[vingt-cinquième]
[ ava speaking ]
Sim mengharapkan matahari itu tidak terbenam. Tapi dia tidak bisa melihat tanda-tandanya.
Kamu mulai bodoh atau jadi tidak peka, Sim?
"Terbenam itu baik, Sim. Mungkin kita emang butuh menjauh."
Aku menatapnya. Dia sedang memperhatikan matahari yang kini tinggal setengah.
"Toh, malam nggak seburuk itu, kan?"
Sim menghela napas. Aku menunggunya mengucapkan sesuatu, tapi dia diam saja.
"Lagian, lo udah punya matahari lain."
Barulah, Sim bertanya. Sedikit retoris. "Diana?"
Aku mengangguk. "Iya, kan?"
Wajah Sim begitu kusut. Aku tertawa.
"Astaga, Simothy, kita bukannya nggak akan bisa ketemu lagi. Kita juga tetep satu univ. Tetep satu kota. Kita cuma menjauh bentar."
"Lo bikin gue takut, Va."
Aku menepuk tangannya. "Maaf. Mungkin kedengeran serem, tapi sebenernya, itu wajar, kan?"
"Gue pernah kehilangan matahari gue, Va. Karena itu gue nggak mau kehilangan elo."
Ekspresi Sim tidak dapat dijelaskan. Dia tampak begitu... kacau. Aku jadi merasa bersalah.
"Di deket sini, minimarket terdekat di mana ya?" Aku berdiri dan melihat sekeliling.
Sim menoleh bingung. "Buat apa?"
"Cari permen cokelat seribu dapet tiga."
Sim mendengus. Dia berdiri, lalu menarik tanganku. "Sekarang sih, kayaknya cuma dapet dua--atau cuma satu, ya?"
Kami berjalan menuju minimarket. Tangan Sim yang besar menggenggam erat tanganku. Tangannya terasa begitu hangat.
Diana, tapi aku pinjem tangan Sim sebentar. Nanti pasti aku kembalikan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro