Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

¹¹ martabak manis 🥞

Geboy bolos sekolah. Sebuah rekor yang akhirnya masuk ke daftar kenakalan ketua Geng Senter tahun ini. Biasanya mau sakit sekalipun, ia tetap berangkat dan menikmati tidur siang di dalam UKS. Tapi, lain dengan sekarang. Meski demamnya sudah turun dan cenat-cenut di kepala jauh berkurang, ia tetap enggan bergeser dari kasur. Padahal, sang empunya saja sudah mentas dari kamar mandi dan tengah sibuk memakai dasi. Komal hanya geleng-geleng saat Geboy mengunyah sisa martabak semalam yang mengeras dan dingin.

"Mau dibikinin surat izin aja?"

"Nggak usah. Entar ketahuan kalau gue sakit lagi."

Komal mengernyit. "Lah, kan emang nggak salah. Lagian pas masuk besok juga bakal kelihatan. Ngapain diumpetin?"

"Gue masuknya kalau udah nggak ada ini, jadi aman," tunjuk Geboy pada perban di kepalanya.

"Tetep ada bekasnya, lah. Dikira kita segoblok itu sampai nggak bisa bedain mana luka lama sama luka baru?"

"Tapi gue beneran nggak pengen mereka tahu. Lo diem aja. Besok gue masuk pake topi."

"Terserah, deh." Komal mengambil jam tangannya di meja belajar. "Berarti lo entar skip nongkrong juga?"

Geboy bergeming sejenak, lalu menggeleng. "Belum tahu. Gue kabarin lo kalau join."

"Oke."

Komal segera pamit ke sekolah setelah berpesan untuk sarapan, minum obat, dan istirahat pada Geboy. Hari ini orang tuanya pergi ke luar kota, jadi enggak ada siapa-siapa di rumah. Ia khawatir kalau terjadi sesuatu--mengingat semalam kawannya gelisah parah sampai mimpi buruk--dan berniat membolos juga, tapi Geboy melarang dan memintanya tetap masuk agar mereka enggak bego berjamaah. Lagi pula, Geboy mau menghabiskan waktu dengan bermalas-malasan. Enggak ada gunanya menunggu orang sakit yang sehat seperti dirinya begini.

Lelaki yang menumpang tapi berasa di rumah sendiri itu lantas bangun dan menuju dapur. Ia mengecek wastafel, mencari kegiatan yang bisa dilakukan, tapi nihil. Sepertinya Komal sudah membersihkan semuanya sebelum mandi. Ia bagai tamu spesial di sini. Walau bukan hal baru, rasa sungkan pasti ada di benak Geboy. Enggak tahu diri sekali kalau merasa sebaliknya.

Ia pun balik ke kamar dan mengecek ponsel. Sudah 16 missed call dan 36 unread message memenuhi notifikasinya. Dari semalam, mamanya terus mencoba membujuk pulang. Bahkan, wanita itu menghubungi Komal untuk memastikan keadaannya. Geboy sempat mau menurut, tapi setelah mendengar papanya menginterupsi, ia jadi malas lagi.

Untuk kali ini, biarkan ia memenangkan pikiran tanpa perlu mengurus perasaan orang tuanya.

Ting! Bangsat, buka hape lo!

"Hadeh, siapa lagi?"

Geboy mendengkus saat lagi-lagi ponselnya berdering. Dari ringtone-nya sudah jelas bukan dari Abi ataupun Tyas--sengaja dibedakan biar gampang. Ia pun segera mengecek dan detik berikutnya langsung menyesal. Kadar malasnya makin menjadi-jadi ketika membaca nama 'Setan Legendaris' pada layar.

Hah …, Geboy menghela napas panjang.

Dari: Setan Legendaris
Kata Kang Mus, lo kemarin masuk rumah sakit. Kenapa? Bokap gue yang nanya.

Sebuah excuse yang tampaknya kurang smooth. Geboy memutar bola matanya malas. Bilang saja mau menghina-hina lagi, batinnya. Terlalu sering chaos dengan sepupunya itu membuat Geboy kurang percaya dengan segala bentuk empati.

"Suruh bokap lo tanya bokap gue." Geboy mengetik balasan itu sambil bersuara keras.

Ia pikir dengan itu, semua akan berakhir. Ternyata enggak. Si Randu justru menelepon yang membuat Geboy kalang kabut sampai hampir menjatuhkan ponselnya ke lantai.

"Kampret!" umpatnya refleks. Ia pun segera menerima panggilan dan berniat menyumpahi macam-macam. "Halo! Lo--"

"Boy? Kamu nggak apa-apa?"

Eh? Raut Geboy berubah linglung. Ia mengecek lagi nama yang ada pada layar, lalu kembali mendengarkan suara yang masuk. Ini Om Pram, bukan tuyul peliharaannya.

"Halo, Om. Iya, aku nggak apa-apa. Kok Om telpon pake nomor Randu? Dia nggak sekolah?"

"Enggak, ini Om sama dia lagi kunjungan. Tadi sempat denger cerita kalau kamu masuk UGD. Sekarang udah nggak apa-apa? Nggak sekolah dulu, kan?"

Geboy garuk-garuk tengkuk. "Aman kok, Om."

"Syukurlah. Papamu belum cerita soalnya, jadi Om agak kaget. Lega kalau kamu nggak kenapa-kenapa. Jaga kesehatan, ya. Jangan diforsir banget tubuhnya. Kamu pasti bisa tetap di ketua Geng Senter, kok."

Hm ….

"Ma-makasih doanya, Om."

"Ya udah, kalau gitu Om tutup dulu. Atau kamu mau ngobrol sama Randu?"

"Ogah, lah. Najis banget."

"Ndu!"

Geboy masih bisa mendengar percakapan itu. "Nggak, Om. Aku mau tiduran lagi aja."

"Oh, oke. Cepat sembuh, ya. Nanti pas pulang Om mampir rumah. Mau dibawain apa? Pacenongan kayak biasa?"

"Bo-boleh, Om."

"Sip, istirahat gih, anak baik."

Telepon itu pun dimatikan. Geboy terpaku.

Hal yang membuatnya bengong menatap langit-langit kamar bukan perkara second round martabak manis topping keju dan oreo, bukan juga tentang fakta ia harus pulang sebelum omnya berkunjung ke rumah, tapi perhatian yang makin hari makin membuatnya overthinking.

Ia dan Randu beneran enggak tertukar, kan?

Ulang tahun mereka berbeda, jarak lima bulan--Geboy lebih tua. Garis wajah keduanya juga beda banget. Tapi, sifat papa Geboy dan Randu seperti salah tempat. Abi selalu meremehkan Geboy dan menggembar-gemborkan prestasi Randu yang seratus langkah lebih maju, sementara Pram terus menyemangati Geboy atas apa yang ia lakukan tanpa perlu memedulikan Randu, seakan yang dicapai putranya itu enggak ada apa-apanya alias nothing special. Ajaib sekali.

Menurut Geboy, itu menjadi salah satu yang membuat Randu amat alergi padanya.

"Bodo amat, lah."

Ia pun kembali berbaring, mengistirahatkan kepala yang menanggung banyak hal: teori, praktik, dan beban rumah. Geboy sedikit bersandar pada pinggiran kasur sambil menggulir pesan masuk. Ia lantas membuka dan membaca chat yang dikirim Aco. Lelaki itu sepertinya khawatir dan merasa bersalah, padahal ia enggak melakukan apa-apa. Geboy saja yang letoy dan mudah oleng.

Dari: Bang Aco
Lo udah oke? Belajarnya break aja ya, atau nggak usah lanjut sekalian?

Daripada ribet, Geboy menelepon saja. Untunglah seniornya itu bisa mengangkat panggilan. Mungkin sedang enggak ada kelas.

"Gue kira lo semaput berkepanjangan, Boy."

"Teori dari mana itu, Bang. Ngawur!"

Aco tertawa. "Kalau gini berarti lo udah fine-fine aja."

"Emang. Gue udah bisa bongkar mesin lagi, nih."

"Halah, jam segini aja lo telepon, nggak sekolah, kan?"

Ketahuan, Geboy terkikik. "Nggak sih, lagi males aja. Nggak karena gimana-gimana, Bang."

"Seorang Geboy males? Mustahil."

"Sekali-sekali nggak apa-apa, Bang Co."

"Iya, deh. Jadi gimana?"

"Tetep lanjut, lah. Kemarin baru sebentar doang. Kurang main."

"Ya lo-nya keburu tepar, sih."

"Sori, di luar prediksi." Geboy mengecek catatan pada kalender ponselnya. "Lo besok kosong kan, Bang?"

"Iya, tapi emang lo udah kuat?"

"Gampang. Lecet dikit doang ini. Gue tadi dikasih tahu Om Pram kalau Randu ikut kunjungan sampai bolos. Pasti ngelakuin sesuatu sih anak itu. Entah belajar apaan di bengkel, gue nggak nanya-nanya, Bang. Agak ketar-ketir jadinya. Udah jago makin jago, kan gawat. Gue nggak mau ketinggalan."

"Terserah lo kalau gitu, yang penting jangan dipaksa sampai kayak kemarin. Gue parno kalau anak orang sampai kenapa-kenapa. Apalagi bokap lo ngeri banget."

"Iya, iya, siap! Atur jamnya ya, Bang."

"Sip!"

Geboy pun mengakhiri percakapan itu. Setelah ini ia berniat menunggu Komal lalu memintanya untuk mengantar pulang. Meski tadi ada pesan baru dari papanya, ia tetap abai dan enggak sudi dijemput lelaki itu. Sebisa mungkin, Geboy mau menghindari pemicu rasa galau dan gelisahnya.

🥞

DAY 11
14 April 2023

Tidur dulu, bestie 🐣

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro