan. Terdapat martabak daging, roti bakar, bakso, mi ayam, sate ayam, siomay, bahkan wedang ronde.
Senang? Jangan ditanya. Tak sia-sia Syifa jadi jomblo di malam minggu yang cerah ini, ibu Narsih memang pintar sekali mengambil moment. Syifa mencomot martabak daging dan dicolekkan ke saus. Sehabis jalan-jalan capek kemudian pulang dan disambut dengan makanan yang menggiurkan sungguh surga dunia bagi Syifa.
"Bunda, Ara mau roti bakar" ucap Ara. Panggilan Bunda merupakan kesepakatan Rian dan Dian sejak Zain lahir.
"Mau rasa apa dek?" Tanya Dian, ibu Ara.
"Rasa cokat" jawab Ara. Lalu Dian mengambilkan sepotong roti lalu memberikan ke Ara.
"Kak Zain mau apa? Biar bunda ambilin" Tanya Dian sambil melihat anak laki-lakinya yang sedang main hp.
"Mau siomay bun" jawab Zain masih asyik dengan game mobilnya.
"Ini kak, hpnya dimatiin dulu" ucap Dian.
"Bentar bun, mau menang ini" jawab Zain memiring-miringkan handphone milik ayahnya.
"Mau di pause apa bunda sita?" Tegas Dian.
Zain menurut saja pada bundanya, lebih baik di pause daripada diambil. Lalu Zain mengambil siomay dan memakannya dengan lahap.
Syifa akui, kakak iparnya ini luar biasa. Selain tegas, Dian sangat suka kebersihan dan suka mengomel. Baru sehari Dian kesini, rumahnya langsung bersih seketika. Dian merapikan barang yang berserakan dan mengelap semua bagian rumah sampai bersih, dengan mengomel pedas tentunya.
"Ya Allah Sifa, kamu itu anak gadis tapi kok jarang bersih-bersih. Mana ada laki-laki yang mau sama kamu kalau kamunya pengotor" cerca Dian. Kalau sudah begini, debat pun tak ada gunanya selain menebalkan gendang telinga.
"Udah dibersihin kok mbak, tapi ya emang kotor lagi" bela Syifa.
"Kalau kotor ya dibersihin lagi, jangan dibiarin gitu aja" ketus Dian. Syifa hanya mengangguk mengakhiri perdebatan.
Kadang Syifa berpikir.
"Mas Rian kok betah banget sama mbak Dian ya, padahal kan Mbak Dian galak banget"
Tapi Syifa tau satu hal, seburuk-buruk sikap manusia, pasti ada sisi baiknya. Dan sebaik-baik sikap manusia pasti ada sisi buruknya.
Mbak Dian contohnya, meskipun dia galak, bermulut pedas, tegas dan lain-lain. Tapi dia punya sisi lembut dan penyayang. Dian juga setia dengan Rian walaupun sering ditinggal pergi.
Kisah cinta Rian dan Dian dulu sebenarnya rumit. Restu dari kedua pihak sempat terhalang karena beberapa alasan yang menonjol, dari segi pendidikan Rian yang hanya tamatan SMP sementara Dian SMA sangat berbeda. Tetapi Dian tak mempersalahkan itu, bagi mereka cinta lebih utama dari apapun.
Dengan perjuangan serta doa akhirnya kisah mereka berakhir bahagia meskipun keadaan sulit menghimpitnya.
***
Makanan yang tadinya penuh di meja, kini hanya bersisa piring kosong dan kotor. Malam ini keluarga Syifa benar-benar melepas rindu. Terdengar lebay? Memang.
Keluarga Rian hanya berkunjung ke rumah Syifa satu tahun sekali, itupun waktu lebaran saja. Miris. Wajar saja Rian mengajak ibu dan Syifa jalan-jalan sambil mentraktirnya, karena ia sadar ia terlalu sibuk hingga melupakan orang tua yang merawatnya sejak kecil.
Rumah Rian juga sangat jauh dengan rumah Syifa, jadi setiap ingin berkunjung hanya waktu tertentu saja. Dian juga wanita karir yang pastinya padat dengan kesibukannya
Malam sudah larut, Ara dan Zain sudah tertidur di kamar Rian yang dulu.
Malam yang tenang seperti kondisi hati Syifa. Gadis itu sedang menikmati angin malam yang berhembus dingin di jendela kamar.
Ia teringat dengan ucapan Hafidz di telepon tadi, ia mengajak Syifa untuk nostalgia di tempat masa kecilnya dulu.
Syifa menutup jendela kamar dan membaringkan tubuh di kasur kesayangannya.
***
Bangun pagi buta di hari minggu merupakan hal yang biasa bagi Asyifa. Bahkan Rian dan Dian beserta keponakannya belum bangun.
Disaat semua orang tengah bergulat dengan selimut hangat dan kasur, ia tengah berperang dengan udara dan air yang dingin. Manusia langka bukan?
Ya, Syifa sekarang tengah mencuci baju yang kira-kira ada 20 pasang baju yang artinya kira-kira ada 40 baju dan itu masih ditambah 5 baju daster ibu.
Dari seragam kerja, batik, baju rumahan, dll yang berjumlah banyak yang mengharuskan Syifa bangun pagi.
Udara dingin menusuk kulit, meski ini sudah jam 06.00 pagi entah mengapa hawanya dingin dan angin berhembus menyebarkan hawa dingin. Syifa tengah menjemur baju-baju yang telah Syifa cuci di pagi buta tadi.
"Syifa rajin banget, pagi-pagi udah bangun. Gak seperti anak saya yang masih molor" ucap tetangganya yang sedang lewat di jalan. Bu Ningrum namanya, dia istri Pak RT di desa.
Syifa tersenyum dan membalas.
"Ibu bisa aja, saya kan memang sudah terbiasa" balas Syifa ramah.
"Andai ibu punya anak laki-laki, pasti Syifa sudah menjadi menantu saya. Tapi sayang anak saya perempuan semua" ucap ibu Ningrum lagi.
"Yah, disyukuri aja bu. Anak kan memang anugrah, kita gak dapat memilih mau lelaki ataupun perempuan" tutur Syifa.
"Udah cantik, pinter lagi. Siapa sih yang gak suka sama eneng" Ucapan ibu Ningrum membuat Syifa salah tingkah.
"Makasih bu Ningrum, saya mau ke dalam dulu, udah selesai menjemur bajunya" pamit Syifa.
"Iya Sif, ibu juga mau pulang" balas ibu tadi.
Syifa masuk ke dalam rumah lalu mandi, selepas mandi ia nampak sibuk dengan baju berbeda warna di kedua tangannya.
"Hmm, kok berasa mau nge-date ya! Padahal inikan cuman mau nostalgia ke tempat masa kecil dulu" batin Syifa.
Dan akhirnya pilihannya jatuh pada baju bermotif batik dengan perpaduan warna coklat tua dan putih.
Ia memoles wajahnya dengan bedak bayi saja karena kulit Syifa berwarna kuning langsat jadi sudah terlihat cerah. Syifa sudah siap pergi dan menelfon Hafidz.
Tapi sebelumnya ia membuka handphone dan menghidupkan data selulernya.
Pesan pertama yang masuk membuat Syifa menelan kekecewaan.
Kak Hafidz :
Assalamualaikum. Maaf ya Kai, kayaknya kita gak jadi pergi. Ada urusan mendadak hari ini. Sekali lagi maaf.
Anda
Walaikumussalam kak Hafidz, iya gapapa, aku ngerti kok.^-^
Tak lupa ia memberi stiker tersenyum untuk meyakinkan bahwa ia baik-baik saja meski nyatanya ia kecewa luar biasa.
Tak ingin pusing-pusing ria, Syifa memutuskan untuk pergi ke supermarket. Ia ingin membeli yang manis-manis untuk memperbaiki moodnya yang rusak di pagi hari.
Syifa bersiap keluar rumah dan mengambil kunci motor.
"Mau kemana dek? Pagi-pagi udah cantik aja" tanya Rian yang baru bangun.
Dalam hati Syifa mencibir, biasanya ia tak pernah dipanggil 'dek' kalau gak Ifa, Sipuk, ya Ipeh. Benar-benar kakaknya ini, beda sekali dengan namanya.
"Biasa kak, mau nyari gebetan. Syifa kan jomblo" balas Syifa jutek lalu melengang, moodnya tambah rusak jika meladeni Rian.
Syifa menaiki motor maticnya dan pergi menuju supermarket.
Sesampainya di supermarket, mata Syifa berbinar melihat coklat berbagai ukuran berbaris disana. Ia mengambil 2 batang coklat, beberapa snack dan 3 eskrim untuk keponakannya.
Selesai bayar di kasir, Syifa berencana untuk lewat taman yang baru dibangun, tempatnya ramai dan kebetulan satu arah dengan jalan pulang. Jadi Syifa tak perlu memutar jalur untuk pulang.
Ia hanya melihat dan mengamati suasana disana. Penglihatan Syifa menangkap seseorang yang tak asing di matanya.
Lelaki berbaju hitam rapi yang wajahnya mendung dan perempuan dengan rambut dikuncir kuda yang tengah menunduk dan memegang cone es krim yang krimnya tinggal setengah saja. Syifa rasa, perempuan itu telah membuat masalah. Perempuan itu ceroboh, entah mengapa ia mengingat Ila yang juga ceroboh.
Dan Syifa akhirnya sadar, lelaki itu adalah Hafidz, sahabatnya. Tapi mengapa dia kesini? Dan siapa perempuan yang tengah menunduk itu? Mengapa perempuan itu terlihat familiar?
Bersambung..
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro