Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Dilatih Orang Gila

Mail kembali tidur setelah merenung satu jam. Jadwal latihan bareng Raung Raung besok lusa. Besok ada ulangan. Tadi ia belajar sedikit, lebih banyak ngobrol dengan Badri. Di tidurnya yang kedua, ia memimpikan Ganaspati lagi. Kali ini di padepokan yang ia singgahi dalam waktu singkat itu. Kilasan kejadian ketika Ganaspati berhasil masuk ke tempat itu. Alam yang awalnya asri kehijauan, berubah jadi hitam, seperti gosong terbakar. Langitnya berubah kelam. Ganaspati memuntahkan bala pasukan Palageni. Gelombang kedua penyerangan Palageni terjadi. Mereka berhamburan menyatroni tiap rumah. Kepala api mereka memanjang, mengisap ruh dari setiap penduduk. Lalu tubuh-tubuh kosong itu mereka umpankan ke tuan baginda Ganaspati. Pemandangannya kalau dari jauh, seperti Ganaspati sedang menyedot boba.

Mail terbangun sebelum subuh. Ia memerhatikan teman-teman pantinya dengan sedih. Mereka bisa disebut keluarganya juga. Dan kalau Ganaspati datang, mereka yang akan terlebih dulu disedot. Itu tak boleh terjadi.

Mail punya kekuatan ini. Mimpi buruk itu bakalan terjadi kalau dia berdiam diri. Keputusan ada di tangannya. Duh pusing. Hari ini ulangan akhir semester. Ia harus pikirkan itu dulu. Oh, kegalauan ini akan ia coba adukan ke Tuhannya pas salat subuh.

Kini setiap berangkat ke mana pun, stik drum selalu ia bawa. Mau ditaruh di tas, di kantong, atau diselipkan di belakang. Jangan sampai barang itu ketinggalan. Meski tanpa stik pun, ia sudah sekuat badak. Kalau ada kejahatan, begal misalnya, ia seruduk saja orang itu. Tapi kalau pakai stik, ia bisa dengan mudah menyetrum penjahat.

Andai saja ia tak begitu pengin ikutan audisi pemain drum. Pasti stik drum itu tak jatuh ke tangannya. Atau malah tetap jatuh? Tapi dengan medium lain. Entahlah. Tuhan, beri hamba petunjuk.

Hari itu Mail memfokuskan diri mengerjakan ulangan dengan sebaik mungkin. Ia tergolong yang cukup baik akademiknya. Beda dengan anak panti lain yang sekolah di tempat yang sama, mereka pada anjlok. Apalagi Badri. Pertanyaannya apa, jawabannya apaan. Jam pertama yang mengawas adalah Pak Sobri. Beliau semacam beri kode-kode ke Mail seputar kegiatan ngeband dengan Raung Raung. Bahkan sebelum ulangan Pak Sobri mengumumkan secara resmi kalau Mail yang diterima. Teman-teman tidak percaya.

"Perasaan Mail mah pemain marawis, bukan drum." Kata salah satu teman.

"Elunya aja yang kagak tahu. Mail mah bisa main apa aja. Main sirkus juga bisa kalau dia mau." Bela Badri.

Sekelas tepuk tangan.

Di penghujung ulangan, Mail merasakan firasat yang ganjil. Ia melihat guru-guru yang lewat depan kelas seolah kepalanya menyala. Ia teringat perkataan Rokim tentang Palageni yang mungkin sekarang sudah menyusup di dunianya.

Ketika mengumpulkan ulangan, Mail diminta Pak Sobri nanti pas jam istirahat ke ruang studio. "Oke Pak."

Setelah ulangan kedua adalah jam istirahat. Mail ke ruang studio. Pak Sobri sudah di belakang drum. Pak Sobri bertanya pendapat Mail tentang Raung Raung. "Mereka asyik sih Pak. Pandangan sosial mereka keren."

"Mantab. Ohya kemarin pas audisi malah bikin lagu ya."

"Iya Pak. Dapat tiga lagu baru."

"Keren keren. Boleh lihat stik drumnya?"

Mail membuka tas dan meminjamkan stik drum itu. "Ini beli di mana? Simbol tribalnya keren. Singkatan apa ini? Saya belum pernah lihat merek ASTCKR. Gimana bacanya?"

"Itu dikasih orang Pak. Kayaknya dibikin sendiri. Kurang tahu juga apa singkatannya."

"Aston Kutcher kali ya."

"Asta..." Mail membungkam mulutnya. "Aston Ceker, sepertinya lebih cocok Pak dengan singkatannya. Mungkin orang Jawa Tengah yang kelewat kreatif."

"Haha masuk masuk."

Mail kemudian diminta untuk menggebuk drum tanpa menggunakan stik drumnya sendiri. Hasilnya di luar dugaan Mail sendiri. Mahirnya sama seperti pakai stik Astacakra. "Oke, kamu memang layak jadi drummer Raung Raung, Mail. Selamat bergabung dengan perlawanan ini."

Keduanya memberi salam dengan kepalan tangan. "Terima kasih Pak."

Sepulang sekolah Mail tanpa pamit ke Badri, lari ke jembatan penyeberangan depan Teras Kota. Ia sudah memutuskan. "Rokim, Rokim, Rokim." Rokim muncul, sedang melangkah naik tangga.

"Gimana gan? Gua lagi waras nih."

Mail membawakan sebungkus nasi kuning ke Rokim.

"Weee, tahu aja lu kalau gua lagi laper. Makasih makasih. Semoga lu ambil keputusan yang tepat."

"Gak ada pilihan gan. Wa mesti hajar."

Rokim membelalak gembira. "Okee gan."

"Lu mesti ajarin wa jurus-jurus Astacakra. Wa ngeri soalnya, waktu nyoba pertama kali wa ngerobohin tiang listrik ama ngebakar pohon."

"Gile lu, gak cinta lingkungan apa gimana?"

"Halah bacot. Gimana lu mau ngajarin wa?" Rokim minta waktu untuk menghabiskan nasi kuningnya dulu. Mail menunggu dengan tak sabar.

"Bisa bisa. Pertama kita mesti cari tempat untuk latihan yang gak bikin bahaya orang sekitar. Sekalian wa ajarin gimana caranya pindah tempat."

Mail tak tahu ada tempat yang bisa dijadikan kelinci percobaan.

"Gak usah bingung. Sebagai Astacakra lu sebenernya bisa bikin ruang dadakan. Coba aktifin dulu simbolnya. Lu sentuh tato bintang di dada lu, dari tengah, terus bikin garis ngikutin ujung bintangnya. Ada delapan kan, jangan kelewat. Terus ntar lu bikin gerakan kayak gini sambil mbayangin ruangan atau tempat yang lu pengin. Cobain dah. Fokus lu mesti fokus."

Mail melakukannya. Ia memfokuskan pikiran. Ia terbayang balai padepokan waktu itu. Tapi ia mencoba membuatnya untuk versi di tempat yang lain. Agak terang dan kondusif untuk latihan. Ia sudah tekan titik tengah lalu menarik garis delapan kali.

"Kita tunggu, simbol di tangan lu udah nyala soalnya. Jadinya mestinya berhasil. Bentar lagi nongol portal nih. Kalau di Astacakra kita nyebutnya Lawang Cilik. Kalau lu mau balik ke alam yang waktu itu, lu mesti bikin yang namanya Lawang Ombo. Njir, ternyata gua masih inget yak. Kirain ilang karena sinting ini."

Mail tak begitu menggubris. Di depannya muncullah lingkaran hitam. Menggantung di udara. "Masuk sini nih?" tanyanya.

"Iyak. Kuy cepetan, keburu ada yang ngeliat." Mereka masuk ke situ. "Wanjir, padepokan Triastra men. Lu suka ya tempatnya? Di sini nih gua dulu digembleng abis-abisan. Eh beda ding, oh lu cuma nyalin bentukannya doang. Oke oke. Gak masalah."

"Terus gimana lagi?"

"Gua kasih tahu dulu, biar lu gak was was. Aturan maen waktu di sini beda ama di dunia asal kita. Lu bisa balik kapan pun ke dunia asal. Mau pas lu ngilang, atau pas urusan lu di dunia asal udah kelar. Jadi lu ngilang sesuai dengan waktu yang berjalan. Tapi mending lu balik pas lu ngilang sih, biar gak ada yang curiga."

"Itu berlaku juga gak kalau pas wa nanti beneran ke alam yang mesti wa selametin?"

"Sama. Ohya, tempat yang lu bakal selametin namanya desa Triastra. Banyak hutannya dia. Oke, sekarang gini. Intinya, lu itu kebal men. Mau dibacok pake alat apaan juga lu gak bakal berdarah. Lu bisa ngeluarin jurus kayak goku, kamehameha. Lu tahan panas tahan dingin, lu udah tahu kan. Intinya, selain itu lu bisa bayangin jurus atau serangan apaan juga kalau lu bisa bayanginnya dengan bener. Main imajinasi men. Lu rasain kekuatan matahari mengalir dalam darah lu. Bener-bener rasain, tanpa penolakan sama sekali. Rasain diri lu nyatu ama kekuatan Astacakra. Kalau lu berhasil, kayaknya separo yang masih nempel ke gua bakal ketransfer ke lu deh."

Oke, main imajinasi. Di ruang dadakan ini Mail memunculkan enam Palageni gadungan. Tangan mengepal, tarik napas dan fokus, simbol telah menyala. Dengan gerakan pukulan yang ia pelajari dari ekskul Tae Kwon Do campur Karate, Mail mengirim bola kamehameha ke setiap target palageni. Mereka meledak seketika.

"Wanjir, sekali coba berhasil. Sumpah gua yakin lu bisa menang. Lu bisa nyelametin kita semua. Lu Astacakra yang tepat men."

Mail mengeksplorasi imajinasinya untuk jurus-jurus serangan. Ia mulai merasakan keberadaan energi Astacakra, kekuatan matahari di dalam dirinya. Ia sudah memutuskan untuk menjadi Astacakra. Untuk menyelamatkan kehidupan. Ulangan tadi sudah beres dan hasilnya bakal dapat bagus. Jadi ia tenang.

"Jadi sebenernya jurus-jurus ini bisa kita bikin sendiri ya?" tanya Mail.

"Iya. Lu cuma perlu hapal caranya ngaktifin simbol Astacakra lu. Terus gimana cara pake baju perang lu. Udah dapet juga kan?"

Mail mengingat proses penggodogan instan dirinya. "Ohiya, wa inget. Kayaknya ada baju perangnya."

"Oke, ikutin gerakan ini biar lu dipakein baju itu." Rokim melakukan tepuk di delapan arah. Lalu menekan titik di dada, lalu menarik garis delapan kali sesuai arah ujung bintang. "Terus ucapin, Aku Astacakra."

Mail menirunya. "Aku Astacakra."

Dwarr. Mail berubah jadi bentuk orang dewasa. Tapi baju perangnya hanya muncul di pelindung tangan saja.

"Konsentrasi yang lebih kuat gan. Lu lupa ya bentuk baju perang lu?"

"Iyak, samar-samar soalnya."

"Yaudah, coba bayangin kostum ultraman. Trus lakuin lagi yang kayak tadi."

Mail melakukannya, tapi bukan kostum ultraman. Melainkan kostum Iron Man. Superhero favoritnya.

Dwarr. "Aku Astacakra, Aku Iron Man."

"Wanjirrr, I love you 3000 men!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro