
Patung Megalitikum
Dari penjelasan Noah tentang cara kerja waktu di alam percabangan Watukayu, ayah Moses bisa tidur tenang. Mungkin memang akan banyak yang dialami Moses di alam seberang sana. Tapi itu hanya berlangsung sekejap di dunia nyata. Begitu sebaliknya. Dan ayah Moses yakin anaknya bisa mengatasi rintangan apa pun. Setelah mencari keberadaan Santani si penjual mesin tik yang misterius itu, ayah Moses mencoba mengorek kisah Astacakra Noah.
Noah pun dengan nyaman bercerita tentang bumi versinya. Tentang bagaimana ia mendapatkan sabuk lalu masuk ke Cakra Buana. Lalu menjadi pahlawan dadakan dengan menyelamatkan penduduk yang selamat dari banjir bandang. Kisahnya sedikit mirip dengan kisah nabi Nuh. Minus bahtera.
Ayah Moses sempat terlonjak saking antusiasnya mengetahui Moses sempat jadi Astacakra versi Noah. "Jadi, kalau Moses di tempatmu, maka dia jadi Astacakra versimu. Begitu pula sebaliknya, kalau kau ke Asta Lawang, kau akan jadi Astacakra versinya."
Noah mengangguk. Senang rasanya bisa bercerita ke sosok ayah. Ia merasakan sebuah koneksi. Keinginan awalnya untuk melenyapkan Moses jadi terbit kembali. Tapi pertanyaannya, wangsit yang didapatnya datang dari mana?
Semenjak bertemu dengan Prewangan Cakra Satria ia mesti berhati-hati dengan wangsit yang didapatinya dari mimpi. Apa yang diwanti-wanti Moses ada benarnya.
Kemudian ayah Moses juga bercerita tentang awal mula Moses jadi Astacakra. Noah mendengarkan dengan seksama. Ia sama sekali belum pernah bertemu dengan Cakra Satria pendahulunya. Sedangkan Moses sudah. Di hatinya timbul iri. Jangan-jangan aku memang Astacakra yang tak diinginkan. Selama menjadi Astacakra di Ganda Cakra, Wira Mahameru lebih banyak menolak pertemuan dengannya. Entah karena alasan apa.
Di ruang kerja, ayah Moses dan Noah mengamati lagi mesin tik Santani itu. "Tidak mungkin karena mesin tik ini." Kata Noah.
"Tapi bukti dua kertas ini? Cerita tentang bagaimana Astacakra ada dua dan langit terbelah di sore hari."
Kalau saja memang benar wangsit yang diterima Noah adalah palsu dan berasal dari pihak jahat, maka sang musuh juga tahu tentang ayah Moses, Astacakra Moses, Simbah Tetuka dan Asta Lawang. "Bagaimana kalau dalang ini, bisa jadi bukan Santani, memang sengaja membuat kita berpikir semua karena mesin tik itu."
Ayah Moses berpikir, mengangguk-angguk. "Betul juga. Aku pun sangsi kalau mesin tik bisa semagis itu." lalu ia teringat Simbah Tetuka dan benih timun mas misteriusnya.
Sekitar jam satu dini hari mereka baru tidur, itu pun dari omel-omel Ibu Moses. Seperti akhir pekan biasanya, mereka harus kerja bakti membersihkan sekitaran rumah dulu baru boleh keluar. Ayah Moses dan Noah sengaja bangun lebih pagi agar semuanya selesai lebih cepat.
Sebelum pergi, sembari sarapan, mereka menonton berita. Ayah Moses tertarik dengan berita di kolom berjalan yang mengabarkan ada sebuah patung besar megalitikum muncul secara tiba-tiba di Solo. Jam sembilan, berita satu jam sekali mengabarkan hal yang sama, tapi kali ini di Situbondo. Bentuknya mirip. Noah pun mencurigai hal tersebut ada kaitannya dengan retakan realita. Itu artinya, ada rencana besar yang dilakukan Santani atau entah siapa dalang, yang sedang disiapkan untuk bumi Moses.
"Jadi teringat crop circle." Kata Ayah Moses waktu menyalakan motor. "Tapi dulu itu memang perbuatan sekelompok orang. Bukan ulah alien. Tapi berita tadi itu, patung megalitikum, tahu-tahu muncul. Tak mungkin sekelompok orang bisa memindahkan batu sebesar itu." yang di Situbondo patungnya muncul di tengah jalan.
"Kita harus cepat-cepat." Noah berubah was-was. Ada sesuatu dalam dirinya yang terasa tak nyaman. Seolah eksistensinya mulai terkikis. Ayah Moses menyalakan aplikasi penunjuk jalan. Lalu mereka berangkat.
Noah menebak, patung-patung itu akan berjumlah delapan. Tapi kemunculan mereka, entah apa maksudnya. Itu masih sangat misteri. Dan ia mulai sangsi, Santani yang akan mereka datangi, bukanlah Santani yang mesti dicari. Tiba-tiba kepalanya pusing. Ada dengung statis. Lalu hening, dan ia mendengar seseorang memanggil namanya.
Penglihatannya menjadi kabur. Ayah Moses membawa motor cukup ngebut. Sekelebatan di jalan, Noah seperti melihat ada bayang-bayang macan putih ikut mengejar mereka. Bayangannya terlihat di kaca di bangunan pinggir jalan. Ia merasakan kulitnya seperti dicubit-cubit. Lalu ia melihat ke langit. Ia seperti melihat ada garis retakan.
Sebentar lagi mereka akan sampai di rumah Santani. Sebelum itu Ayah Moses mampir ke pom bensin di BSD untuk isi bensin. Di televisi minimarket pom situ menayangkan berita munculnya patung megalitikum yang ketiga. Kali ini di Garut. Bentuknya sama persis, muncul di tengah-tengah sawah. "Ini ada apa sih? Hoax bukan ya."
Pegawai pom bensin yang ikut menyaksikan sama herannya. "Itu pasti bukan terbuat dari busa, terlalu besar."
"Itu batu betulan, batu gunung." Kata pegawai lain. "Tuh, reporternya bilang sendiri, dia megang sendiri batunya kayak batu gunung."
Noah semakin pusing. Matanya memutih.
"Yakin deh, tempat-tempat muncul patung megalitikum itu bakal cepat viral dan ramai didatangi orang." Ayah Moses ngomong sendiri. Sementara Noah masih berjibaku dengan suara yang memanggil namanya di dalam kepala.
Tak lama mereka sampai di rumahnya Santani yang mereka cari. Noah sudah reda sakit kepalanya. Ayah Moses yang menekan bel. Seorang laki-laki kemudian keluar dari rumah itu. Persis seperti orang yang dulu menghubunginya di instagram bertransaksi mesin tik. Dia seorang penulis yang cukup digandrungi.
"Ya, ada yang bisa dibantu?" tanya orang itu sopan.
"Ini dengan Santani, betul?" tanya Ayah Moses.
"Ya saya sendiri. Ada apa ya?"
Ayah Moses kemudian menunjukkan mesin tiknya. "Ingat pernah menjual mesin tik ini ke saya?"
Laki-laki bernama Santani itu membelalak dan menunjuk dan berseru, "Lhoo itu kan mesin tik saya yang hilang dicuri!"
Ayah Moses dan Noah saling pandang.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro