Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Asa yang meredup

Buat Asanya Bintang.

Semoga dengan membaca ini kamu enggak lagi benci sama aku, meski aku tau kamu nggak bisa sedikitpun benci sama aku.

Maaf , Aku nggak bisa pamit karena kamu enggak mau ketemu sama aku, meski sebenernya aku pengen ngomong sama kamu langsung. Ya, Aku sangat tau gimana perasaan kamu sekarang.

Asa, pergi tanpa kamu itu hal terberat buat aku. Selama ini, kamu satu-satunya alasan buat aku tetap merasa bahagia walau enggak ada keluarga. Kamu temen pertama aku, kamu juga yang selalu ada buat aku.

Kamu tahu, hari ini akan selalu ada diingatan aku, ini adalah surat rahasia terakhir juga cokelat kesukaan yang bisa aku kasih ke kamu di tahun ini. Mulai hari ini, juga buat pertama kalinya kita akan jauhan. Tapi, aku janji ini nggak akan pernah jadi akhir hari kasih sayang kita, meski bagi aku setiap hari itu hari kasih sayang untuk kita dan semua temen-temen di rumah ini agar selalu saling menguatkan bersama.

Asa, janji ya sama aku kalau kamu akan tetep jadi Asanya Bintang, meski kita enggak bisa lagi tinggal sama-sama di panti. Nanti aku akan minta sama mereka, biar ijinin aku pulang ke sini nanti di setiap hari kasih sayang.

Tungguin aku datang, ya. Janji? Jangan sedih-sedih ya, soalnya Asa jelek kalo sedih. Sampai jumpa nanti Asanya Bintang. Bintang akan selalu sayang Asa.

Bintangnya Asa.

***

Asa menggenggam erat sebatang cokelat kesukaannya dan Bintang yang sebelumnya terbungkus sebuah surat yang diberikan Bunda sesaat setelah Bintang meninggalkan panti.

Air matanya tidak dapat lagi dibendung, habis sudah pertahanan diri gadis itu. Bintangnya telah benar-benar pergi ke tempat yang ia sendiri tidak pernah tau di mana. Bintang harapannya, Bintang penyemangatnya dan Bintanglah satu-satunya yang mengerti Asa bahkan lebih dari Bunda mengenalnya.

"Bintang, kamu dulu janji nggak akan pernah ninggalin aku, tapi sekarang kamu malah beneran ninggalin Asa di sini." Asa menelungkupkan dalam kepalanya di atas meja dengan punggung yang bergetar serta suara isak yang teredam.

Asa tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi nanti padanya tanpa Bintang. Akankah takdir berpihak padanya nanti untuk bisa bahagia? atau malah akan mengurungnnya pada kesendirian seperti sekarang ini.

***

"Asa, Bunda mau bicara. Boleh?" Bunda Isma menghampiri Asa yang sore itu tengah duduk menyendiri di taman samping panti.

Sebulan setelah kepergian Bintang dari panti, selama itu pula Asa kehilangan semangatnya. Tidak ada lagi Asa yang ceria dan bersemangat seperti sebelumnya. Asa hanya sekedar menjalani harinya, tanpa sedikitpun menikmati setiap pergantian waktu.

"Asa kangen Bintang?" tanya Bunda Isma seraya mendudukkan diri di sebelah Asa setelah sebelumnya gadis itu memberikan anggukan kepala sebagai isyarat persetujuan.

Diam. Asa tidak sedikitpun membuka suara, namun helaan napas serta kepalanya yang semakin menunduk cukup menjelaskan jika gadis itu sangat kehilangan Bintang sebulan belakangan. Asa yang biasanya mejadi gadis periang kini semakin meredup. Asa kembali menjadi seperti Asa saat pertama kali dirinya paham jika hidupnya berbeda dengan kehidupan normal teman-temannya. Tidak sedikitpun gurat ceria yang tersisa di sana.

"Mau ikut Bunda ke dalam sebentar? Ada yang mau ketemu dan bicara dengan Asa. Mereka nungguin kita di dalam." Bunda Isma berbicara dengan hati-hati.

"Ketemu? Siapa, Bunda?" Asa mendongak, menatap tidak mengerti pada maksud perkataan Bunda Isma.

"Mereka calon orang tua asuh, ingin bertemu dengan Asa." Bunda Isma memberi sedikit pengertian.

"Bunda enggak akan paksa Asa, Bunda hanya ingin Asa mendapat yang terbaik. Mereka sepasang suami istri yang tidak memiliki anak dan keluarga lagi di kota ini. Nanti Asa yang akan menentukan setelah bertemu mereka," imbuh Bunda Isma menyurai lembut rambut hitam Asa yang sedikit berantakan diterpa angin.

***

Sepuluh tahun berlalu begitu cepat, tapi tidak banyak yang berubah dari Asa selain jilbab yang kini terlihat menutup rapat aurat kepalanya.

"Bapak, terima kasih udah jadiin Asa anak Bapak. Bapak beri kasih sayang buat Asa, Asa ngrasa bahagia dan bersyukur banget meski enggak selamanya. Asa udah besar sekarang, janji akan selalu jaga diri seperti yang Bapak bilang dulu. Asa rindu Bapak," gumam Asa setelah mengalunkan doa dengan tangan yang mengusap nisan yang mulai usang di depannya, mata yang semula berkaca tidak mampu lagi dihalau. Air matanya meluncur bebas kala mengingat kembali kasih sayang singkat sang bapak yang mampu mengisi kekosongan hatinya sejak ditinggalkan oleh Bintang.

Sapta Hadian Kusuma, pria yang memberikan kasih sayang sebagai seorang ayah pada Asa meski hanya selama tiga tahun, lalu pria itu meninggalkannya karena kecelakaan hingga Asa kembali merasakan kehilangan dalam hidupnya.

"Ayo pulang, Sayang." Suara lembut serta tepukan pundak dari samping membuat Asa tersadar dari kenangan yang bergelayut sesaat.

"Iya, Bu." Asa cepat menghapus air matanya, tidak ingin wanita yang disebutnya ibu mengetahui kesedihannya.

Asa berdiri, menatap gundukan di depannya sekilas dan beralih ke belakang kursi roda sang ibu untuk membawa langkah mereka meninggalkan area pemakaman.

"Kok kita langsung pulang, Asa enggak mau ke Permata dulu?" tanya Ibu Kartika pada sang puteri ketika mobil yang mereka kendarai malah berbelok ke arah berlawanan dari jalan menuju panti tempat di mana dulu puterinya tinggal.

"Kita pulang dulu aja, Bu. Ke Permata lumayan jauh, meski cuma satu jam setengah tapi Asa enggak mau ibu kecapekan. Kata dokter kan ibu mesti banyak istirahat setelah dirawat kemarin. Ini aja kalo Ibu nggak bilang udah kangen banget sama Bapak terus mau nekat ke sini sendiri, Asa enggak akan bawa ibu ke sini." Asa melirik seraya mencebikkan bibir pura-pura kesal dengan sang ibu.

"Udah gede, enggak pantes manyun-manyun gitu, Sa." Bukan membujuk malah sang ibu terkekeh menertawakan tingkah Asa.

Melihat senyum sang ibu, diam-diam Asa selalu bersyukur jika dirinya masih memiliki seorang ibu yang sangat menyayanginya meski ia tak terlahir dari rahim ibu Kartika. Asa akan melakukan apa saja untuk membahagiakan wanita baya di sampingnya ini.

***

Sesampainya di rumah, Asa membantu sang ibu untuk segera istirahat di kamar. Akhir-akhir ini kesehatan beliau sering menurun, membuat Asa lebih mementingkan ibunya dari apa pun, termasuk menekan keinginannya untuk pergi ke panti asuhan bertemu bunda Isma.

"Kamu beneran enggak ke Permata, Sayang? Ibu udah enggak apa-apa kok, kan ada Mbok Marti di sini. Kamu enggak perlu khawatir sama Ibu." Genggam lembut Bu Kartika menghentikan tangan Asa yang hendak memindahkan kursi roda setelah membantunya berbaring.

"Enggak, Bu. Ke Permata bisa nanti. Bagi Asa sekarang kesehatan Ibu lebih penting," ucap Asa membalas genggaman lembut sang ibu seraya menududukkan diri di sisi ranjang.

"Tapi, surat itu?"

"Enggak akan datang, Bu. Dia udah lupain Asa." Asa menundukkan wajahnya, pandangan Asa berubah sendu dengan mata berembun.

"Ini udah tahun ke lima, mungkin memang kami enggak akan lagi bisa ketemu," lirih Asa melanjutkan ucapannya, segera menghirup napas untuk menghalau air mata yang kapan saja siap meluncur, menatap lekat sang ibu dengan sebuah senyuman yang apik menyembunyikan nyeri di hatinya seperti biasa.

Bintang, satu nama yang sangat ia harapkan kehadirannya, beberapa tahun ini tidak sedikitpun ia ketahui kabarnya. Sepuluh tahun sudah Asa jalani harinya tanpa Bintang dan tepat pada tahun kelima ia benar-benar kehilangan jejak Bintang. Mampukah ia tetap bertahan lebih lama? Ataukah nama Bintang hanya akan menjadi bagian dari masa lalunya?

...

Mau tag mbak enisuwarsi yang kemarin nyariin si Bintang 😅😁😁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro