06. Bukan Sekadar Tetangga
"SERIUS, LO?!" Anna menggebrak meja kantin, hampir memecahkan gelas berisi es teh di tangan kanannya, setelah mendengar pernyataan Ashley yang bikin sebagian besar manusia pasti merasa ngeri.
"Sejuta rius untukmu, deh," jawab Ashley cuek, sambil sedot-sedotin es batu yang dia harap bisa memasuki lubang berukuran kecil berbahan plastik tersebut lalu mendaftarkannya sebagai rekor muri, karena berhasil makan es batu dari sedotan.
Dasar edan!
Anna mendesah pelan. "You're so fucking insane," desis Anna lalu bersandar pada kursi seolah frustrasi, sekaligus kelelahan menghadapi Ashley.
Benar-benar kelelahan karena di dunia ini, mana ada teman sebaik Anna. Dalam artian, sosok yang mau ikut menggila demi gebetan teman, ikut capek karena menerima hukuman paling sadis se-alam semesta, dan rela malu akibat menjadi perbincangan para gossipers—yang selalu disertai micin berlebih.
Hanya Anna. Dan berulang kali, Anna selalu mengatakan tentang betapa beruntungnya Ashley.
Sayangnya ini Ashley. Bukan anak gadis yang akan terharu dengan hal seperti demikian, tetapi justru tertawa terbahak-bahak—menganggap Anna sinting karena mau saja barengan dengan Ashley. Padahal Ashley sudah bilang dia bisa bersihin lapangan, gudang, dan toilet cowok (yang konon katanya memiliki aroma mengalahkan TPA) sendirian.
"Ini 'kan hukuman gue, Ann. Sekalian kasih lihat Guanlin kalau gue ceweknya suka tanggung jawab dan dia enggak perlu khawatir." Itu kata Ashley yang sejak awal bikin Anna pengen terjun ke ke sungai Han. Namun, enggak jadi karena menurut Anna lebih baik pergi liburan, daripada ke Korea hanya buat bunuh diri.
"Insane because of Guanlin's pants," tukas Ashley, sambil terkikik malu-malu saat peristiwa di lapangan kembali terlintas di kepalanya. "I think I'm lucky."
"Not lucky, tapi ...."-Anna menyedot es tehnya-"Sudahlah. Jadi sekarang mau gimana?"
Ashley mengedikkan bahu. "Gue harus bisa ngomong di depan Guanlin. Minimal lima kata dan pake Bahasa Indonesia."
"Emang lo ngomong pake bahasa apaan? Alien?"
"Bahasa anjing."
Anna mengernyit.
"Iya bahasa anjing yang itu," jelas Ashley.
Kerutan di kening Anna semakin dalam dan ia bergidik ngeri. Apa maksud Ashley selama di lapangan tadi-yang bikin muka Guanlin merah padam-hanya karena Ashley menggonggong?
Well, itu mustahil, tapi bukan berarti enggak mungkin.
"Ash, lo—"
"Ck! Gue bilang 'Sempak lo lucu kayak anjingnya, tapi itu gambar anak anjing, 'kan? Lo sayang anak anjing? Sama gue juga sayang, tapi lebih sayang Guanlin. Guanlin kayak anak anjing, rasanya pengen gue gigit sampai ke tulang-tulangnya, kek gambar di sempak lo.' Gue ngomongnya pake Bahasa Inggris, karena malu dan sambil bisik-bisik. Terus—"
"Terus lo bikin Guanlin malu setengah mampus karena lo ngintip sempak dia dan ngomong, seolah lo mau gigit tititnya Tiit," ucap Anna sengaja memotong pembicaraan tidak senonoh Ashley, sambil berusaha mengsensor nama yang bersangkutan dengan menggunakan dua jari membentuk tanda kutip.
"Abis lucu, sih." Ashley cekikikan di depan Anna, mengabaikan Anna yang semakin frustrasi karena ulah kelewat frontal dari sahabatnya itu.
"Lucu buat lo, tapi ngeri buat orang normal seperti gue dan Guanlin." Anna memijat keningnya lalu diambil alih Ashley, membuat gadis itu pasrah menerima pijatan kasih sayang. "Gue enggak yakin, Guanlin bakal mau ngadepin lo, meski dulu kalian pernah temenan."
"Pernah temenan lebih baik, daripada enggak kenal sama sekali," bela Ashley, sambil mengetuk kening Anna menggunakan jari telunjuk. "Salah Guanlin juga! Kenapa jadi cowok kok terlalu tampan? Sudah kayak Mas Kulin aja."
"Untungnya Guanlin bukan Mas Kulin."
"Dan lebih beruntung lagi, makhluk Tuhan paling sempurna itu lagi jalan ke arah kita," kata Ashley, sambil mengubah posisi duduk agar lebih anggun. Yang mana sebelumnya, Ashley lebih suka meletakkan pantatnya di ujung kursi kemudian bermain jungkit-jungkitan—kadang didorong ke depan dan kadang ke belakang—suka-suka Ashley.
Dan ketika Anna mengikuti arah pandangan Ashley, ia tahu kenapa gadis itu tiba-tiba mengubah posisi duduknya menjadi lebih PEREMPUAN.
Guanlin ada di sana.
Guanlin membawa tumpukan kertas.
Dan Guanlin menampilkan wajah masam, seperti belum pernah makan sesuatu yang manis-manis.
Sedangkan Ashley mulai bertanya-tanya tentang mengapa Guanlin berwajah seperti itu? Meski biar bagaimana pun, bagi Ashley Guanlin tetap mempesona.
Hingga Ashley kehabisan napas. Ia bahkan lupa bagaimana berbahasa Indonesia.
"Lo salah kirim dan lo jadi bikin gosip enggak benar," ucap Guanlin dengan nada ketus, sambil menghempaskan tumpukan kertas berisi surat cinta dari Ashley. "Yang lo maksud itu—"
"Guanlin!"
Guanlin menoleh, ketika seseorang memanggilnya lalu diikuti oleh Ashley dan Anna.
"Sayang, kamu di sini?" tanya orang yang sama, sambil mengibaskan rambut pirangnya—memamerkan bahwa kilau matahari pun akan kalah jika mereka dibandingkan.
Berlebihan? Memang! Tapi Ashley dan Anna memikirkan hal serupa.
Si Pirang itu Sara. Baru mengecat rambutnya dan sekarang mulai menempel-nempel seperti lintah darat di tubuh indah Guanlin.
"Aku kangen kamu," ucap Sara, sambil melingkarkan tangannya di pinggang Guanlin.
Ashley dan Anna lantas merasa eneg. Yang berbeda hanyalah, Ashley berharap bahwa Sara itu adalah dia.
"Dia cuma tetangga gue. Jadi ...."
"Kelihatan, kok. Cewek aneh itu bukan tipe kamu," kata Sara dengan nada mengejek yang tanpa sadar membuat hati dan jantung Ashley meletup-letup.
Just a neighbour? No. No. No. It's big no. Batin Ashley, sambil mengerucutkan bibir dan napas naik-turun lalu segera mencium pipi Guanlin. "I'm not just a neighbor because Guanlin once saw me naked," ucap Ashley dengan nada mengancam—mengikuti intonasi tokoh antagonis yang ia tonton di drama korea.
"And Guanlin is my—"
Bruk!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro