3. Ayah Tahu
Happy reading!!
Suara alarm mengusik putri tidur dibalik selimut bermotif panda itu. Dengan malas, ia menekan tombol untuk mematikan alarm tersebut. Mengerjap berkali-kali menyesuaikan cahaya yang sedikit masuk ke retina. Beranjak dari tidurnya, bergegas ke kamar mandi hendak mencuci muka dilanjut dengan mengambil air wudhu.
Dikatakan taat, tentu saja belum, aurat saja masih diumbar, namun gadis ini selalu menunaikan ibadah lima waktu. Didikan dari kecil memang sangat berpengaruh nantinya.
Menggelar sajadah dan melakukan gerakan demi gerakan, setelah selesai ia bercengkerama dengan TuhanNya, kemudian ia mengecek gawai yang tergeletak di atas kasur queen size miliknya. Banyak sekali notifikasi yang masuk, namun ia biarkan begitu saja, lantas ia bergegas menuju dapur.
"Bundaaaa," sapanya berseri-seri. Sang bunda berbalik menatap kehadiran sang anak.
"Ashyela anak Bunda," sapanya kembali, sambil mengolah masakan di sana.
"Bunda, masak apa, Bun?" padahal ia sudah melihat dengan jelas apa yang sedang dimasak oleh bundanya, hanya berbasa-basi saja.
"Sudah lihat kan?" Jawab bunda terhadap pertanyaan unfaedah Ashyela. Gadis itu mengerucutkan bibirnya dan duduk di kursi yang tersedia di sana. Niat untuk membantu sang bunda ia urungkan, karena mendengar respon dari bundanya. Dan juga masakan itu saja hampir selesai, benar-benar bundanya memasak pagi sekali.
"Iih, bunda mah nggak tahu basa-basi apa," gerutu Ashyela sebelum menelungkupkan wajahnya di kedua tangan. Ibundanya menanggapi dengan menggelengkan kepala. Sang ayah yang baru saja menginjakkan kaki di dapur seraya bertanya dengan menunjuk Ashyela dengan dagunya.
"Biasa lagi manja," jawab Deisy. Ganendra langsung menarik kursi dan duduk disebelah anak bungsunya. Menyingkirkan rambut panjang yang menutupi wajah cantik sang anak.
"Ayah, apaan si." Ia menepis tangan sang ayah.
"Idih sensi banget anak satu ini," timpal Ganendra.
Ashyela mendongokkan kepala menatap sang ayah yang sedang menyesap kopinya. "Idih, ayah apaan dah, ikut-ikutan duduk di sini, biasanya aja di luar baca koran sambil menikmati secangkir kopi buatan bidadari, ditemani kicauan burung merdu yang menyambut mentari."
"Suka-suka ayah, lah. Sejak kapan anak ayah puitis?"
"Bodo amat ayah, Ashyela nggak denger ketutupan tembok, dadah Ashyela mau ke kolam." Setelah mengatakan itu ke ayahnya, ia menyesap kopi sang ayah, dan menyengir kuda, lantas gadis itu berlari menuju kolam yang tersedia di belakang rumah.
"Ada-ada saja, anak satu itu. Bunda nggak yakin anak itu punya pacar," celetuk sang Deisy.
"Kenapa bunda bahas itu? ya, memang harus seperti itu lah, Bun. Kalau misalnya anak itu pacaran, lihat saja nanti."
"Nggak usah aneh-aneh gitu ayah. Cukup nasehati saja. Sahabatnya pacaran, Ranty malah kadang suka cerita ke bunda, kalau lagi berantem sama pacarnya," ucap Deisy. Ganendra menatap istrinya sambil menarik senyum manis.
"Nah, itu yang nggak bener, pasti gadis ayah satu-satunya itu juga kaya gitu, temennya iya, pasti lah. Anak muda zaman sekarang." Orang tua harus tegas mengenai anaknya, apalagi menjalani hubungan pacaran tersebut, kadang sudah tahu bahwa pacaran itu dosa masih saja dijalani.
"Nanti ayah cari tahu," ucap Ganendra, Deisy hanya diam, takut bahwa benar bahwa anaknya itu malah pacaran, apa yang akan suaminya lakukan nanti, Deisy menutup kegugupannya dengan membenarkan letak hijabnya.
***
Setelah selesai dengan kegiatannya, ia mengganti pakaian dengan outfit berwarna cream dan celana jeans yang melekat pas ditubuhnya, ia sudah berencana dari tadi malam akan bermain dirumah Calista, biasa rumah Calistalah yang menjadi tempat bermain mereka ketika tidak jalan-jalan kemanapun, rumah Calistapun cukup. Memilih rumah Calista untuk berkumpul karena tempatnya yang strategis, jarang juga para pengendara motor atau malahan geng motor yang lewat depan rumah Calista. Jadi, aman untuk bermain. Lagipula orangtua Calista sangat welcome ketika Ashyela serta Ranty bermain di sana.
"Mau kemana kamu?" todong Ganendra saat melihat sang anak turun dari tangga dengan keadaan rapi, Ashyela juga membawa tas selempang dan tangannya menggenggam kunci mobil, jelas saja anak itu akan pergi, pikir Ganendra.
"Ke rumah Calista," jawabnya santai, sebelum itu ia mengambil duduk disebelah ayahnya itu. Ganendra meletakkan koran yang sedang beliau baca. "Cuma main, bosen Ashyela tuh," ucapnya memeles, meraih tangan sang ayah untuk memberikan izin dengan cara mencium tangan beliau.
"Yaudah sana, jangan lama-lama, main yang bener." Ashyela berbinar, dan bermapitan pergi kepada ayah dan bundanya.
Mengendarai mobilnya dengan kecepatan standar, membelah jalanan kota yang lumayan ramai, hari libur. Di taman-taman kota saja banyak sekali muda mudi yang sedang nongkrong.
Sejurus kemudian, ia sudah memasuki pekarangan rumah Calista, ia telat lima menit. Tak apalah, Ranty saja sudah ada di sana, entah mereka akan melakukan apa di rumah Calista.
"Telat lima menit." Ranty berkacak pinggang sambil menatap jam tangannya.
"Eh, lo pamer jam tangan, jam lo baru Kan?"
"Dari cowoknya itu," timpal Calista, sambil menata rambutnya.
"Matre, lo," Ucap Ashyela mengundang tawa, Ranty menghiraukan itu.
"Enak kali pacaran sama om-om," celetuk Calista, kemudian mereka bertiga memasuki rumah Calista, duduk di sofa milik keluarga Mahesa, ruangan bernuansa abu-abu itu banyak sekali barang mewah yang tercecer di sana, iyalah keluarga kaya.
"Ngapain lo, lihat-lihat guci."
"Cuma lihat, kek beda gitu,"jawab Ashyela sambil mengelusnya, "iya, yang itu pecah, kan mamah gue jadi ngerengek ke papah minta beli lagi, lagian kek di rumah elo nggak ada aja, heran gue." Ya, benar saja, barang-barang milik keluarga Myesha, Mahendra, dan Wicaksono adalah barang branded, keluarga kaya karena perusahaan yang dirintisnya berhasil dan menduduki keluarga terkaya di Indonesia.
"Gimana pacaran sama om-om?"
"Om-om pala lo pitak," sinis Ranty sambil menjitak kepala Calista.
"Lah, elo gila aja si," timpal Ashyela yang disetujui oleh Calista, jadi sebenarnya Ranty itu berpacaran dengan cowok kuliahan semester lima, apakah itu terlalu om-om? Iya bagi kedua sahabatnya, itu terlalu tua untuk standar anak SMA.
"Ya, nggak om juga kali, lagian masih muda dia," ucapnya malas, "Dek, pesen makanan ya, elo yang bayar."
"Giliran butuh aja panggil gue, adek. Minta pacar lo sana," jawab Ashyela kesal, Ranty merupakan kakak sepupu Ashyela.
"Harusnya elo yang bayar, gue ambil minum dulu," Calista beranjak dari duduknya, Ashyela yang terdiam dan Ranty yang sedang berselancar mencari makanan untuk dipesan.
"Shye, emang lo lagi nggak akur sama Farrel?" tanyanya sambil meletakkan nampan berisi minuman tersebut. Ranty yang mendengar pertanyaan Calista, langsung mengalihkan pandangan, fokus kepada mereka berdua.
"Emang bi Sulis kemana?" Biasanya memang bi Sulis—ART keluarga Mahendra yang menjamu mereka.
"Nggak usah ngalihin pembicaraan, bi sulis lagi pulkam."
"Nggak akur gimana?"
"Kata Marcel, es balok elo itu uring-urungan nggak jelas, lo nggak kasih kabar sama dia." Sebenarnya Calista tahu, pasti mood Ashyela sedang tidak baik saat itu. Mood sangat mempengaruhi Ashyela, ya seperti itu, akan mengabaikan orang disekitarnya, sekalipun itu orangtuanya.
"Oh," jawab Ashyela, Calista merampas gawai Ashyela yang tergeletak dimeja, mencari-cari sesuatu di sana, Ashyela tak peduli, karena sudah biasa seperti itu.
***
"Dari rumah Calista? Apa ketemu Farrel?" Ashyela dikejutkan oleh suara ayahnya, baru saja menginjakkan kaki di sana, malah sudah ditodong dengan pertanyaan yang membuat dirinya gemetar.
"Rumah Calista." Memang benar kan, dan dari mana ayahnya tahu mengenai Farrel, pikir Ashyela.
"Bohong itu nggak baik, nak."
"Yaudah iya, tadi ke rumah Calista, terus ketemu Farrel pas mau pulang, udah itu aja, nggak lebih." Mau berbohong lagi, tapi takut dosa, ya sudah lebih baik Ashyela beri tahu saja kepada ayahnya, pasti ayahnya itu sudah mencari tahu tentang hubungannya dengan Farrel itu.
"Kenapa si ribut?" Deisy yang berjalan dari arah dapur itu terheran dengan suami dan anaknya, "kenapa, nak?" tanyanya lagi pada sang anak. Ashyela hanya menggeleng.
"Sudah berapa lama kamu berpacaran?" tanya sang ayah, nyali Ashyela menciut, nada bicaranya saja sudah sangat mengerikan, dingin dan suasana mencekam, ditambah sorotan mata elang beliau. Tak berani Ashyela menatap ayahnya.
"Siapa yang mengajarimu untuk seperti itu? Abangmu saja sama sekali tidak memikirkan hal berbau pacaran, hanya belajar, bukankah hal tersebut termasuk dosa?" Ashyela mengangguk, tak berpikir untuk melawan ucapan sang ayah. Deisy menatap iba sang putri.
Setelah obrolan panjang dengan sang istri di dapur, Ganendra mencari tahu tentang anak bungsunya saat berada di sekolah, setelah Ashyela memasuki kelas XI dan Sampai sekarang Ganendra tidak lagi mencari tahu tentang apa saja yang dilakukan oleh anaknya di sekolah, namun karena pernyataan sang istri beliau jadi berpikir dan kemudian mencari tahu apa saja yang terjadi di sekolah pada anaknya tersebut lewat orang kepercayaannya. Dan benar saja ternyata anaknya sudah menjalani hubungan selama satu tahun dengan salah satu murid yang dicap sebagai bad boy GHS, walaupun memiliki paras tampan. Ini yang Ashyela takutkan dari dulu, sekolah di yayasan milik ayahnya akan berakibat bagi dirinya, ayahnya akan mudah mencari informasi tentang dirinya.
"Silahkan kamu berpikir dan membuka otak serta hati kecil kamu," ucap Ganendra, lantas Ashyela berjalan menuju kamarnya dengan perasaan yang sulit dijelaskan.
Update nih, maap membawa suasana mencekam:v
Semoga suka 🤗
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan cara vote dan komen
Author sayang kalian💜
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro