Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sahabat

Cahaya Matahari mulai menerangi bumi, gadis kecil masih terlelap dalam tidur, tubuhnya lelah dan pikiran yang tenang karena akan melanjutkan sekolah di SMA luar biasa. Nenek dan Kakek hanya memiliki seorang putra, begitu juga dengan Mama Riana yang anak tunggal. Kedua orang tua gadis itu sama-sama anak tunggal. Kini ia menjadi anak tunggal karena Papa dan Mamanya telah meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan sepeda motor ketika Riana berumur satu tahun.

“Ri, Riri.” Sebuah suara yang sangat di kenal terdengar dari bali jendela kayu yang telah rapuh dimakan rayap.

“Mmm.” Riana sangat malas membuka matanya.

“Riri, bangun!” teriakan semakin nyaring dan ketukan di jendela.

“Urrg, hanya Zizi yang gila seperti ini.” Riana segera duduk dan membuka jendela.

“Apa?” Gadis itu hanya menggunakan kaos tidak berlengan dan celana sebatas paha, sangat tidak feminine.

“Riri, apa kamu tahu sebentar lagi akan jadi siswa SMA?” Fauzi menatap tubuh yang terllambat tumbuh menjada gadis remaja itu.

“Apa bedanya, aku tetap jadi atlet.” Riana menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Ayo kita olahraga.” Fauzi tersenyum.

“Aku mau mandi dulu, ayolah timba air untuk aku.” Riana turun dari tempat tidur dan mengambil handuk.

“Riri, apa kamu mau aku menemani kamu mandi?” Fauzi mengikuti Riana ke kamar mandi yang ada di belakang rumah. Sebuah tempat yang hanya berdindingkan daun kelapa tua.

“Cepatlah!” Gadis itu berdiri di depan sumur dan menatap tajam pada Fauzi.

“Ri, apa yang ada di pikiran kamu?” remaja tampan itu berjongkok di depan Riana, menatap gadis itu dari atas hingga bawah.

“Apa ia tidak sadar bahwa dia sangat cantik dan menawan?” Fauzi terdiam.

“Hey, Zizi. Apa yang kamu lihat?” Riana ikut berjongkok di depan Fauzi.

“Ya Tuhan, apa kamu tidak sadar bahwa kamu adalah anak perempuan?” Fauzi beranjak.

“Apanya perempuan, rambut pendek dan tiap hari menggunakan pakaian olahraga.” Riana menguyur tubuhnya dengan air sehingga memperlihatkan bentuk yang mulai menarik perhatian.

“Aku akan menunggu kamu di depan.” Fauzi pergi dari tempat mandi.

“Hey, Zizi. Kamu belum menimba air untuk ku.” Riana berteriak.

“Riana, kapan kamu akan bertingkah seperti gadis-gadis itu?” Fauzi duduk di depan rumah, mengusap wajahnya dengan kasar.

“Hey, kenapa wajah kamu merah?” Riana berdiri di depan Fauzi, gadis itu telah menggunakan kaos tanpa lengan dengan rambut yang masih basah dan tetap celana pendek sebatas paha.

“Riri, bisakah kamu tidak menggunakan celana yang terlalu pendek?” Fauzi memperhatikan Riana.

“Celana ini memudahkan aku berlari.” Riana duduk di samping sahabatnya, mereka telah tumbuh bersama dari kecil dan tidak pernah terpisah.

“Kenapa kamu pagi-pagi membangunkan aku?” Riana menatap wajah Fauzi.

“Kamu mau memberikan hadiah untuk kamu.” Fauzi menyerahkan kotak yang dibungkus kertas kado berwarna merah jambu.

“Hahaha, warna yang manis.” Riana tertawa.

“Selamat karena bisa bersekolah di SMA Luar Biasa.” Fauzi menyerahkan kado kepada Riana.

“Darimana kamu dapat duit membelikan aku hadiah?” Riana menatap Fauzi.

“Aku menabung.” Fauzi mengusap kepala Riana.

“Terima kasih.” Riana segera membuka bungkus kado dengan kasar dan cepat.

“Tidak lembut sama sekali.” Fauzi tersenyum.

“Wah, sepatu baru. Ah, untunglah warna biru.” Riana segera mencoba sepatu di kakinya.

“Sangat pas, terima kasih Zizi.” Riana mendekatkan wajahnya pada Fauzi membuat remaja itu kembali merasa panas.

“Apa kamu akan melupakan diriku?” ucap Fauzi pelan dan mengusap wajahnya yang mungkin telah memerah karena tingkah Riana.

“Siapa yang akan melupakan sahabat kecilku?” Riana mengacak rambut Fauzi.

“Jika sudah tinggal di asrama, jaga diri dan jangan pakai celana pendek lagi, kamu sudah besar.” Fauzi tersenyum.

“Aku tidak punya uang untuk beli celana baru.” Riana cemberut.

“Aku akan memberikan celanaku untuk kamu.” Fauzi tersenyum.

“Benarkah?” Riana terlihat bersemangat.

“Apa yang kamu pikirkan, simpanlah hadiah itu dan kita lari pagi sampai pantai.” Fauzi menggelengkan kepalanya, ia tidak menyangka gadis itu mau memakai pakaian sisa dari seorang pria.

“Apa kamu akan memberikan pakaian dan celana kamu untukku?” Riana terlihat serius.

“Lupakan, cepatlah!” Fauzi mendorong tubuh Riana masuk ke rumah agar bisa menyimpan hadiah dari dirinya. Remaja itu tersenyum melihat tingkah polos sahabatnya.

“Ayo berangkat.” Riana menutup pintu.

“Kenapa tidak di pakai?” Fauzi memperhatikan kaki Riana yang masih menggunakan sepatu lama.

“Aku akan memakainya ketika sudah berada di asrama agar aku terus mengingat kamu.” Riana tersenyum manis dan cantik.

“Gunakan celana olahraga yang panjang saja.” Fauzi membuka kembali pintu rumah itu.

“Kenapa?” Riana menatap Fauzi.

“Cepatlah!” Fauzi kembali mendorong tubuh Riana masuk ke rumah.

“Ada apa dengan kamu, dulu kamu tidak peduli dengan celana pendekku?” Riana segera memakai training olahraga.

“Bagaimana sekarang?” Riana berdiri di depan pintu, ia telah beganti celana.

“Baiklah, kita peregangan dulu.” Dua remaja itu melakukan pemanasan sebelum berlari menuju arah pantai.

Pagi Minggu yang cerah pantai Pasir Putih terlihat sudah ramai. Dua remaja itu berlari bersama menuju pantai berjarak tiga kilometre dari dusun mereka.

“Wah, ramai sekali.” Riana tersenyum.

“Kamu benar-benar luar biasa, tidak lelah sama sekali.” Fauzi memandang wajah dan rambut Riana yang telah basah, terlihat seperti seorang remaja laki-laki.

“Kita sudah terbiasa.” Riana berlari menuju laut, ia membuka sepatu dan bermain air.

“Zizi, harusnya tadi aku tidak usah mandi,” teriak Riana.

“Ri, tidak usah berteriak.” Fauzi duduk di pasir memperhatikan Riana.

“Kecantikan kamu akan terus tersembunyi di balik sikap cuek dan tomboy, aku berharap tidak ada pria lain yang menyadari kelebihan yang kamu miliki.” Fauzi tersenyum.

“Zizi, aku mau mandi air laut.” Riana tersenyum cantik.

“Tidak boleh, kamu tidak membawa pakaian ganti.” Fauzi melotot.

“Ah, aku lupa.” Remaja itu segera berlari  pinggir pantai.

“Hai, Riana.” Seorang remaja berdiri menghalangi Riana.

“Hai,” Riana menghentikan larinnya dan memperhatikan pemuda di depannya.

“Kamu Riana kan?” tanya pemuda tampan berkulit putih bersih.

“Ya, kamu siapa?” tanya Riana.

“Kenalkan, aku Rizky.” Pemuda itu mengulurkan tangannya.

“Siapa dia Riri?” tanya Fauzi.

“Aku tidak kenal,” jawab Riana santai.

“Aku hanya penggemar dari kursi penonton yang melihat pertandingan hebat seorang Riana.” Pemuda itu tersenyum dan menatap wajah basah atlet itu.

“Apa kamu tidak berpikir aku seorang pria?” tanya Riana.

“Bagaimanaa mungkin, cewek secantik kamu dikira laki-laki.” Rizky tersenyum.

“Apa kamu masih SMP atau sudah SMA?” tanya Riana.

“Aku sudah kelas dua SMA.” Rizky melirik Fauzi yang menatap dirinya dengan tatapan tidak suka.

“Apa kamu atlet?” tanya Riana lagi.

“Aku pemain basket.” Rizky tersenyum.

“Aku juga suka olahraga basket.” Riana tersenyum.

“Kamu suka semua olahraga.” Fauzi menarik tangan Riana dan berlari.

“Riana, kamu akan sekolah di mana?” teriak Rizky.

“SMA Luar biasa,” jawab Riana.

“Kenapa kamu harus mengatakannya?” Fauzi manatap Riana.

“Karena dia bertanya.” Riana tersenyum.

“Ya Tuhan.” Fauzi kesal.

“Kenapa?” tanya Riana.

“Taka pa, ayo kita beristirahat dengan minum dan makan buah kelapa.” Fauzi menghentikan langkah kaki dan menarik tangan Riana menuju sebuah pondok yang ada di tepi jalanan pantai.

“Aku tidak ada uang.” Riana menarik tangannya.

“Aku yang akan bayar.” Fauzi kembali memegang tangan gadis itu.

“Baiklah.” Riana bersemangat. Mereka berdua menikmati buah kelapa muda.

Sahabat sejati adalah orang yang selalu bisa menerima kita apa adanya. Mendapatkan sahabat sejati yang bisa mengerti setiap keadaanmu, baik senang maupun duka adalah anugerah. Kadang persahabatan antara wanita dan laki-laki akan menimbulkan rasa cinta dan suka, tetapi tidak berani untuk mengungkapkan karena akan membuat persahabatan itu hilang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro