
Dilema
Bab 22 Dilema
"Aku bahkan merasa lebih lega," lanjutnya sembari berpikir.
Alisha meninggalkan Adam yang masih terdiam di tempatnya. Ia berlari menuju area parkir dan segera masuk ke dalam mobilnya.
"Astaga, apa yang baru saja aku lakukan," desis Alisha pelan.
Alisha meletakkan kedua tangannya di atas setir mobil, dan kepalanya menunduk bertumpu pada kedua tangannya. Dengan pikiran yang terus berkecamuk.
Tok tok tok
Seseorang mengetuk kaca mobil Alisha tidak sabaran yang membuat Alisha mengelap sisa-sisa air matanya. Alisha menegakkan kepalanya lalu menoleh ke arah samping. Betapa terkejutnya Alisha melihat seseorang yang sangat ia kenali berdiri di samping mobilnya.
Alisha menurunkan kaca mobilnya, memberi seseorang yang menggunakan snelli kebanggaannya itu berbicara.
"Alisha, bisa kita bicara sebentar?" tanyanya lembut.
Alisha menganggukkan kepalanya perlahan. "Masuklah, kita bicara di dal mobil saja."
Adam berlari ke sisi samping lalu masuk ke dan duduk di samping kursi kemudi. Untuk sesaat suasana masih hening Adam belum memulai pembicaraannya.
"Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Alisha memberanikan diri membuka pembicaraan.
"Aku minta maaf telah memintamu untuk bercerita tentang masa lalumu, dan aku minta maaf telah menghilang beberapa waktu lalu," ucap Adam tulus.
Alisha menganggukkan kepalanya. "Tak apa, Dam. Aku sudah memaafkannya."
"Jadi kamu sudah memaafkan ku?" tanya Adam memastikan.
Alisha kembali menganggukkan kepalanya lalu menerbitkan sebuah senyuman.
"Iya, jadi apa aku boleh ...." ucap Alisha menggantung.
Adam mengernyitkan dahinya, menatap Alisha intens. "Boleh apa?" tanya Adam kemudian.
"Bolehkah aku menghubungi atau menemuimu," ucap Alisha malu-malu.
Adam tersenyum melihat wajah Alisha yang memerah. Ia lantas menganggukkan kepala.
"Boleh kok," jawab Adam tersenyum manis.
Sejak saat itu hubungan Adam dan Alisha semakin dekat, bukan hanya berkirim pesan saja, Alisha bahkan sering menemui Adam di tempat kerjanya.
- Adam jadi semakin gak bisa lepas dari Alisha tapi dia juga mengalami perang batin.
-Adam mencoba mencari pelarian.
Akhir akhir ini Siti gencar mengenal-ngenalkan Adam dengan wanita yang menurutn Siti sangat cocok memdampingi Adam.
"Dam, bolehkah ibu bicara sebentar?" tanya Siti hati-hati.
Adam mengangguk pelan. "Boleh dong, Bu," jawab Adam lembut.
"Dam, kamu kan sudah lulus dan kamu juga sudah mendapatkan pekerjaan..." ucap Siti menggantung.
"Heemm, lalu?" tanya Adam penasaran.
"Apa tidak sebaiknya, kamu...."
"Apa bu? Ibu ngomong saja gak apa-apa kok," ucap Adam sembari mengusap lembut lengan sang ibu.
"Begini, Dam. Ibu berpikir sudah waktunya kamu untuk mencari pendamping hidup," jelas Siti yang membuat Adam terkejut.
"Maksud ibu menikah?" ucap Adam memastikan.
Siti menganggukkan kepalanya pelan. "Iya, ibu ingin mengenalkan kamu dengan beberapa gadis yang cocok denganmu."
Adam mengambil kedua tangan sang ibu, mengusapnya pelan. Lalu menolak keinginan sang ibu dengan lembut.
"Terima kasih, Bu. Tapi Adam masih ingin membahagiakan ibu dulu. Adam masih belum memberikan kebahagiaan untuk ibu," ucap Adam lembut.
"Nanti jika Adam sudah merasa siap, Adam akan menikah Bu." lanjut Adam.
Siti terharu mendengar ucapan putranya yang berniat membahagiakannya.
"Baiklah jika itu keputusanmu, ibu akan mendoakan yang terbaik untukmu nak," ucap Siti mengusap lembut pipi Adam.
Sore ini, sepulang kerja Adam mampir ke sebuah masjid untuk sholat. Suasana masjid tersebut lumayan ramai karena kebetulan sedang ada kajian remaja masjid.
Ketika Adam sedang berdoa sayup-sayup ia mendengar suara ceramah seorang ustad yang mengatakan jika pacaran mendekati zina dan antara laki-laki perempuan yang bukan muhrim hendaklah menjaga jarak.
Seketika Adam terdiam, hatinya terketuk. Ia mulai berperang dengan pemikirannya. Adam mengendarai motornya dengan cepat.
"Ya Allah, bagaimana dengan aku dan Alisha?" tanyanya dalam hati.
"Aku sudah melewati batasan dalam bergaul dengan lawan jenis."
"Apa aku harus menjauhi Alisha?" lanjutnya.
"Tapi aku tak bisa, melihatnya sedih membuatku terluka," ucapnya yang membuat hati Adam meragu.
Berbeda dengan Adam, Alisha selalu menampilkan wajah cerianya. Ia bahkan suka bersenandung. Seperti hari ini misalnya, ia memanfaatkan waktu senggangnya di halaman belakang rumahnya.
"Hem hem hem," senandung Alisha sembari berjalan ke sana ke mari menyirami bunga milik sang ibu.
Mengenakan celana pendek selutut, dan kaos kedodoran favoritnya. Ia tetap terlihat cantik meski rambutnya ia gulung asal. Hal yang tak pernah Alisha lakukan sebelumnya, tapi sekarang justru menjadi hal yang sering ia lakukan.
"Sayang, makan dulu yuk," ajak sang ibu yang berdiri di ambang pintu.
Alisha mengangguk sembari tersenyum manis. Ia meletakkan gembor plastik ke rak, melepas sarung tangan, clemek serta sepatu bootnya lalu berjalan menghampiri sang ibu.
"Wahhh baunya harum banget ma? Mama masak apa hari ini?" ucap Alisha kepada sang ibu.
"Hayo tebak? Mama masak apa?"
"Kalau dari baunya sih soto," tebak Alisha.
Maria terkekeh mendengar jawaban sang putri. "Kamu benar, Sayang."
"Ma... Kapan-kapan ajari Alisha masak dong?" pinta Alisha.
"Kamu serius mau belajar masak?" tanya Maria terkejut mendengar ucapan sang putri.
Alisha mengangguk. "Ia dong, Ma. Alisha serius."
"Baiklah kapan-kapan kita belajar masak ya."
Maria menyodorkan mangkuk berisi nasi soto yang langsung dilaha habis oleh Alisha.
"Terima kasih Tuhan," ucap Maria dalam hati.
Maria beryukur, melihat perubahan baik pada Alisha.
"Semoga saja semuanya terus membaik," batin Maria.
***
Waktu bergulir begitu cepat, Alisha kembali sedih karena akhir-akhir ini Adam jarang menghubunginya dan susah untuk ia temui. Sepulang kuliah Alisha berencana pergi ke tempat kerja Adam. Alisha melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah jalanan ibu kota menuju rumah sakit tempat Adam bekerja.
Alisha memarkirkan mobilnya lalu menuju lobi rumah sakit, baru saja hendak melangkah masuk ke dalam ia melihat beberapa perawat mendorong brankar pasien kecelakaan. Melihat itu membuat jantung Alisha berdegup kencang. Pikirannya kembali melanglang jauh ke belakang.
"Kak Bayu," ucapnya lirih. Ia berlari ke arah taman ia duduk sembari menangis. Ia membekap mulutnya agar suaranya tak terdengar oleh orang lain.
Bertepatan dengan itu, Adam yang hendak memakan bekal makanannya di taman pun terkejut melihat sosok Alisha. Dari kejauhan Adam mengamati Alisha yang sedang menangis dan ketakutan. Ada rasa iba di hati Adam, tapi pikiran Adam berperang dengan hatinya. Ia benar-benar dalam dilema saat ini.
"Astagfirullah, dia kenapa? Apa dia kambuh lagi?" ucap Adam cemas.
"Tangisan itu, selalu membuat hatiku sakit melihatnya."
"Sebenarnya ada apa dengan hatiku ini?" tanya Adam di dalam hati.
Bersambung....
Wohaaaa...
Gimana menurut kalian?
Kira-kira apa yang terjadi selanjutnya ya?
Eh kira-kira Adam bakal nolongin Alisha enggak ya?
Atauu Adam....?
Cekidot pantengin terus ya!
Jangan lupa Vote dan komen!!!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro