Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

¹⁶ sesuai prediksi 🏳️

Enggak seperti sebelumnya--fokus ke sesi praktik meja--hari ini Aco memberikan task sesuai kisi-kisi troubleshooting. Geboy dan Randu diberi Honda Beat dengan spesifikasi dan permasalahan yang sama--kondisi enggak menyala. Tugas mereka ada dua: menormalkan motor itu dan memberikan servis berkala 32.000 km. Keduanya diberi waktu 60 menit.

Aba-aba dari salah satu juri memulai pertandingan. Geboy dan Randu segera mengerjakan tugas tanpa saling pandang, bersalaman, atau basa-basi lebih dulu. Dengan gaya dan pemahaman masing-masing, mereka memeriksa kendaraan customer bengkel dengan teliti dan hati-hati.

Fokus, fokus, batin Geboy terus menerus.

Ia sudah berhasil menyalakan motor milik-nya setelah menelusuri berbagai bagian yang bisa menjadi sumber 'kerusakan'. Meski terasa cepat dan sejenak mau bernapas lega, Geboy langsung meralatnya sebab Randu sudah memulai servis lebih dulu, entah sejak kapan. Ia pun tergesa-gesa mengambil tools dan memulai pengecekan. Sayangnya, sang lawan tampak berpindah posisi yang menunjukkan ia sudah satu step di depan.

Geboy yang semula pelan dan santai menikmati tugas itu sontak terlihat kalang kabut. Ia bahkan sempat salah mengambil alat dan berkali-kali meleset dalam menyetel sesuatu. Denting obeng yang jatuh ke lantai enggak terhitung lagi pengulangannya. Aco refleks menggigit bibir ketika melihat itu.

"Slow down, keep calm."

Aco terus mengulang kalimatnya yang hanya bisa didengar diri sendiri. Dua ucapan itu biasanya bisa menenangkan Geboy dari kepanikan. Tapi, enggak untuk sekarang. Ia cuma sanggup bergumam. Aco harus adil dan enggak condong ke salah satu saja.

Keringat dingin Geboy pun berdatangan. Degup jantungnya enggak karuan saat melihat jarum jam yang terasa makin cepat saja. Ia segera menampar diri lalu kembali fokus menyelesaikan keseluruhan servis. Kurang dari lima menit--sebelum waktu habis, Geboy berseru bahwa ia sudah selesai.

Sedikit aneh, Randu dua menit lebih lambat darinya.

"Oke, kalian bisa nunggu dan istirahat dulu," imbau Aco.

Geboy menelan ludah dan mengangguk. Sekilas, ia menoleh ke arah Randu yang tersenyum tipis menatap hasil kerjanya. Ia sungguh terlihat tanpa beban. Chill sekali. Saat mereka enggak sengaja saling pandang pun, Geboy hanya diberi seringai enggak terdefinisi yang agak menyebalkan.

Hanya lima menit dari itu, Komal dan Kira kembali ke bengkel. Gadis yang menenteng dua cup coffee dan satu box martabak manis itu segera mendekati Geboy dan duduk di sampingnya. Randu mendengkus, memutar bola matanya malas, lalu duduk di sofa yang terpisah jauh dari mereka. Ia memandangi lekat-lekat, berharap dirinya yang di sana, sambil memakai dalam hati. Sementara Geboy, sedikit melupakan hasil yang masih abu-abu dengan kopi dingin dan kepulan aroma mentega cair.

"Yah, gue telat, ya? Padahal pengen semangatin lo. Tadi tempat martabaknya antre banget, sih." Kira mengerucutkan bibir.

Sebelum menjawab, Geboy mengusir Komal menggunakan tangannya. Untung, sahabatnya itu cukup peka dan segera menyingkir. Kini mereka hanya berdua dalam satu kursi panjang.

"Sori, ya. Gue sengaja minta Komal ngajak lo keluar," ungkap Geboy jujur. Ia enggak mau membiarkan Kira clueless seperti ini.

"Maksudnya?"

"Ya biar lo gak lihat gue sama Randu tanding tadi."

Kira mengerutkan kening. "Kenapa? Lo malu? Atau gue ada salah?"

Geboy buru-buru menggeleng. "Nggak, kok. Tapi, ada suatu hal yang nggak bisa gue jelasin. Gue bener-bener minta maaf. Maybe next time, lo bisa nonton balapan gue aja. Gimana?"

Kira mengangkat jari kelingkingnya, menunggu Geboy menyambut. "Promise?"

"I'm afraid I can't keep it." Lagi, lelaki yang hendak menjaga perasaan sang gadis itu berpikir realistis.

"Please?" Kali ini Kira memohon.

Geboy pun mengembuskan napas panjang. "Oke, I'll try."

Senyum manis Kira pun mengembang sempurna. Lesung pipinya tampak sangat dalam dan menggemaskan. Geboy turut semringah saat gadis itu mau memaklumi alasan ia menutup mulut--guna menjaga harkat sang sepupu. Sayangnya, Randu enggak tahu apa-apa dan hanya menikmati senda gurau kelucuan Kira dari seberang. Ia makin tenggelam saat mendengar suara tawa yang menenangkan. Satu-satunya hal yang enggak ia suka hanya bukan dirinya yang berada di sana.

"Done!"

Aco keluar dari ruangan bersama lembar penilaian dari juri. Geboy dan Randu sontak berdiri serempak, lalu lekas menghampiri senior mereka. Kira beralih menghampiri Komal yang duduk dengan anak-anak Geng Senter. Semua antusias menunggu hasil. Enggak sedikit yang memangku tangan, menengadah dan berdoa--termasuk Komal. Usai diminta duduk dan memberi feedback tertulis pada Geboy dan Randu, Aco menarik napas dalam-dalam dan menyerukan:

"Hasil hari ini … Randu pemenangnya."

"Yes!" Hanya si empunya nama yang berteriak.

Setelah itu, bengkel kembali hening. Geboy menatap lekat kertas bertuliskan berbagai kekurangan yang ia perbuat, kemudian meremasnya kuat-kuat. Deru napasnya memburu. Bahkan untuk mendongak ke arah Aco saja ia enggak sanggup. Kebungkaman para anggota turut menambah gemuruh panas di dadanya.

Dengan ini, mereka pasti berpikir keruntuhan jabatannya berada di depan mata.

"Sat!"

Geboy membanting belasan kertas yang ia genggam, lalu beranjak keluar. Aco hendak menyusul dan menenangkannya, tapi Randu mengadang begitu cepat sampai ia ketinggalan jejak. Junior itu menahannya dan menyuruh untuk enggak melibatkan perasaan. Karena mulai sekarang, ia-lah yang menjadi muridnya, bukan Geboy.

Komal pun turun tangan. Ia menarik lengan Kira agar diam di tempat. Urusan ini, biarkan ia yang menghadapi.

Lelaki itu segera menuju parkiran, memastikan Geboy enggak cabut begitu saja tanpa pamit. Syukurlah, yang bersangkutan memang belum ke mana-mana. Tapi, ada sosok yang enggak terduga tiba-tiba di sana. Komal pun mundur, mendengarkan dari balik tembok penyangga.

Geboy masih mencerna situasi. Ia baru saja gagal, sesuai prediksi banyak orang--yang sebenarnya enggak sungguhan mereka inginkan. Lagi, ia berada di belakang Randu dan dipukul telak sampai lari-larian ke sini. Tamparan itu cukup membuatnya sadar untuk kembali memakan buku-buku teori dan memanggang tubuh di ruang praktik.

Jadi, enggak semestinya papanya ada di sini sekarang.

"Kamu gagal lagi, ya?"

"Gagal apa?" Geboy berlagak bodoh.

"Papa tahu semuanya."

"Dari?"

"Om kamu. Randu yang cerita."

Bangsat memang, batin Geboy kesal. Andai bisa, ia ingin menelan sepupunya itu hidup-hidup lalu dikeluarkan melalui anus tanpa dicerna sama sekali, begitu terus berulang kali sampai otaknya benar-benar bersih dan bisa menerima permintaan orang lain. Benar, ia sudah memperingatkan untuk tutup mulut, berjaga kalau Abi akan membesar-besarkan urusan seperti ini. Tapi nyatanya, Randu lebih memilih menceritakan segala hal sebagai ajang pamer, mungkin.

"Jadi benar, kan? Kamu kalah lagi." Abi mengulang pertanyaannya karena Geboy terus merenung.

Sang anak enggan menjawab. Ia paham papanya sudah tahu di luar kepala.

"Masih belum ada perubahan? Papa kira setelah belajar sama Aco, kamu bakal lebih baik lagi. Ck, ternyata emang dasarnya kamu aja yang kurang cepat nangkap."

Geboy mencengkeram pahanya. "Kalau Papa ke sini cuma mau ngomong gitu, mending pulang aja. Enggak, aku aja yang pulang. Permisi."

Abi segera menahan tangan putranya. "Jangan lari."

"Aku naik motor," Geboy mencoba bercanda tapi garing sekali, "Papa nggak perlu khawatir. Aku nggak akan mencelakai diri sendiri kayak kemarin. Sekarang Papa ke dalam aja, nyambut anak kesayangan Papa yang barusan menang itu."

Geboy menghempas tangan papanya, lalu menyalakan motor. Ia segera melesat keluar bengkel tanpa mengenakan helm. Komal pun berhenti menguping dan segera menyusul sebelum terjadi apa-apa.

🏳️

DAY 16
19 April 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro