
EYANG DAYADIGDA
Mimpi dan apa yang dikatakan Wati membuat Sonya meragukan semua yang dia tahu saat ini.
"Kamu lebih dari apa yang mereka katakan padamu, dan apa yang mereka sebut tentangmu memiliki agenda lain yang disembunyikan darimu." Begitu kata Wati.
Secara akal sehat, apa yang mereka lakukan kepada Sonya cukup ganjil. Setiap hari Sonya selalu diceritakan cerita yang berulang-ulang. Tentang masa lalunya, ayah dan ibu pejabat di dunia manusia, lalu mereka mengaku sebagai wali Sonya. Bahwa dia dan orangtuanya terlibat kecelakaan dan Sonya dilarikan kemari untuk proses pemulihan. Terutama pemulihan memori.
"Pantas saja, apa pun yang mereka katakan padaku, aku merasa tidak pernah mengalaminya." Aku Sonya.
"Itulah, kenangan yang bukan milikmu, akan selamanya bukan milikmu. Mereka sengaja semakin hari menjauhkanmu dari kenyataan. Sampai pada akhirnya kamu akan percaya, kenangan itu adalah milikmu." Ujar Wati.
"Apa yang mesti kulakukan? Aku ingin tahu yang sebenarnya." Sonya cemas. Mimpi semalam sungguh mengganggunya. Semacam inilah titik di mana jiwanya terguncang. Menuntut cerita sebenarnya.
"Mereka punya agenda lebih besar dari yang mereka ceritakan padamu. Dan kamu, lebih besar dari apa yang mereka harapkan padamu. Aku ingin mengungkapkan siapa diriku sebenarnya, tapi apakah kamu mau berjanji ini adalah rahasia di antara kita berdua? Karena apabila ini aku sampaikan padamu, maka kemungkinan besar kita dalam bahaya."
Sonya bimbang. Ki Jugo dan Nyi Ratapi sudah begitu baik kepadanya. Dia anggap mereka sebagai kakek dan nenek sendiri. Entah kenapa Sonya merasa mereka tak mungkin berbohong kepadanya. Perhatian dari mereka terasa tulusnya. Namun, keinginan untuk mengetahui yang sebenarnya begitu besar. Sekaligus membuktikan siapa di sini yang sebenarnya berbohong? Sonya ingin membuktikannya.
"Baik, aku akan jaga rahasia."
"Baik, aku senang mendengarnya. Aku adalah utusan dari ayah dan ibumu yang asli."
Sonya terkesiap. "Mereka masih hidup?"
"Ya, ayah dan ibumu adalah dari jenis siluman, namun berbeda darah keturunan. Makanya kamu adalah siluman berdarah campuran. Darah yang mengalir dalam tubuhmu bisa dikatakan darah ajaib. Itulah kenapa mereka membutuhkanmu, dengan membawamu kemari."
"Jadi, aku dibawa di luar kehendakku?"
"Ya, kamu diculik dari kedua orangtuamu. Aku salah satu pembantu rencana itu. Namun, aku punya agenda lain juga. Agenda rahasia dari orangtuamu. Mereka menghubungi dengan satu dan lain cara. Ada takdir besar yang akan terkuak apabila kamu tetap menjalankan peran ini. Kita sebaiknya mengikuti permainan mereka. Namun, ingat, kita lebih dari yang mereka kira."
Sonya mulai mengerti. Dia juga sadar, ingatannya yang asli mesti dibangkitkan dengan sendirinya.
"Dan kurasakan, takdirmu akan menjemputmu dalam waktu dekat. Kita tidak punya banyak waktu. Aku sedang pikirkan bagaimana caranya untuk membangunkan kembali jati dirimu yang sebenarnya dalam waktu singkat tanpa membuat yang lain curiga. Kuduga, sebentar lagi makam itu akan terbuka untukmu."
Sonya penasaran dengan apa yang ada di dalam makam itu. "Sebetulnya apa yang ada di dalam sana? Dan kenapa hanya aku yang bisa membukanya? Kenapa aku dianggap sebagai juru selamat?"
Wati menarik napas. "Yang ada di dalam makam itu adalah Eyang Dayadigda, atau bisa kubilang, sebagian tubuh dari Eyang Dayadigda."
"Sebagian?"
"Ya, Eyang Dayadiga adalah pendekar di tanah Jawa yang sangat sakti. Dia hidup ratusan tahun lamanya karena dia memraktikkan ilmu kebal atau yang disebut dengan ilmu Pancasona. Setiap dia terluka akan cepat sembuh. Setiap dia mati, akan hidup lagi. Kalau musuh memotong anggota tubuh, selama dia menjejak tanah, maka potongan tubuhnya akan segera menyambung kembali.
"Suatu masa Pendekar Putih mengalahkannya. Karena ajian yang dibawa olehnya adalah ajian terkutuk para dewa. Tak ada manusia yang berhak memiliki ajian itu. Melawan fitrah! Pendekar Putih membunuhnya dan membawa potongan kepalanya ke dasar lautan terdalam. Sampai sekarang, para keturunannya belum ada yang menemukannya. Oleh karena itu, orang-orang padepokan ini sangat membenci Pendekar Putih. Dia telah membunuh mahaguru mereka.
"Adalah Ki Jugo dan Nyi Ratapi, murid kepercayaan Eyang Dayagidga. Kepada keduanya dia menitipkan wasiat. Pada suatu waktu akan datang seorang gadis keturunan siluman campuran, hanya dia yang dapat melihat dan mengakses pusaka gaib Eyang Dayadigda. Gadis itu adalah kamu, Sonya. Kamu Siluman Berdarah Campuran, atau yang mereka anggap sebagai juru selamat. Itu tak bukan adalah keinginan mereka supaya kamu dapat meneruskan ilmu Pancasona Eyang Dayadigda kepada mereka. Tentang bagaimana caranya, aku tidak tahu."
"Pusaka gaib apa yang dipunya Eyang Dayadigda? Lalu, apa hubungannya dia denganku?"
"Itu aku tidak tahu."
Sonya mengamati kedua telapak tangannya. Apakah benar hanya dia yang dapat membuka makam itu? Tapi kapan? Dia jadi gatal sendiri, pengin segera tahu.
"Sore ini setelah berendam di kolam hitam, kamu akan mencoba membuka pintu makam itu lagi. Semoga hari ini adalah waktu yang dijanjikan itu. Kita semua akan tahu."
"Bagaimana aku akan tahu?"
"Yang pasti, sesuatu akan terjadi tidak seperti biasanya."
"Baiklah."
Sore tiba. Wisana dan Wati mengantarkan Sonya Ruri ke pelataran makam. Siang itu pelatarannya sudah dibersihkan sedemikian rupa hingga harum semerbak. Merasakan firasat yang sama, Ki Jugo dan Nyi Ratapi ikut menyaksikan.
"Ini takdirku." Sonya berbisik kepada dirinya sendiri. Dia mengusapkan kedua tangan lalu menempelkannya ke daun pintu yang tertutup rapat selama ratusan tahun.
Sepuluh menit dua puluh menit. Tidak ada yang terjadi.
"Jika ini adalah takdirku, maka datanglah. Aku ingin tahu yang sebenarnya." Sonya membatin.
Tangannya tiba-tiba menyala terang. Dia tunggu beberapa waktu lamanya, namun pintu tak segera membuka. Ki Jugo dan Nyi Ratapi pun sudah berharap. Mereka berdiri lalu duduk kembali.
Sudah cukup lama Sonya berdiri di depan pintu.
"Sepertinya bukan hari ini." Kata Sonya.
Wati mengangguk.
Mereka semua berbalik.
Lima langkah pergi meninggalkan pelataran, tiba-tiba terdengar suara pintu berkeretak membuka. Semuanya berbalik seketika. Wati dan Wisana menyusul Sonya yang berlari mendekati pintu.
Ki Jugo dan Nyi Ratapi berseru, "Biar Sonya saja yang masuk ke dalam!"
Wati dan Wisana berhenti di pelataran saja.
Sonya masuk melewati pintu. Di dalam sangat gelap. Menoleh ke seukuran pandangan mata, Sonya tidak mendapati apa pun. Barulah ketika dia mendongak, rupanya ada semacam peti digantung. Sonya mundur beberapa jejak, dia menginjak sesuatu, ada bagian lantai yang menonjol. Peti menggantung itu pun turun sampai sejajar dengan dadanya.
Pelan-pelan dia buka peti itu. Terdapat ukiran yang dia tidak bisa baca. Semacam aksara Jawa. Aromanya penuh debu. Sonya menemukan tulang belulang tubuh manusia dibalut kain batik yang kalau dicermati, merupakan rangkaian aksara Jawa juga. Semacam mantra panjang. Selain itu... Sonya tidak menemukan apa-apa.
Tapi tunggu...
Tiba-tiba tangan dan matanya bercahaya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro