Bab 11 - Kawah Energi Surya
Apa yang dapat dilihat oleh mata Moses hanyalah cahaya putih benderang. Bahkan ia tak bisa merasakan keberadaan bola matanya. Rongganya itu terasa kosong, seperti kesemutan, sensasi sehabis disetrum. Ia bisa mendengar suara Warok Belibis dan Warok Kepik yang menuntunnya berjalan. Meski begitu, keberadaan mereka terasa begitu jauh. Sebagian besar diri Moses mengambang jauh di dunia antah berantah. Ia diliputi oleh putih. Semesta putih yang cerah.
Ia hilang keseimbangan. Sensor kulitnya memang merasakan ada yang memandunya berjalan, tapi tetap saja sensai berputar tujuh keliling masih meliputi dirinya.
"Moses, pejamkan matamu." Itu suara Warok Belibis.
Moses pun sedari tadi sudah berusaha memejamkan matanya. Dunia yang begitu putih ini terlalu silau dilihat. Tapi, "Aku tak bisa merasakan mataku."
"Baiklah baiklah, jangan panik." Itu kata Warok Kepik. "Kau akan memancarkan cahaya yang terlalu terang. Warga desa akan kesilauan."
"Jadi, cahaya putih benderang ini berasal dari mataku?" tanya Moses, terkejut.
"Ya, kau telah menyerap energi dari Asta Pancar. Selamat, kau adalah Cakra Satria pertama yang mampu membuka delapan portal energi." Terang Warok Kepik.
"Ah, tapi ini rasanya buruk sekali. Aku tak bisa merasakan tubuhku. Seperti sedang di tempat lain."
"Mungkin itu hanya efek sementara." Kata Warok Belibis optimis.
"Sudah kubilang tadi kau seharusnya menutup mata." Timpal Warok Kepik.
"Kalian tidak memberitahuku sebelumnya. Orang kalau dilarang malah semakin dilakukan. Apalagi kalau refleks." Moses membela diri.
"Ya, maafkan kami. Sesungguhnya kami belum pernah berhadapan dengan Asta Pancar dalam kekuatan penuh. Kami pun selama beberapa detik hilang penglihatan karena silaunya." Moses merasakan kepalanya tengah dibebat kain. "Ini mungkin membantu untuk menjejakkan dirimu lagi. Gapai keseimbangan. Serap cahaya energinya." Ujar Warok Belibis dengan tenang.
Sepertinya Moses tengah dipandu oleh Warok Belibis seorang, ia mendengar seruan Warok Kepik yang mengusir warga desa untuk menghindar dari jalan. Sementara matanya masih tak bisa memberikan efek memejam ataupun menutup, Moses mengikuti panduan Warok Belibis. Sepertinya belitan kain di kepalanya berlapis-lapis karena kepalanya sedikit terasa berat. Pemandangan cahaya putih benderang masih tetap menjadi pandangan utamanya.
"Aku lemas sekali. Jadi ini ya rasanya buta." Moses terantuk. Warok Belibis menjaga jalan mereka berdua.
"Kita harus menemui Warok Sentadu, tapi, ke mana ia?" Warok Belibis berkata kepada Warok Kepik.
"Aku tidak tahu. Dari semenjak malam kedatangan anak manusia ini Warok Sentadu bersemedi kemudian hilang. Ia tampak cemas."
"Warok Sentadu meragasukma. Mungkin sedang mencari saluran komunikasi dengan Baureksa Luhur."
"Semoga tidak lama-lama, kau tahu kalau Warok Sentadu sedang meragasukma kadang memakan waktu lama sekali."
"Kasihan anak manusia ini, sementara kita tidak tahu banyak tentang Asta Pancar. Yang kita tahu adalah anak ini harus segera masuk ke kawah energi."
"Kawah energi seperti apa bentuknya?" tanya Moses separuh tidak sadar. Tubuhnya makin lemas dan langkahnya terseret, oleh Warok Belibis ia digendong.
"Kawah energi surya, kami menyebutnya. Ketika kawah itu terbuka atas izin Baureksa Luhur, dimensi Asta Lawang akan benderang sementara. Benderang cahaya yang indah. Langit kami akan menjadi kebiruan dan ada kapas-kapas raksasa beterbangan. Serta ada bulatan di langit, yang kami sebut surya. Bulat membutakan mata kalau terus-terusan dipandang." Warok Belibis senang menjelaskan hal-hal.
"Maksudnya matahari?"
"Jika itu yang kau sebut di tempat asalmu, berarti iya."
"Aku mau masuk ke dalam kawah energi cahaya, supaya kalian merasakan keindahan, juga supaya aku segera dapat menyelamatkan sepupuku. Di tempat asalku, cerita Gatotkaca juga dicemplungkan ke kawah energi untuk mendapatkan kekuatan dan menjadi otot kawat tulang besi. Tapi di tempatku, kawah itu disebut kawah Candradimuka. Di sana Gatotkaca digembleng oleh para dewa untuk menjadi pahlawan yang bermental berani dan berjiwa besar." Moses menceritakannya dengan nada mengantuk.
"Kalau begitu kau adalah Gatotkaca kami."
"Ya sudah, segerakan cemplungkan aku ke kawah candradimuka."
"Anak ini mabuk cahaya." Kata Warok Kepik.
Meski dirinya masih diliputi cahaya putih benderang, Moses merasakan dirinya sudah tertidur. Otot-ototnya rileks, denyut jantungnya perlahan, ia tidur tanpa kegelapan. Inikah rasanya terlelap dalam cahaya?
Di alam mimpi yang putih terhampar. Tidak ada langit tidak ada dataran. Moses kemudian melihat dirinya mewujud, di pusat alam mimpi itu. Tubuhnya transparan, sementara ada belitan kain yang seperti mengaliri kulitnya. Ia menganggap itu sebagai proses perubahan dirinya dari anak manusia biasa menjadi Cakra Satria atau juga Gatotkaca, terserah mana yang enak diucap. Alam mimpi yang sudah terang putih begitu, tambah terang lagi ketika dari dada Moses muncul tato bintang berujung delapannya. Pendarannya keemasan. Kemudian pilinan benang-benang cahaya mulai merambat, jalinannya seperti jalinan urat nadi. Membentuk dan mengisi tubuh transparan Moses di pusat alam mimpi. Otot kawat, atau otot emas? Matanya terbuka dan menyorotkan cahaya lebih terang lagi, seperti sorot lampu mercusuar. Menembus langit-langit alam mimpi, kalau alam mimpi itu punya langit-langit, kemudian alam mimpi yang serba putih itu meruntuh dan berubah menjadi angkasa raya. Betebaran bintang-bintang dan kejauhan tampak rangkaian galaksi. Begitu indah memanjakan mata. Seketika itu Moses menjadi ciut, ia bukan apa-apa di hamparan jagad raya megah. Sorot cahaya dari matanya terus merambat di ruang angkasa. Sebelum sampai ia menyentuh salah satu benda langit, Moses terbangun dari mimpinya. Matanya sudah mulai terasa rongga dan bolanya. Ia sudah mampu melihat sekitar walau masih ada sisa-sisa silau di ujung mata.
Warok Sentadu sudah muncul. Moses ditempeli sesuatu yang seperti daun di keningnya. Basah dan segar. "Apa yang kau rasakan?"
"Lebih baik. Pandanganku jadi lebih jernih."
"Tapi kau masih merasakan cahaya energinya?"
Moses mengangguk. "Semakin kuat."
"Bagus. Berarti kau siap. Kita tidak punya banyak waktu. Ada yang tidak beres dengan dimensi yang kita tinggali ini. Kau, akan membantu untuk membereskan itu."
"Juga menyelamatkan sepupuku."
"Ya, itu juga, jangan sampai lupa."
Bagaimana mau lupa, itu tujuan utamaku di sini. Batin Moses.
"Tujuan utamamu hanyalah secuil kecil masalah yang dimensi ini khawatirkan. Jadi, mari, kita mulai." Warok Sentadu dapat membaca pikiran Moses.
Warok Belibis dan Warok Kepik sibuk membuat jalan bagi Warok Sentadu dan Moses untuk menuju Palagan Wolu. Warga desa begitu antusias dan penasaran dengan Cakra Satria baru mereka. Mereka tentu sudah mendengar Moses berhasil membuka delapan portal energi cahaya. Itu membuat mereka menganggap Moses sebagai Cakra Satria terhebat sepanjang masa.
Warok Belibis dan Warok Kepik tidak digubris oleh mereka. Cakragraha dikepung oleh penduduk desa. Tidak ada jalan yang lowong untuk dilewati.
"Warok Sentadu, sepertinya tidak ada pilihan lain." Kata Warok Kepik.
"Baiklah." Warok Sentadu menebaskan jubah tangannya ke udara di atas kepala Moses. Sekejap itu mereka telah berpindah ke pusat Palagan Wolu. Menyusul kemudian Warok Belibis dan Warok Kepik agak jauh dari mereka.
"Di sinilah pintu kawah energi surya akan terbuka. Tepat di tempat kau muncul pertama kali di dimensi ini. Ambil jarak." Warok Sentadu menaburkan bubuk keemasan di atas pola delapan pusat Palagan Wolu. Tanah hitam legam itu seperti merekah, Moses berjalan mundur menghindari rekahan.
Pendar cahaya seakan merobek tanah hitam legam itu. Seperti ada raksasa terbuat dari cahaya yang menggali dari bawah demi menghirup kebebasan.
"Ketika kukatakan terjun, terjunlah kau." Pesan Warok Sentadu. Moses mengangguk.
Ini saatnya. Rakila, aku akan segera menyelamatkanmu, aku adalah Gatotkaca.
Rekahan itu makin besar dan makin berbentuk bulatan yang rapi. Seperti kolam karya seniman cermat. Benar kata Warok Belibis dan Warok Kepik. Moses seperti melihat langit dunianya sendiri. Tepat di atas kawah energi surya itu, langit Asta Lawang menjadi biru cerah.
"Terjun sekarang!"
Moses sempat kaget dan butuh sepersekian detik untuk meraih fokusnya kembali dari kekaguman langit Asta Lawang yang beda. Moses mengayunkan kakinya sekuat tenaga. Ia berlari. Ia berseru. Berteriak lantang. Terjunlah ia ke dalam kawah yang seperti kolam itu. Cahayanya terang menelan sosok Moses.
Namun, ada yang datang dari jauh sana. Warok Sentadu terlambat menyadari. Ada bongkahan yang terlempar, gerakannya membara seperti komet melintasi angkasa. Warok Belibis dan Warok Kepik menyadari kedatangan benda asing itu. Mereka berdua segera membuat jurus perintang. Mereka lompat ke udara. Tangan mereka membuat gerakan menyapu dan mengikat. Tapi benda asing berekor api itu lebih kuat. Mereka berdua terseret dan jatuh menghantam tanah hitam legam.
Gawat. Warok Sentadu tahu kawah energi jangan ditutup sampai yang sedang digodog selesai melaksanakan ritual penggemblengan jiwa mulia. Warok Sentadu mengerahkan energinya untuk memukul balik benda asing itu. Namun benda asing itu lebih kuat darinya. Dorongannya melebihi kekuatan tenaga dalam Warok Sentadu.
Tak dapat dihindari, benda asing itu telah menghancurkan rekahan kawah energi surya yang seperti kolam itu.
Warok Belibis segera bangkit dan memeriksa bendaasing itu. Wajahnya seketika terteror. "Ini Si Railutung!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro