Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Kurang Waras

Sekian, terima nilai bagus & traktiran ayam bakar lamongan, Guru!!!

Bibir Alzam melengkung senyum mendapati catatan tambahan di akhir jawaban soal Asmaraloka. Bombastis. Gadis yang sudah berstatus menjadi istrinya ini benar-benar perlahan sungguh berubah sikap menjadi lebih lunak.

Alzam pun mulai satu persatu mengoreksi jawaban soal fiqih wanita yang dirinya berikan secara mendadak. Soalnya seputar haid, nifas, dan istihadoh.

"Gimana, Guru? Nilaiku bagus, 'kan?" tanya Asmaraloka, sudah tidak sabaran ingin mengetahui nilainya. Soal tadi mudah-mudah. Pokoknya pasti nilainya bagus dan dapat traktiran ayam bakar lamongan malam ini juga.

Satu manusia yang barusan ditanya itu justru tetap bungkam. Kedua kelereng matanya fokus ke arah buku di meja dengan sebelah tangan memegang pulpen, siap menuangkan nilai di lembaran soal Asmaraloka.

Penasaran tingkat tinggi, Asmaraloka mengomando kelopak matanya agar jangan mengedip sebagai aksi memantau gerak-gerik pulpen yang dipegang Alzam.

Dan ... pulpen bertinta hitam itu mulai menancap ringan di lembaran soal, siap membaretkan 2 angka sebagai hasil kerja keras Asmaraloka.

Namun, rupanya Asmaraloka salah duga, bukan 2 angka yang dibaretkan, melainkan tulisan Arab; جيّد ( jayyid).

"Ini baru permulaan, soalnya mudah, Asmara. Besok soal lagi dengan yang lebih rumit. Dan nilainya, gurumu harap kamu bakalan mengalami perkembangan jadi jayyid jiddan atau mumtaz," ujar Alzam seraya menyudutkan buku di meja ke hadapan Asmaraloka.

Mendengar itu, usai mengamati nilai jayyid-nya yang berarti bagus, tinggal melirik ke arah Alzam dengan tatapan sebal.

"Sebenernya gurumu ini bisa saja menilai jawabanmu barusan jayyid jiddan, tapi karena kamu malah mengajak bercanda dengan membuat catatan traktiran, akhirnya guru hanya bisa memberimu jayyid," jelas Alzam, wajahnya dingin, menambah sebal Asmaraloka yang tetap diam tak berkutik. Jawaban  Asmaraloka tadi benar semua, tapi catatan traktiran tadi menyalahi kode etik.

"Bercandalah selagi kelas berakhir ... dengan suamimu," imbuh lelaki sawo matang ini.

Seketika, sepasang mata kelam Asmaraloka melebar.

"Kamu mengamalkannya 'kan, Asmara?" selidik Alzam. Sebelah alisnya terangkat. Enggan peduli dengan keterhenyakan Asmaraloka tentang bercandalah selagi kelas berakhir ... dengan suamimu.

"Mengamalkan apa, Guru?" Kening Asmaraloka mengkerut. Dia belum paham arah pembicaraan guru barunya ini yang ternyata menyebalkan. Sangat menyebalkan malah, sama saja seperti saat di luar kelas mengaji.

"Yang tadi, haid-istihadhoh itu, fiqih wanita. Kamu mengamalkannya 'kan?" jelas Alzam.

Baru paham. Mulut Asmaraloka membuka untuk ber-oh sejenak. "Aku mengamalkannya kok, Guru."

Lega mendengar itu, kepala Alzam mengangguk.

Asmaraloka menutup bukunya. Menghela napas. Sepertinya mulai sekarang dia harus belajar dulu sebelum mengaji, takut soal dadakan lagi, setelah ini dia berniat mencari buku keterangan risalatul mahid-nya saat mondok di Sleman itu di lemari buku-buku lawas miliknya.

"Nilaimu bagus, jadi maunya ditraktir kapan?"

Tapi tunggu, mendengar suara bariton barusan, sepertinya Asmaraloka memilih menunda mencari buku keterangan risalatul mahidh di malam ini. Dia sudah merasa lapar sejak menggarap 5 soal tadi, itulah kenapa jadi bercanda traktiran ayam bakar lamongan. Jadi--

"Maunya ditraktir malam ini, Guru!" tegasnya.

***

Akhirnya Asmaraloka sungguh ditraktir ayam bakar lamongan di rumah makan terdekat. Mereka datang berdua, awalnya mengajak Adam untuk ikut serta, tapi tidak berkenan, jadi niatnya nanti dibelikan ayam bakar yang dibawa ke rumah saja.

"Kalo mumtaz itu apa sih artinya?" tanya Asmaraloka di sela menunggu pesanan ayam bakar miliknya.

"Artinya sempurna atau istimewa," sahut Alzam, dia sedang sibuk dengan benda pipih di sebelah tangan.

Ternyata artinya itu, Asmaraloka baru tahu. Tapi besok malam kalau dapatnya jayyid jiddan--alias bagus banget--tidak buruk juga, setidaknya ada peningkatan. Tapi kira-kira bakalan ditraktir lagi tidak?

Asmaraloka tersenyum geli. Bisa-bisanya pikirannya jadi dipenuhi traktiran melulu. Tak berselang lama, edaran matanya kembali fokus ke Alzam yang lagi tumbenan banget sibuk sama ponsel terus. Dia jadi penasaran, sebenarnya ada apa di layar ponsel milik Alzam itu. Ah sial, dia juga jadi sebal karena merasa dicueki, padahal sebelumnya apa? Bercandalah selagi kelas berakhir ... dengan suamimu.

Gadis bergingsul ini menghempaskan napas. Mengutuki pikirannya yang jadi kurang waras, malah kepikiran omongan Alzam soal itu.

Detik kemudian, Asmaraloka pun memilih menyambar teh hangatnya, menyesap perlahan sembari otomatis mengamati Alzam yang duduk berhadapan dengannya ini. Mengamati diam-diam gerak-gerik Alzam yang baru saja menaruh ponselnya ke meja dengan muka menahan galau. Kira-kira galau kenapa? Hm, jadi kepo berat.

"Kamu kenapa?"

Lamunan Alzam buyar begitu mendengar suara Asmaraloka.

"A-ada apa, Asmara? Kamu mau tambah satu porsi ayam bakar lagi? Atau mau satu porsi bebek goreng?" sahut Alzam dengan gugup. Dia mencoba menyembunyikan sedemikian atas pikiran rumitnya yang sebenarnya tidak berfaedah untuk dipikirkan.

Bukan menyahut, Asmaraloka justru menaikan sebelah alis, menyelidik dalam senyap. Tingkah Alzam tidak seperti biasanya. Mukanya juga kentara menahan galau. Ada apa sebenarnya?

"Makanku nggak sebanyak itu, jadi nggak perlu tambah porsi," timpalnya, "Kangmas lagi galau mikirin apa sih?"

Alzam terhenyak mendengar selidikan Asmaraloka yang bisa-bisanya mencium bau-bau dia ini sedang galau.

"Nggak ada apa-apa," dalihnya.

"Bohong." Langsung terkena cibir Asmaraloka, kemudian sebelah tangannya terulur meraih ponsel Alzam yang menganggur di meja. Membuka kunci pengamanan benda persegi panjang itu yang sudah dihafalnya, dan ... langsung muncullah sesuatu di layar. Sebuah clue.

"Asmara."

Enggan peduli dengan panggilan yang menerobos gendang telinganya, Asmaraloka kukuh mengamati sesuatu yang ada di layar ponsel Alzam.

Sebuah undangan pernikahan digital.

Khumaira & Hariri

Dalam sekejap, kedua mata Asmaraloka melebar membaca nama dua sejoli yang hendak menikah itu.

Khumaira? Gadis yang diem-diem ditaksir Kangmas? Jadi ini alasan Kangmas galau?

Pertanyaan penuh terkaan ini menggaungi pikiran Asmaraloka. Kilatan matanya perlahan beringsut terfokus ke arah pemilik wajah teduh di hadapan.

Lelaki ini tetap bergeming saat saling menimpal tatap. Sorotan matanya kian mendingin, tampak sekali tengah menahan galau kian dalam. Sebenarnya dia ingin meminta maaf karena telah lancang memikirkan gadis lain sedemikian dalam malam ini tanpa bisa diengkannya.

Entahlah kenapa pikirannya mendadak korslet, hatinya patah atas kenyataan gadis yang diam-diam disukainya hendak menikah dengan lelaki lain.

Tapi buat apa juga meminta maaf pada Asmaraloka 'kan? Gadis itu pasti tidak akan peduli soal begituan. Toh, gadis itu juga tak mungkin merasakan patah hati mendapati suaminya ini galau atas gadis lain, bukankah yang ada di pikiran Asmaraloka hanyalah Matteo?

Kangmas, sebut Asmaraloka dalam benak sembari masih menatap pandangan mata dingin Alzam. Pegangan sebelah tangannya pada ponsel Alzam mengeras. Entah kenapa, dadanya terasa sesak mendapati kenyataan ini. Kenyataan Alzam bisa galau memikirkan gadis lain. Kenyataan ... Alzam tak kunjung meminta maaf padanya sebab telah lancang memikirkan Khumaira di depan matanya seperti ini.

______________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro