[ ava speaking ]

Tidak terlalu banyak hal terjadi saat SMA bersama Sim. Aku sudah tidak ngambek lagi--tapi masih suka banget sama dia--sementara Sim juga tetap Sim, tidak berubah.

Sekarang kami sudah kelas 12. Semakin disibukkan dengan ujian yang bikin stres, semakin aku dan Sim jarang berbicara.

Karena itu saat Sim mengajakku makan di luar sepulang sekolah, aku bahagia banget.

"Tumben ngajakin," godaku saat kami berjalan ke motornya.

"Pengin aja, otak gue udah berasap nih saking seringnya belajar."

Kami makan di warung bakso tidak jauh dari sekolah. Tempat ini tidak mencolok, tapi ramai karena enak. Mendapat tempat di sini adalah sebuah keberuntungan.

"Nggak nyangka ya Sim, bentar lagi kita udah lulus." Aku menopang kepalaku dengan tangan. "Kita bakal kuliah di universitas dan jurusan masing-masing, terus kita bakal jarang ketemu."

Sim terdiam. Aku tidak bisa membaca ekspresinya.

"Lo mau kuliah di mana?" tanyaku. "Biar gue tebak. Pasti UI."

"Lo mau UGM kan? Nggak ketemu dong nanti."

Aku memang ingin kuliah di Yogyakarta, terutama UGM, karena di sanalah kedua orang tuaku bertemu. UGM sudah menjadi universitas impianku sejak SD.

"Iya, akuntansi. Kenapa emang kalau nggak ketemu? Lo kangen?"

Sim menyeringai. "Iya, kalau gue kangen gimana?"

Aku yakin aku tersipu parah. "Ya kan bisa telepon."

"Nggak sama, Va."

Kami terdiam sejenak saat pesanan kami diantar. Sim langsung makan dengan rakus.

Sim benar. Meneleponnya tidak akan sama dengan bertemu langsung dengannya. Bukan hanya Sim yang akan kangen. Aku juga. Bahkan mungkin lebih kangen darinya.

"Bentar lagi kan daftar SNMPTN tuh. Kalau gue daftar UGM juga, boleh kan?"

Pertanyaan Sim membuatku terkejut. "Boleh, dong. Tapi kan lo udah lama pengin ke UI."

"Ya, kan, lebih mending gue bareng elo aja, Va."

Sial, sebenarnya Sim tahu nggak sih kalau aku suka padanya?