Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. kemana Ashyela?

Happy reading!!

Masa putih abu-abu adalah masa dimana mencari jati diri, namun tak pernah terpikirkan sama sekali bahwa dirinya akan dijodohkan, walaupun itu memang karena kesalahannya sendiri. Sebenarnya dari awal ia sudah memikirkan akibat dari perubahan itu, tapi ini sangat di luar nalar gadis cantik itu. Keluarga Myesha memang sangat melarang hubungan pacaran, berteman dengan siapapun boleh, namun pacaran, no!
Garis keras!

"Gue nggak bisa bayangin om Nendra ngelakuin hal itu," ujar gadis berperawakan tinggi yang disampingnya ada manusia yang lebih pendek darinya.

"Tapi, kalau om udah kek gitu, itu paten, gila. Nasib Ashyela gimana ya ampun adek gue...." Gadis dengan rambut tergerai dan liptint merah itu tak kalah heboh, untung saja ia tidak menabrak seseorang yang berjalan disampingnya.

"Gimanapun kita harus dukung Ashyela, lo bisa kan, Ra? Nggak usah alay gitu." Ranty hanya menyengir mendapat tatapan dari Calista.

Setelah Ganendra memberi tahu bahwa Ashyela akan dijodohkan, selepas itu Ashyela menangis tanpa suara dan malamnya Ashyela bercerita kepada Calista dan Ranty. Sebenarnya Ashyela enggan bercerita tentang masalahnya, namun karena paksaanlah Ashyela pasrah menceritakan.

"Itu mata kenapa sembab?" Tanyanya pada Ashyela dibalik layar gawainyaTadinya hanya via telpon namun diubah menjadi video call, habislah Ashyela kena serangan beribu pertanyaan dari kedua sahabatnya.

"Lo, abis nangis?" Tanya Ranty, dan benar saja Ashyela kembali meneteskan air matanya. Ashyela sebenarnya lemah, tidak bisa menahan air matanya. Kadang, hanya dibentak saja ia hampir sesenggukan, tetapi ia selalu melihat keadaan dan siapa orang yang membentak dirinya. Seperti sekarang ini, jika ia habis menangis dan ditanya 'kenapa, ulah siapa' air matanya kembali menetes.

"Nggak papa kok."  Menggeleng pelan dan tersenyum lebar, namun senyumnya penuh dengan luka, kedua sahabatnya pun tahu itu, bagaimana tidak tahu mereka sudah bersahabat sedari zaman mereka masih cadel.

"Cerita aja," ucap Calista yang masih dijawab dengan gelengan.

"Karena Farrel? Tapi gue nggak yakin kalau Farrel macem-macem, terus lo nangis sampai mata sembab begitu," ujar Ranty yang menambah deras rintik air matanya.

"Lo si! yaudah cerita sama kita." Calista terus meyakinkan Ashyela untuk menceritakan, pelan-pelan akhirnya Ashyela menceritakannya.

"Kalau tu bocah nangis rasanya gue pen nangis juga, tapi gue tahan mati-matian tadi malem, kalau gue ikutan nangis tambah kejer tu bocah."

"Makanya, malah elo tadi malem bilang bawa-bawa Farrel juga, hadeh. Ranty gelo." Calista menonyor Ranty, kemudian duduk di bangkunya, kelas sudah tampak ramai dan sebentar lagi bel masuk akan berbunyi namun Ashyela belum nampak juga.

"Nggak ada akhlak, lu," umpatnya pada Calista.

"Lah, itu si shyelalala kemana? Biasanya udah duduk di sini, Ra." Tepuknya pada bangku di depannya.

"Lah, iya ayo cari." Lantas mereka berdua lari keluar kelas menuju parkiran.

"Mobilnya nggak ada." Calista terus berputar mencari mobil Ashyela, dan benar-benar tidak ada di sana, Ranty menarik Calista menuju gerbang depan, masih saja tidak memunculkan tanda-tanda akan datangnya Ashyela.

Saat di koridor akan menuju kelasnya, Ranty melihat pak Dewa sang kepala sekolah, atau om Ashyela. Ranty yang tanpa malunya berteriak memanggil pak Dewa, untung saja koridor lumayan sepi.

"Pak Dewa." Pak Dewa menghentikan langkahnya, dan berbalik mencari suara yang memanggil dirinya. Ranty yang masih menarik Calista itu berlari menghampiri pak Dewa.

"Pak, Ashyela ada izin sama bapak tidak?" Beliaupun nampak mengernyit mengingat sesuatu.

"Nggak ada, emang kenapa?" Kedua murid perempuan itu saling pandang.

"Ashyela, kok nggak berangkat ya pak?"

"Ya, saya tidak tahu, lebih baik kalian masuk kelas, ini sudah jam masuk. Coba nanti saya tanyakan pada orangtuanya."

"Terima kasih pak." Mereka berdua berjalan menuju kelasnya. Ada-ada saja kelakuan dua remaja itu.

"Jantung gue maraton, nih tong." Ranty meraih tangan Calista dan meletakan tepat di dadanya yang berdenyut kencang, namun Calista langsung menarik setelah merasakan denyut jantung Ranty.

"Iyalah bego, orang habis lari-lari," ucapnya sambil terengah-engah.

"Bukan, ini karena gue habis berhadapan sama pak Dewa." Pak Dewa masih muda, om Ashyela itu penuh dengan pesona dan karismanya yang menawan.

"Itu om lo juga kan? Kan lo saudara Ashyela, Ashyela keponakan om Dewa, eh. Pak Dewa maksudnya." Ranty mengangguk. "Takut ada yang denger gue nyebut om Dewa," lanjutnya sambil berbisik.

"Tapi, sah-sah aja kalau gitu," ucapnya yang mendapat jitakan dari Calista.

"Gue curiga, lo doyannya om-om, lo pacaran sama itu om yang udah kuliah, terus lo naksir pak Dewa yang usianya lebih tua dari pacar lo. Pak Dewa 25 tahun. Terus mantan elo yang itu berapa tahun gue lupa." Calista berusaha mengabsen seseoarang yang pernah naksir Ranty atau sebaliknya, namun saat ia melihat sebelahnya sudah tidak ada Ranty.

"Sialan itu anak."

"Woy kampret ya, lu!" Tidak menghiraukan tempat, Calista berteriak dan berlari menyusul Ranty.

***

"Bang, tadi pas ke kantin kok gue nggak lihat batang hidung cewek, elo ya bang." Cowok yang dipanggil 'bang' itu mengalihkan pandangan dengan tatapan datar, namun cowok dihadapannya seperti tahu bahwa ia sedang bertanya.

"Dari istirahat pertama gue kagak liat, bang. Kan elo nitip makan sama gue, gue kagak lihat, istirahat kedua lo aja di sini terus bang. Kita salat kagak liat juga tu bocah. Apa kagak masuk?" Memang sedari jam istirahat pertama Farrel memilih ke rooftop sampai jam istirahat kedua karena free class. Dan untuk sekarang dia membolos kelas.

"Cewek lo?"

"Ada, lagi ngerusuh di kelas." Tadi setelah Marcel menuju kamar mandi bawah, ia mampir terlebih dahulu ke kelas Mipa 1 yang ternyata sedang free class.

Lantas, Farrel mengecek gawainya. Pesan dari kemarin saja belum ada tanda dibaca, kemana Ashyela? "Suruh cewek lo ke sini," ucapnya datar, ia masih saja mengotak-atik gawainya mencoba menghubungi sang kekasih.

"Bagi elah," suara itu mengalihkan perhatian Farrel, ia menatap ketiganya dengan tajam, untuk kali ini ia tidak mau diganggu dengan suara berisik milik sahabatnya.

"Pms lo? Sensi mulu heran gue sama, elo."

"Diem Sat, tinggal makan tu kuaci." Marcel membungkam mulut Satya dengan kuaci.

"Bang sat yang ganteng tapi gantengan gue, kita damai ya, nih buat lo aja deh."
Aldi menyerahkan kuaci itu pada Satya. Namun, saat Satya mengecek sudah habis. Lantas Satya mengambil gerakan seperti mengeramasi Aldi dengan bungkus kuaci tersebut.

"Anjir, komuk." Tak hentinya Rio tertawa.

"Tuh beli." Lemparnya pada ketiga manusia yang sedang rusuh di pojok sana.

"Hah apa, Rel? Buat kita? Beli kuaci?" Setelah mendapat jawaban ketiganya langsung hengkang untuk membeli kuaci.

"Marcel mana?"

"Eh kentut kodok," latahnya saat mendapati dua cewek dihadapannya.

"Suaranya kek apa Dul?" Tanya Rio pada Aldi, namun tak mendapat jawaban apapun, Satya menunjuk arah Marcel kepada Calista.

"Ashyela?" Baru saja sampai, keduanya langsung mendapat pertanyaan yang sangat singkat. Calista dan Ranty sama-sama mengangkat bahunya sebagai tanda tidak tahu. Namun Farrel tidak percaya.

"Bisa nggak tahu? Biasanya ke kamar mandi aja barengan," ucap Marcel mewakili Farrel, Calista mengembuskan napas kasar dan menghempaskan tubuhnya di sebelah Marcel.

"Tadi pagi gue telpon tante katanya Ashyela berangkat sekolah, tapi nggak ada, Ranty juga tadi pagi, gila banget tanya sama pak Dewa, ya sama. Ashyela nggak ada di sekolahan, kalaupun ada kita lagi bertiga."

"Kan gue bener tanya om Dewa." Menghentakkan kakinya lalu ikut duduk di sebelah Calista.

"Rel, lo udah hubungi belum?"

"Udah."

"Chat semalem aja belum di baca," tambah Marcel.

"Kalau om Nend—" ucapannya terhenti karena di bekap oleh Calista.

"Apa?" Tuntutnya pada Ranty yang tadi akan berbicara.

"Kalau om tahu anak gadisnya ngilang gini pasti itu deh, apa ya duh. Marah, nah iya marah," ucap Calista.

"Emang tadi, lo nggak jelasin sama mamanya Ashyela?" Calista menggeleng. Setelah Calista bertanya pada Deisy ia mengatakan bahwa mungkin Ashyela telat. Lebih baik seperti itu dari pada nanti akan menimbulkan akibat lagi pada Ashyela. Calista tidak mau.

Farrel masih saja berusaha menghubungi Ashyela, namun tetap saja tidak bisa, ia juga berusaha melacak keberadaan Ashyela, namun usahanya sia-sia. Lokasi di gawai Ashyela dimatikan.

"Hoi," sapanya, sambil membagikan satu bungkus kuaci. Rezeki anak shaleh, di lempari uang oleh Farrel dengan jumlah banyak, membeli kuaci banyak dan ia juga yang mendapat bagian lebih banyak.

"Maka nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan."

"Lah, banyak banget tu bocah jatahnya." Manusia kuaci itu tidak menghiraukan ucapan temannya, lagipula yang lain juga diam hanyut dalam pikirannya masing-masing, seorang Ashyela membolos sekolah tanpa izin, itu adalah hal mustahil nan langka.

Dalam keadaan sakitpun kadang ia tak dirasa dan dipaksakan untuk sekolah. Dan ini, malah bolos sekolah, dalam artian kabur, karena memakai seragam sekolah.

"Kita cari," ucap Farrel memecah keheningan.

"Kita ambil tas, lima belas menit lagi juga bel," ujar Marcel sambil berdiri. Ia dan Satya bersiap mengambil tas, sedari tadi juga manusia kuaci itu memerhatikan ucapan mereka, namun karena terlalu menikmati kuaci jadi dia tidak terlalu berisik.

"Gue tunggu di parkiran." Yah, itulah Farrel, Marcel pun sudah siap untuk membawahkan tas Abang sepupunya itu.

Mereka semua hengkang dari rooftop berjalan kearah kelasnya masing-masing untuk mengambil tas. Setelah mengambil tas, kedua cewek itu menuju mobilnya. Dan terdengar suara tawa yang khas sekali, Satya dan Marcel.

"Untung gue pinter," ucapnya diakhiri tawa. Saat mengambil tas tadi sebenarnya kelas IPS 1 ada guru, namun mereka berdua dengan tidak ada akhlaknya malah mengambil tas, mendapat beribu pertanyaan akhirnya Satya menjelaskan yang sebenarnya pada Bu Santi, untung saja diperbolehkan. Karena Bu Santi tahu mengenai Ashyela anak dari pemilik GHS.

"Duo kucrut lama banget," keluh Calista menanti Aldi dan Rio.

"Btw, Kita mau cari kemana?" Tanya Marcel, mencari orang hilang tidaklah mudah, eh Ashyela tidak hilang, hanya saja kabur.

"Rel kereta mungkin tahu ceweknya suka kemana," celetuk Satya, yang mendapat pelototan mata dari Farrel.

"Tapi keknya Ashyela ke sana deh, gue yakin tapi nggak yakin," ucap Ranty, dan mendapat ekspresi pertanyaan dari manusia di sana. "Tar ikuti aja mobil gue, tapi kalau nggak ada gue nggak tahu lagi tu bocah ke mana."





Huahh akhirnya bisa up, berminggu-minggu ye kagak up, maapkeun.
Nggak ada adegan uwuw oke

Kemana Ashyela?
Yang tahu bisa hubungi author atau mau langsung hubungi Farrel?!😂

Semoga cepet ketemu ya wkwk

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro