Bab.14
Zaer, pencari cinta sejati
Hatiku sedang membara tapi saat bersamaan juga bahagia. Ciuman kami sungguh memabukkan, Thalysa dan rasa bibirnya yang menggoda, aiih! Aku jadi makin cinta.
Kalau nggak karena si Xoxo datang menganggu, pasti sekarang kami masih bermesraan. Setidaknya sedikit lebih lama. Ganguan hubungan kami hari ini banyak sekali, tidak hanya dalam bentuk Xoxo tapi juga manusia-manusia bebal yang lebih percaya pada ketakutan batin mereka
"Ayo! Tebang! Mana kampak kalian!"
"Nggak mempan, Kang. Kampakku rusak nih!"
"Ambil gergaji listrik, buruan!"
Dari tempatku berdiri kulihat para penduduk kampung bergerombol. Mereka tidak hanya sedang berdiskusi tapi juga memandang tertarik pada sekelompok tukang yang berusaha merobohkan rumah kami. Para cecunguk itu—entah siapa yang memerintahkan—sangat berambisi untuk merobohkan beringin. Kulihat di bawah, Thalysa pergi meninggalkan kerumunan dengan Xoxo di belakangnya. Kami bertatapan dan kurasa dadaku berdebar, cantiknya dia.
Setelah aku mengawasi dia pergi, bersyukur setidaknya dia aman. Perhatianku seluruhnya kucurahkan pada manusia-manusia licik di bawahku. Entah udah berapa kampak yang rusak, gergaji listrik yang nggak mempan, tetap saja mereka penasaran.
Ada satu sosok yang cukup menggangguku. Berwujud manusia tampan— tapi masih kalah tampan sama aku— dia berdiri di atas atap rumah Thalysa. Tidak melakukan apa-apa, hanya memandang kerumunan orang dengan bosan. Seperti sadar sedang kuawasi dia mendongak, mata kami bertatapan lalu dia menghilang begitu saja. Ehm, mencurigakan.
"Bang, harus kita apain mereka?" tanya Tuyul sambil bersalto melayang di depanku. Memecah perhatianku.
"Mau diapain? Entar juga mereka capai sendiri."
"Tapi gue kesal, Bang. Waktu bobo siangku jadi terganggu."
"Lo berdua Gantung kagak ada beda, tidur mlulu!"
Dengan mulut mencebik, tuyul meluncur turun ke arah kerumunan. Dasar, pasti dia mau usilin mereka. Selama tidak mengancam keselematan manusia, kubiarkan saja. Dari tempatku berdiri, kulihat mertuaku menggelengkan kepalanya dan masuk kembali ke dalam rumah. Om Adi memang keren, tidak reseh seperti para penduduk kampung yang lain.
"Bagaimana ini, gergajinya juga rusak!"
"Aduh, pada bego banget sih, kalian! Tebang pohon gini aja nggak bisa!"
Kulihat seorang laki-laki bogel berambut keriting pendek mengamuk dan menyemangati para pekerja. Sementara bisik-bisik penduduk kampung yang melihat penebangan terdengar santer.
"Eih, Pak. Tebang pohon sih tebang tapi pakai celana dong?" celetuk salah seorang penduduk.
Nyaris aku tak bisa menahan tawa saat kulihat para penebang menutup pinggang mereka dengan malu. Celana mereka dilorotin oleh tuyul yang sekarang bersalto ria di sekitar pohon. Tidak hanya itu, tuyul juga mencabut colokan listrik, membunyikan alarm mobil dan membuat gaduh.
Suara tawa terdengar bersamaan dengan alarm mobil yang memekakan telinga. Dengan sekali jentik kugoyang pohon di bawahku. Daun-daun rontok seketika, banyak yang menjerit ketakutan.
"Jangan takut, ayo, tebang!" teriak si bogel tak mau kalah. Suaranya berbaur dengan teriakan para penduduk yang sekarang mulai berlarian kembali ke rumah masing-masing. Kuhitung cepat, tersisa sepuluh orang pekerja dengan kampak dan gergaji listrik, tangan mereka sibuk merapikan celana atau mengotak-atik mesin. Aku meluncur turun tepat di samping si bogel yang berteriak marah, kutiup telinganya. Kekagetan mewarnai wajahnya yang berjerawat, kutiup sekali lagi. Tak lama dia berteriak keras sambil berlari pergi.
"Han-hantuuuuu! Kabuuuuur!"
Tuyul tergelak saat para pekerja tunggang langgang. Ada yang celananya robek karena tersangkut, ada yang menangis karena terpeleset dan si bogel berlari mendahului yang lain. Sementara si gantung terlihat bosan dengan pemandangan di bawahnya. Setan yang satu itu emang luar biasa tenangnya. Saking tenang sampai kelihatan bego.
"Tuyul, lo sama gantung jangan kemana-mana hari ini. Jaga beringin ini, gue mau ke tempat Alysa."
Yakin keadaan aman, aku menghilang di udara dan muncul di tempat kerja Thalysa. Mall ramai seperti biasanya. Melongok ke kanan-kiri tapi sosok Thalysa nggak ketemu juga. Aku melangkah menuju kamar mandi wanita, ingin masuk ke dalam tapi tak berani. Masa iya laki-laki masuk ke dalam toilet wanita? Emang aku cowok apaan? Sepuluh dua puluh menit dia tak jua keluar. Saat itulah aku melihat seorang wanita tinggi bertahi lalat di dagu yang kukenali sebagai teman Thalysa. Kuiikuti dia dari belakang, di tempat yang agak sepi kuhembuskan mantra ke belakang kepalanya. Seketika dia berbalik dan berkata dengan ceria seakan-akan ada teman menyapanya.
"Thalysa sudah pergi, hari ini dia kena shift pagi."
Lalu seakan tak terjadi apa-apa, dia berjalan santai ke tujuannya semua.
Aku garuk kepala yang nggak gatal. Merasa aneh dengan Thalysa yang tidak memberiku kabar.
Ugh! Mendadak dadaku terasa sakit! Ada apa ini. Dengan terengah aku ambruk ke lantai. Jika bisa berkeringat aku pasti sudah berkeringat. Rasanya seperti ada yang menyedot tenaga dan napasku. Ada apa ini?
Kuputuskan untuk duduk dan menenangkan diri. Kujulurkan sulur dan membelit tubuhku sendiri. Mencoba menyalurkan pijar api untuk memberi kekuatan.
Berhasil! Tenagaku perlahan pulih.
Bingung sekarang harus ke mana mencari kesayanganku. Akhirnya kuputuskan pergi ke rumah Xoxo, jangan-jangan Thalysa pergi ke sana.
Dengan sentakan kesal aku berputar di udara dan menjejakan kaki di atap rumah Xoxo yang besar bukan kepalang. Merasakan aura di dalam rumah makin lama makin terasa suram. Apa aku akan melihat si Mbak hantu sexy di sini?
Dasar apes! Bukan ketemu si Mbak atau Thalysa malah lihat muka jelek si jin burik. Dia terlihat bingung dengan kedatanganku. Kulambaikan tangan menyuruhnya mendekat.
Si burik menggeleng, terlihat enggan melihatku. Gemas kujulurkan sulur dan mengikat tubuhnya. Dia menjerit bagai bayi, kutarik sulur dengan kekuatan penuh dan membuat tubuhnya bergelindingan di atas atap.
"Eih, Burik! Berani lo ya, ngebangkang perintah gue?" sentakku marah.
"Ampuun, Bang. Ampuun, sakiiit!" Tubuhnya kaku tak bergerak.
"Udah, jangan nangis. Cengeng lo!" Aku menunduk di atas tubuhnya. "Kasih tahu gue, di dalam ada cewek gue nggak?"
Si burik menggeleng cepat. Tubuhnya perlahan menyusut. Jika dibiarkan bisa mengecil sebesar bayi. Aku menarik sulurku, jin burik yang sekarang bebas bersimpuh di kakiku.
"Bang, ampuni aku!"
"Siapa yang mau bikin lo celaka, sih? Gue cuma mau cari cewek gue. Ada nggak?"
Si burik menggeleng. "Nggak ada, Bang. Kalau nggak percaya masuk saja."
Tanpa disuruh dua kali aku menghilang dan muncul di sebuah ruangan besar. Ada banyak perabot antik di ruangan ini. Bisa kurasakan beberapa barang dihuni makhluk tua dan mereka memang tidak berbahaya. Suka mendiami barang antik sebagai rumahnya. Manusia saja yang aneh suka memuja mereka. Coba bisa lihat wujud aslinya, pasti pada muntah-muntah.
Sebuah suara lirih mengalihkan perhatianku dari keris, guci dan lainnya. Penasaran aku menghampiri asal suara. Pemandangan yang kulihat sungguh membuatku tercengang. Si Xoxo sedang memangku cewek dalam keadaan nyaris telanjang dan berciuman penuh nafsu.
Sial!
"Sayang, kapan kita akan menikah?" desah si wanita.
"Tahun depan, Sayang. Sesuai dengan rencana awal kita." Kulihat Alexo membelai tubuh montok si wanita dengan penuh hasrat.
"Sudah tidak sabar ingin menjadi istrimu dan menyatukan perusahaan Papamu dan Papaku."
"Aku juga, Sayang."
Percakapan mereka membuat darahku mendidih. Selama ini ternyata dia punya wanita lain tapi berpacaran dengan Thalysa. Keterlaluan.
Apakah Thalysa tahu?
Apakah karena ini Thalysa menghilang?
Kudengar suara gemericik hujan di luar. Aku melangkah ke teras, meninggalkan si penghianat. Mendadak kilat menyambar dan hujan turun bagai ditumpahkan dari langit. Tidak ada tanda-tanda di mana gadisku berada.
Kuputuskan untuk menghilang dan langsung menjejakkan diri di rumah Thalysa. Ada Om Adi dan istrinya yang sedang berdiri cemas di teras. Saat melihat kehadiranku Om Adi datang menghampiri.
"Zaer, Alysa nggak bersama kamu?"
Aku menggeleng. "Aku lagi cari dia Om. Nggak ketemu di mana-mana."
"HP-nya nggak bisa dihubung. Kemana dia?"
Dari ujung mata kulihat Ibu Thalysa menangis. Om Adi menepuk punggungnya dan mereka menunggu dalam diam sementara hujan turun makin deras.
Thalysa, Sayang!
Kamu ke mana?
Hari kami makin suram, sampai keesokan harinya Thalysa tidak jua pulang.
Rasanya seperti ada yang menarik separuh jiwaku ke luar. Aku kehilangan cintaku
***
Pembelian PDF WA : 085811788865
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro