Bab 13 - Otot Kawat Tulang Besi
Moses belum pernah naik wahana roller coaster, terlebih karena ibu dan ayahnya menyarankan jangan. Namun Moses tahu, apa yang dialaminya sekarang ini seribu kali lipat lebih gila daripada laju wahana kereta kilat itu. Moses meluncur dalam kecepatan cahaya menembus cahaya.
Moses jadi ingat, ini terjadi di seperjuta sekian detik dalam laju cahayanya, tentang perjalanan Nabi Muhammad SAW menuju langit ke tujuh ditemani malaikat Jibril dan Buraq. Dalam kecepatan yang maha dahsyat itu, harusnya tubuh manusia terburai. Harusnya juga, Moses menjerit kesakitan. Karena realitasnya tengah ditarik ulur seperti karet warna-warni untuk lompat tali. Dalam kecepatan yang tak manusiawi itu, Moses ternyata merasa aman-aman saja. Mungkin karena ia telah menyerap energi Asta Pancar secara utuh.
Kecepatan maha dahsyat itu membawa pikiran-pikiran, ilmu-ilmu, kenangan-kenangan, harapan-harapan, kekuatan-kekuatan dan kebijakan baru dalam jiwanya. Mereka melesat dan meresap di jiwa Moses. Kecepatan mengerikan yang membawanya menembus lapis-lapis cahaya warna-warni, kini merubah realitas menjadi banjiran lava panas. Di sinilah, Moses menjerit.
Kecepatan dahsyat menceburkannya sampai tenggelam di banjiran lava panas. Jeritan Moses berubah jadi suara geleguk. Panas sekali. Panas sangat. Namun panas mengerikan itu tidak menyakiti tubuhnya, justru terasa melebur dengan energi cahaya yang sudah diserap tubuh. Sakit baru muncul, itu pun seperti disuntik, tapi dengan jarum besar. Yaitu ketika aliran lava mulai merebus tulang penyusun dirinya. Aliran lava melahap lalu menggantikan tulangnya menjadi besi. Dalam sepersekian juta detik, Moses merasa dirinya bagai Gatotkaca, atau juga Wolverine. Terserah mana yang enak diucap. Dalam kilasan kehidupan yang terlintas begitu cepat di benaknya, Moses berharap ia dapat mengeluarkan cakar besi. Ya, seperti Wolverine.
Kemudian aliran lava menyasar urat-urat ototnya. Melahap dan mengganti, menjadi baja. Moses rasakan urat-uratnya menguat seperti kawat jemuran. Sungguh ia rasakan dan dapat bayangkan, urat-urat ototnya dicerabut lalu direntangkan hingga mengelilingi bumi beberapa kali. Aliran panas lava melapisi dengan cepat urat-urat ototnya. Lalu dijalin kembali mengikat tulang dan dagingnya.
Moses kemudian didaratkan di sebuah permukaan yang memantulkan sosoknya. Ia telah berubah jadi sesosok orang dewasa. Tubuhnya gagah berotot. Moses melihat pantulan dirinya yang telanjang. Di dadanya masih tertera rajahan tato bintang cahaya berujung delapan. Ia melihat tubuhnya mengeluarkan asap panas, kulitnya seperti besi bakar bahan pedang yang hendak ditempa. Lalu permukaan mencondong, mengirim Moses menggelincir, juga dengan kecepatan yang mengerikan.
Permukaan kaca itu ternyata bentuknya cakram. Cakram yang luas seluas permukaan bumi yang menghampar. Moses digelincirkan menuju tepi paling ujungnya. Di mana di sana ada air terjun yang akan mendinginkan tubuhnya. Mengokohkan apa yang sudah menjadikan ototnya kawat dan tulangnya besi.
Moses ditenggelamkan di lautan lepas. Ia dihantam-hantamkan di gulungan ombak yang mengamuk. Moses pasrah. Ia menerima segalanya dengan lapang dada. Tak peduli bayangan rasa sakit dan sensasi dekat-dekat kematian yang mendera. Ini semua demi menjadikan dirinya seorang Cakra Satria ke-delapan, Astacakra. Ketika dirinya menyentuh air laut, desis air mendidih seketika terdengar, menguapkan segulung ombak menuju udara. Rebusan di banjiran lava membuat tubuhnya ekstra panas.
Kemudian ia diseret ombak menuju pegunungan es. Di sana ia akan dibekukan. Mengeraskan apa yang membuat ototnya kawat dan tulangnya besi. Moses sesungguhnya benci dingin, tapi dengan kecepatan kejadian yang sedahsyat ini, pikiran seperti lewat saja, seperjuta sekian detik cepatnya.
Pertama Moses direbahkan di permukaan salju. Lalu dari atas langit, ia ditimpa dengan balok es sebesar gunung Fuji. Di sini, realita waktu baru terasa lama. Moses berusaha menahan segala dingin yang menusuk tulang besi dan otot kawatnya. Demi menghangatkan inti dirinya, Moses memusatkan fokus ke energi Asta Pancar yang menerangi rajahan tato bintang ujung delapan.
Saat gunung es itu meleleh, entah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melelehkan gunung es, Moses dibawa terbang menuju semesta terbuka. Ini adalah kelanjutan mimpi terputusnya ketika baru saja mendapatkan energi Asta Pancar. Saat itu matanya dapat menyorotkan cahaya benderang. Kali ini pun masih, Moses membuka mata dan cahaya seterang sinar matahari keluar dari matanya. Cahaya itu merambat memberi kehangatan pada planet-planet. Moses ingin memberikan cahaya kepada semesta. Ia ingin semesta yang ia datangi, Watukayu, memiliki langit biru cerah seperti bumi. Moses melebarkan matanya dan mendorong sorotan rambatan cahayanya lebih kuat.
Lalu semuanya berubah putih.
Moses membuka mata dan rasanya seperti baru bangun dari tidur tiga puluh hari. Ia berada di dataran kehijauan. Ia memeriksa tubuhnya. Ia sudah menjadi lelaki dewasa, dan bonusnya lagi, ia memakai setelan pakaian ksatria dengan corak hitam dan keemasan. Moses dipakaikan zirah perang. Bagian dadanya timbul bentukan bintang berujung delapan.
"Aku sudah menjadi Gatotkaca, eh, Astacakra." Ungkapnya lega.
Sayang sekali, Moses belum tahu kalau pintu kawah energi sudah tertutup baginya. Masih mengagumi bentuk dirinya yang baru, Moses tidak kepikiran cara untuk kembali.
Ia tidak tahu ketiga Warok tengah berjuang mampus-mampusanmenghadang ratusan Raikewan di Palagan Wolu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro