Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

II. Hujan

"Duh, kenapa harus hujan sih," gumam Reza mengernyitkan keningnya.

18 Januari, satu hari setelah Reza dibuat menggila oleh gadis dari jurusan bahasa. Padahal semuanya berjalan baik dari pagi. Tapi sorenya malah hujan.

Tidak, dia tidak takut pada hujan. Dia takut buku-bukunya akan basah. Ditambah Reza memiliki tugas bahasa Prancis yang akhirnya selesai dan harus dikumpulkan besok. Dia tidak mau mengambil resiko tugasnya basah.

Lebih baik menunggu sampai malam daripada menembus hujan.

Lagipula-

"Lho, Reza?"

-keberuntungan masih mencintainya, kok.

"Eh- halo, Aru. Belum pulang?" tanya Reza mendongak dari makanannya. Dia bosan, oke. Dan untungnya uang jajannya masih ada jadi dia pergi ke kantin.

"Belum, baru selesai latihan." Gadis itu menggeleng. "Kamu sendiri kenapa belum pulang?" tanya balik Aru.

"Hujan. Aku takut tugas bahasaku basah," jawab Reza.

"Oh? Bahasa Prancis? Aku denger kelas dua jurusan IPA dapat tugas bahasa Prancis buat cerita ya?"

"Iya. Dikumpulin besok. Dan kamu tau sendiri 'kan nilai bahasaku itu jongkok. Jadi aku gak mau yang ini basah," ucap Reza. Aru mengangguk-angguk dan duduk di depan Reza. Membuat sang pemuda hampir terkena serangan jantung karena kaget. "Aru kamu kenapa malah duduk? Nggak pulang?"

"Ah. Aku masih menunggu Aria. Mau pulang bareng, katanya," jawab Aru. Dia berkedip. "Eh, kamu gak nyaman, ya? Kalau gitu aku nunggu di tempat lain aja-"

"Bukan gitu!" ucap Reza panik. Pemuda itu berdehem. "A-aku cuma kaget, bukan nggak nyaman! Aku malah seneng kamu mau nunggu bareng aku di sini."

"...." Aru terdiam. Sedetik kemudian, dia tersenyum lembut. "Tentu saja. Kenapa kamu mikir aku nggak nyaman sama kamu?"

"A-ah... nggak kenapa-kenapa sih- cuma ya~ ahaha-" Reza tertawa canggung. Menjerit di dalam hati.

"Hm~ reaksimu lucu, ya?" ucap Aru. Senyuman masih belum meninggalkan wajahnya.

"E-eh?! Lucu gimana? Nggak lucu, kok! Yang lucu itu kam-"

"A~ru!"

Belum sempat Reza menyelesaikan perkataan-gombalan?-nya, seorang gadis berlari memeluk Aru. Gadis yang dipeluk hanya menghela napas.

"Kenapa sih, Adin?" tanya Aru menatap gadis lainnya. Yang ditatap tersenyum.

"Nggak ada sih. Cuma kaget aja kamu ada di sini~!" ucap Adinda. Tak sengaja matanya melihat Reza yang masih terdiam, entah tak mau mengganggu kedua gadis itu atau sedih keberanian yang dia gunakan untuk menggombal sia-sia.

Adinda berkedip, gadis berambut panjang itu lalu menyeringai."Eh~ ada Reza juga toh. Ngapain nih berduaan?"

"Ha-hah? Oh, itu, anu-"

"Re-Reza lagi nungguin hujan berhenti! Terus aku lagi nunggu Aria, jadi kita berdua nunggunya!" jelas Aru, wajahnya memerah dan kata-katanya dia ucapkan dengan cepat.

"Ehh~? Apa iya?" goda Adinda, masih menyeringai. Melihat wajah bingung Reza dan wajah panik Aru, dia terkekeh. "Ya sudah. Aku duluan, ya! Dadah~!"

"Dadah ...," ucap Aru dan Reza serentak. Adinda sekali lagi menyeringai kemudian pergi.

"...." Reza berkedip bingung. Dia kemudian berbalik untuk melihat Aru. "Aru, itu Adinda kenapa- eh kamu kok merah?! Sakit?!"

"H-heh? Sakit? Nggak kok!" Aru menggeleng-gelengkan kepalanya cepat.

"Beneran? Mau aku anterin ke UKS dulu gak? Kayaknya anak PMR masih ada beberapa deh."

"Nggak usah! Aku gak mau repotin kamu!"

"Eh? Tapi aku nggak kerepotan, kok," ucap Reza. "Malah aku suka kalau kamu selalu datang ke aku."

"Ehh?"

"A-ah! Itu- aku-"

"Ah, Aru!"

"A-Aria," ucap Aru menoleh. Melihat sang kakak berjalan mendekatinya dan Reza, yang kali ini bersyukur kalimatnya dipotong. "Kayaknya kita harus misah di sini ya, Reza. Hujannya juga sudah berhenti."

"Ah? Benar," gumam Reza. Pemuda itu berdehem. "Kalau begitu aku juga pulang sekarang. Hati-hati di jalan, Aru. Jangan lupa pikirin aku."

"E-ehhh, apa sih." Aru tersenyum. Mengambil tasnya, gadis itu bangkit. "Kamu juga. Hati-hati di jalan, Reza. Awas diculik tante-tante."

"Heh!" Reza memprotes.

"Hehe, udah ya. Aria udah nungguin. Dadah, Ejak."

Belum sempat menjawab, otak Reza korslet duluan.

Ejak, katanya?

Serius Ejak?

Aru, yang selama ini memanggilnya 'Reza', tiba-tiba bilang Ejak? Pakai nama kecilnya?

'Sial, makin hari hatiku makin tidak waras karena dia ....'

Untuk pertama kalinya, nama kecil Reza terasa lebih hangat.

18 Januari, hati seorang Reza Arvian sekali lagi diubrak-abrik sampai tak terbentuk oleh Aru Altean.

Dua puluh empat hari sebelum valentine.

.
.
.

To Be Continue.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro