
07 •
"Bagusan yang mana?"
"Kan lo yang beli, ya terserah lah."
Perdebatan Hyunjae dan Stella masih berlanjut saat lelaki itu meminta pendapat pacarnya tipe ponsel mana yang bagus. Ini kan buat Stella, ya jelas Hyunjae harus tau ponsel jenis apa yang gadis itu mau. Namun, sudah 30 menit yang berlalu keduanya belum menemukan keputusan yang final.
Sampai pelayan toko sudah dua kali menegur mereka karena saling beradu dengan kencang. Pertama kali mereka mendapat pelanggan yang seperti ini sampai pemilik toko pusing.
Dan setelah perdebatan panjang, Stella menyerah dan memilih ponsel yang modelnya sederhana saja untuk Hyunjae. Menurutnya, itu disesuaikan dengan ukuran tangan Hyunjae yang sedikit lebih besar daripada tangannya. Dan dengan sombongnya dia mengeluarkan kartu debit daripada uang cash.
Mereka kembali ke dalam mobil dan melanjutkan perjalanan. Lokasi selanjutnya yang Hyunjae tuju adalah sebuah mall besar yang letaknya di pusat kota. Oke, Stella bisa melihat Hyunjae punya selera yang cukup tinggi.
Untung saja Stella tidak norak, paling tidak dia pernah ke mall dalam satu semester sekali. Hyunjae membawanya ke lantai atas tempat dimana ada food court berjejeran sepanjang mereka lewati. Meskipun ini food court, harganya bisa sama dengan uang makan Stella selama tiga hari.
"Cepet bilang mau makan apa, gue yang bayar."
"Ini gak ada nasi padang apa?"
"Ck, ini mall bukan warung makan nasi padang."
"Gue gak tau nama makanan yang ada di sini kecuali yang tulisannya pempek sama siomay."
Harus berapa kali Hyunjae kaget? Ini kesekian kalinya loh. Nama Stella itu artinya kece banget dan sumpah kenapa orangnya rada beda sama arti namanya sih? Hyunjae pun akhirnya hanya menghela napas pasrah.
Dia pun menawarkan salah satu food court makanan korea yang lagi trend akhir-akhir ini. Mereka duduk di sebuah meja sambil menunggu dan tak berapa lama kemudian makanannya sudah diantar sebanyak dua porsi dengan ukuran cukup bisa membuat mereka kenyang sampai malam.
"I-ini harganya berapa?" tanya Stella pada Hyunjae melihat makanan ini tersaji dengan sederhana namun ada kesan mewahnya.
"Dua porsi cuman seratus dua puluh ribu," jawab Hyunjae santai dan mulai makan.
Anjir, mahal banget sumpah. Mending buat makan warteg depan kampus bisa kenyang sampai dua hari. Tapi sayang aja Hyunjae udah beli mahal-mahal buat dia dan akhirnya mulutnya terpaksa mengunyah dan menelan makanan mahal itu.
Bicara soal mall ini, memang bangunannya sangat luas daripada yang pernah Stella kunjungi terakhir kali bersama Younghoon. Hampir tiga kalinya. Butuh sekitar dua jam untuk berkeliling tanpa mampir ke salah satu etalase toko. Karena ya memang seluas itu dan orang yang cuman jalan kaki dan naik tangga akan merasakan lelah dua kali lipat.
Menikmati makanan masing-masing tanpa obrolan apapun akan mengira bahwa dua orang ini sedang bertengkar, padahal mereka sama-sama bingung untuk melakukan obrolan apa.
Selesai makan, Hyunjae mengajak Stella untuk bermain permainan di game station. Di sana ada berbagai macam permainan yang bisa mereka mainkan, mulai dari balap-bapalan sampai mandi bola kesukaan anak kecil.
"Yuk main itu," tunjuk Hyunjae pada permainan tembak-tembakkan virtual di sebelah konter. "Seru kalau main berdua."
"Main aja sama bayangan lo sana."
"Astaga, La. Ayo buruan."
Lee pemaksa Jaehyun alias Hyunjae ini emang tipe yang harus dijedotin otaknya biar gak maksa orang terus. Pasrah karena ditarik masuk ke dalam game box, Stella juga harus ikut memainkan permainan ini. Dia gak tau aslinya cara mainnya dan jenis game tembak-tembakkan apa juga dia gak paham.
Emang Hyunjae bener-bener pengin digetok kepalanya pake senjata yang dia pegang tapi kasihan anak orang masa Stella mau siksa.
Baru dua menit permainan dimulai dan Stella sudah menjerit keras karena yang muncuk adalah sekumpulan zombie virtual melalui VR yang dia kenakan di matanya. Ngeri, sampai bulu kuduknya merinding hebat.
Kurang ajar Hyunjae, dia gak tau apa Stella lebih takut zombie daripada setan.
Karena udah takut banget sampai hampir gila gak bisa nembak dan zombie-nya malah nyerang orang yang dia mainin, Stella akhirnya copot VR itu dari matanya dan refleks memeluk Hyunjae.
Kepala dan tangannya sudah keringat dingin, dia pengin nangis beneran karena gak bisa buat gak takut sama namanya makhluk yang merupakan mayat hidup itu. Gegera film zombie yang dia tonton sama Devan, dua bulan dia gak bisa jalan sendirian.
"Huwaaa. Zombie-nya suru pergi, please," Tangan Stella semakin mencengkram erat pelukannya dengan mata tertutup setelah suara erangan dari game tersebut bergema.
Kasihan sekali, kata Hyunjae dalam hati. Akhirnya dia membawa Stella keluar dari sana dan menenangkan gadis tersebut disebuah bangku. Beneran nangis, air matanya turun hingga merembas membasahi pipi seputih permen kapas tersebut.
Jempol Hyunjae terus mengusap air mata yang masih saja mengalir dari bola mata gadis tersebut, jadi merasa bersalah dan gak tega.
"Udah, jangan nangis. Kita gak main itu lagi," ucap Hyunjae. "Beli ice cream aja yuk?"
"Gue bukan anak kecil," balas Stella yang masih sesenggukkan pelan. Ya ampun, dia belum pernah nangis di depan orang-orang dan baru kali ini dia nangis lagi karena takut banget. "Mau pulang," pintanya pelan.
"Kita ke ATM dulu. Tadi pas habis makan lo katanya mau cek saldo kan? Gue anter mumpung di dalam mall ada ATM lengkap," ajak lelaki tersebut dan memapah kekasihnya yang baru tenang.
Hyunjae pamit ke toilet langsung yang tepat ada di sebelah jejeran mesin ATM tersebut. Dipisahin satu gudang kok, jadi mesin gak akan rusak karena rembasan air toilet. Stella akhirnya mengantri dulu karena bank yang dia tuju masih antri oleh orang-orang yang juga memiliki tujuan yang sama.
Sementara itu, Hyunjae bergegas menchat Younghoon --mumpung temennya itu lagi on. Sesuatu yang Hyunjae butuhkan dari Younghoon berhasil dia dapatkan.
Setelah melakukan sesuatu lagi, dia keluar dari toilet dan menghampiri Stella yang juga kebetulan sedang dalam giliran dan baru saja memasukan PIN. Untung aja Hyunjae gak ambil uang di situ, bisa dikeroyok bapak-bapak yang ada di belakang Stella.
Mata Stella membulat saat nominal dalam rekeningnya sudah dalam jumlah banyak. Bukan hanya itu, itu bukan jumlah yang biasa dikirimkan orang tuanya setiap bulan --bahkan jauh lebih banyak.
"I-ini.. ada orang nyasar kasih duit apa gimana? Kenapa di rekening malah ada empat juta eta," herannya memandang jumlah saldo tersebut.
"Mba kalau udah gantian dong!"
"Iya nih."
Orang-orang mengeluhkan Stella yang berdiri lama di sana hingga membuat gadis itu mau tak mau harus segera pergi atau bisa dicibir satu deretan tersebut.
Dia masih bingung bahkan sampai sudah berada di dalam mobil Hyunjae. Dia menatap kartunya lagi dan mengerjap tak percaya. "Ini serius kan kartu gue? Tapi gak mungkin ketuker sih, masa kebetulan PIN nya sama."
"Udah sih, rezeki jangan ditolak. Anggep aja emang Tuhan lagi baik sama lo makanya kasih hadiah kayak gini, La."
Hyunjae berlagak seolah tidak tau apa-apa, padahal dia lah yang mengirimkan uang tersebut ke rekening Stella atas dasar memalak Younghoon dengan iming-iming traktir seblak. Jangan tanya kenapa Younghoon ini gampang dipalak, anaknya aja doyan makanan gratis.
"Tapi.. gak bisa! Jelas ini bisa bikin gue pusing tau. Gimana kalau tiba-tiba ada orang kirim pesan terus minta duitnya dibalikin? Dan nominalnya bakal lebih gede dari yang gue duga?"
Overthinking mulu, heran aing.
Hyunjae memilih tak menanggapi dan fokus pada jalanan lurus di depannya ketika tangannya pun mulai pada stir kemudi. Perjalanan mereka hanya dihiasi dengan sunyi dan diam.
Tidak heran, mereka pasangan aneh. Dikit-dikit marah, dikit-dikit adu bacot, dikit-dikit diem, dikit-dikit overthinking.
"Udah sampai di depan kost lo," kata Hyunjae menepikan mobilnya di depan sebuah rumah tingkat sebagai hunian harian anak kost yang berasal dari luar daerah.
Stella mengucapkan terima kasih atas traktiran makan siang tadi pada Hyunjae sekaligus mengantarkannya pulang dengan selamat. Namun, saat tangannya hendak membuka pintu mobil, Hyunjae mencegahnya dulu.
"Eits, tunggu dulu."
"Apa lagi?"
Sumpah, ini Hyunjae udah kayak om-om penculik. Ditahan mulu Stella-nya. Susah buat pergi.
"Nih hp buat lo. Gue emang sengaja suruh lo milih biar bisa digunain sesuai kebutuhan. Hp gue masih cukup berfungsi kok --sengaja juga gue bilang gini terakhiran karena pasti lo bakal nolak," jelasnya kemudian menyerahkan ponsel baru tadi ke Stella.
"Gak, Je. Makasih. Gue tau lo baik, tapi gue gak bisa nerima pemberian lo ini."
"Kenapa?" Rautnya berubah kecewa.
"Gimana pandangan yang lain kalau gue tiba-tiba punya hp baru? Anak kelas udah tau hp gue rusak. Gue gak enak dikasih kek gini, apalagi sama lo. Selama gue bisa beli sendiri, gue gak perlu dikasihani." Final Stella lalu langsung keluar dari mobil tersebut dan masuk ke dalam gerbang kost.
Ponsel tadi masih ada di tangan Hyunjae. Dia kecewa karena gadis itu menolak. Hyunjae seumur hidup tidak pernah melihat wajah yang menolak dengan tegas seperti itu. Hanya Stella saja.
Padahal Hyunjae tau kalau Stella sangat membutuhkan ponsel, apalagi setelah melihat nominal yang dia transfer dengan jumlah yang saldo dalam rekening Stella setelah dia kirim diam-diam uanganya hanya selisih 37 ribu saja.
"Hoon, ternyata lo bener. Stella bukan cewek biasa. Susah buat dapetin hatinya yang keras kayak batu apalagi kalau udah ketemu gue." Hyunjae meletakan ponsel itu ke kursi belakang. "Tapi seenggaknya gue tau dia ternyata lebih banyak punya ketakutan dibandingan wajah sok tegarnya itu."
Tidak berlama-lama Hyunjae ada di sana, dia mulai meninggalkan kawasan tersebut untuk menuju ke kostnya yang ada di Perumahan Berlian.
-- TBC --
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro