24. Ashley Patah Hati Lagi
Ashley memang nekat.
Tidak berpikir panjang.
Sembrono.
... dan selalu bertindak memalukan.
Yah, contohnya seperti sekarang ini. Mana ada cewek yang berani nembak gebetan di jam pelajaran? Secara terang-terangan pulak! Dan itu menjadikan Ashley terkena hukuman, begitu pun dengan Guanlin.
Guanlin kena getahnya—dianggap sebagai pemicu keributan—sedangkan Ashley, adalah pelurunya atau bonekanya atau senjatanya. Yang mana saja, intinya sekarang Mr. Choi tengah menghukum mereka di lapangan—menghadap matahari plus tiang bendera dengan tumpukan beberapa buku tebal di atas kepala.
Bagi Ashley, hal yang begini bukan masalah besar, malah menguntungkan seribu kali lipat. Namun, untuk Guanlin ....
... dia sama sekali tidak mengharapkan hal tersebut. Terlebih Guanlin perlu mendalami setiap pelajaran inti untuk Ujian Nasional karena ingat, 'kan kalau Guanlin mau ke Korea? Dan ia harus lulus dengan nilai terbaik agar bisa masuk universitas Korea, sekaligus mengikuti audisi Produce 101.
"Tau enggak? Gue bersyukur banget karena di jam sembilan tadi, Tuhan ngelahirin elo ke dunia dan menakdirkan elo sama gue," kata Ashley, setelah memindahkan posisi menjadi berhadapan dengan Guanlin—ketika tidak ada siapa pun yang mengawasi mereka.
Guanlin tidak menjawab. Fokus pada pandangannya sejak awal yaitu, memandangi bendera merah putih seolah memastikan bahwa warnanya tidak terbalik.
Lebih tepatnya, Guanlin kesal dengan apa yang dilakukan Ashley—yah, malu juga. Mungkin. Jika kata itu boleh diungkapkan untuk menggambarkan perasaan Guanlin saat ini.
Tidak merasa bahwa ia telah diabaikan, Ashley malah tersenyum lebar lalu memberanikan diri untuk mencubit pipi Guanlin. "Halus, lembut, glowing, terus kenyal seperti biasa ya? Jadi gimana?" tanya Ashley, masih menagih jawaban atas pertanyaan yang ia tuliskan di papan tulis beberapa menit sebelumnya.
"Yes or no?" Ashley semakin mendesak Guanlin, mengabaikan bahwa mimik lelaki itu sedang bete.
"No."
"Yes?" Bola mata Ashley melebar saking terkejutnya, hingga tanpa sadar Ashley maju selangkah lagi demi memangkas jarak yang ada.
Di lain sisi, Guanlin turut mundur. Bukan karena jarak mereka terlalu dekat, tapi karena buku di atas kepala mereka saling berbenturan dan itu cukup mengganggu.
"Absolutly, no," tegas Guanlin. "Gue enggak mau jadi pacar lo, Ash. Tau 'kan kalau gue sekarang sedang mati-matian dan enggak ada waktu buat—"
"Jadi yang kemarin itu apa?!" desak Ashley mulai drama karena tidak terima ditolak Guanlin. Padahal kemarin sinyal cintanya baik-baik aja, kok.
"Gue serius mau ke Korea, serius mau kuliah di sana, serius mau ikutan produce."
Ashley mendengkus kemudian memalingkan wajahnya dan beberapa detik selanjutnya menginjak kuat-kuat kaki kanan Guanlin. "Semoga lo enggak lolos, kecuali kalau lo terima cinta gue."
***
"Lo bisa nangis sampai segitunya, Ash?" tanya Samuel ketika mendapati Ashley sedang menangis tersedu-sedu di tepi kolam ikan sekolah.
Rambut yang Ashley urai, sesekali tercelup sedikit di kolam ikan dan pemandangan tersebut tidak jarang membuat Samuel berpikir; apa ikan suka mau makan rambut?--pikiran konyol--tapi Samuel suka ketawa-ketawa kalau lihat ikan-ikan koi di kolam jadi megap-megap, mengira itu adalah umpan.
... atau lebih tepatnya, jika sekarang adalah malam hari, Ashley bisa dikira sebagai arwah gentayangan yang bunuh diri di sekolah.
"Lo juga, sih, nembak Guanlin enggak liat-liat," kata Samuel--lagi-lagi menyalahkan Ashley--padahal yang seharusnya dilakukan Samuel adalah menghibur kakaknya. "Jadi gagal, dong kejuatan ulang tahunnya."
"No." Ashley menggeleng, sambil mengusap ingusnya menggunakan dasi lalu memeluk Anna yang duduk di samping gadis itu. "Itu enggak boleh gagal. Anna bakalan marah besar kalau gue nyerah."
"Lah, kok, nama gue disebut-sebut?" sergah Anna yang daritadi diam, tapi tiba-tiba saja disebut. "Ngapain marah?! Lagian kalau gue jadi lo, yaudah enggak usah diperjuangin, Guanlin juga keliatan banget serius dengan masa depannya. Beda banget sama lo, sampai sekarang rancangan masa depan enggak keliatan, cita-cita pun juga."
Refleks Samuel menjitak kepala Anna.
Anna mengaduh kemudian menatap intens ke arah Samuel yang sekarang sedang mendelik.
"Lo dilarang kasar sama orang yang lagi patah hati," kata Samuel.
Anna menaikkan sebelah alisnya. "Dan ejekan lo barusan bukan termasuk omongan kasar, eh?"
"Nope. Gue adeknya."
"Gue temannya."
"Gue mau mati aja."
"Hah?!" Anna dan Samuel berucap bersamaan, sambil menampilkan mimik syok dengan apa yang mereka dengar dari bibir Ashley.
Bukan hanya itu, Ashley bahkan langsung lompat ke kolam ikan, berenang bareng mereka, dan mempertahankan posisi dengan wajah mencium air beraroma amis tersebut.
Be honest, gaya yang diperlihatkan Ashley sekarang sudah sama persis seperti mayat yang dibuang.
Akan tetapi, sekarang kasusnya berbeda. Ashley bukan mayat korban pembunuhan, melainkan korban patah hati yang telah dibuang Guanlin.
"Gue enggak nyangka Guanlin bakalan nolak, Ashley." Anna berbisik di telinga Samuel.
"Atau dia kaget, sampai enggak bisa mikir."
"Emang bisa?" Menaikkan sebelah alisnya, Anna merasa ungkapan Samuel kurang masuk akal.
Memang Ashley se-hebat apa, sih? Pikir Anna.
Samuel mengedikkan bahu. "Gue juga gitu, kok. Apalagi kalau yang nembak itu elo, terus di tempat umum. Kayak ... enggak nyangka aja. Apalagi, Guanlin 'kan rada pemalu."
Anna mangut-mangut paham setelah mendengar penjelasan Samuel dan akhirnya tersadar dari lamunan ketika Ashley berteriak, sambil memegang ikan koi.
"Enggak boleh nyerah!! Pokoknya Guanlin harus jadi ...." Seketika ucapan Ashley terputus, seiring dengan pandangan yang terarah pada satu titik di depan papan mading. "Pa-car gu-e," katanya lemah kemudian air mata Ashley kembali jatuh dengan derasnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro