Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

36 [AB] - Epilog

Now Playing : Lewis Capaldi - Someone You Loved

•••

Lingka memandangi gantungan kunci burung hantu itu. Kali ini cewek itu 100% yakin jika orang iseng ini adalah Kit. Mulai dari papanya, dan sekarang burung hantu. Ia tersenyum tipis. Lagi dan lagi, Kit membuatnya memandang seorang cowok dengan sudut pandang yang berbeda. Kit itu aneh. Abstrak. Tetapi setelah cewek itu mencoba menghindari Kit, keanehan dan keabstrakan yang melekat pada Kit, membuatnya rindu.

Aku rindu dan ingin bertemu. Tetapi nanti jika kita bertemu, aku tidak yakin apakah aku bisa mengatakan sesuatu setelah memandang kedua bola matanya.

Misalnya robot Erika ada di Indonesia, aku akan menyuruhnya untuk membuat mesin waktu untuk kembali ke masa lalu. Kembali ke masa sebelum aku bertemu dengannya. Aku tidak ingin merindukannya sebesar ini.

Entah sejak kapan Lingka menjadi melankolis dan puitis, tapi memang itu keinginannya. Jika merindukan bisa sebesar ini, bisa merepotkan jika cewek itu ditinggalkan.

Satu balon datang lagi membuat Lingka kesal. Kini identitas Kit sudah berhasil ia tebak, tetapi cowok itu tidak langsung menemuinya, malah mengirim balon lagi?

Lingka menunjuk balon itu dengan kesal. "Gue. Nggak. Akan. Letusin. Lo!"

"KIT!! POKOKNYA GUE NGGAK MAU TAU, YA. LO HARUS KELUAR SEKARANG JUGA KARENA GUE NGGAK AKAN LETUSIN BALON INI!" Lingka berkata keras pada segala arah. Untungnya taman sepi. Jadi tidak akan ada orang menganggapnya tidak waras.

Ia melepas balon itu hingga melayang ke langit. Bebas, lepas, dan terbang dengan tenang.

Cewek itu berdiri sambil memandang ke arah langit, tepatnya kemana balon itu pergi. Warna balon itu entah mengapa menjadi begitu serasi dengan langit senja. Ini begitu indah. Suasananya tampak sangat menenangkan. Angin yang berhembus konsisten menerbangkan rambutnya, dan juga perasaan tidak tenang yang sempat membuatnya kehilangan jati diri.

"Lo emang keras kepala banget, ya." Sebuah suara maskulin terdengar di telinga cewek itu. Ia mengalihkan pandangan ke samping.

Tatapannya jatuh tepat ke dalam mata sang pemilik suara. Dengan mata sedalam jurang, hati Lingka terjatuh ke dalamnya. Membawanya pada kenyataan, bahwa sosok tampan di hadapannya sekarang, yang sempat ia jauhi, adalah sosok yang kini membawa cahaya dalam hidupnya.

Tidak bisa dipungkiri, Lingka jatuh cinta. Sangat dalam, dan baru pertama kali cewek itu merasakan ini.

Lingka hanya bisa diam. Terpaku di tempatnya. Berusaha menyelami mata seseorang yang sudah lama tidak ditemuinya. Dengan jarak sedekat ini, terlihat jelas di sana ada rindu yang sama, yang berusaha cowok itu tunjukkan.

"Kit." Dengan suara serak karena tenggorokannya tiba-tiba mengering, Lingka mengucap nama yang sudah lama tidak ia ucapkan.

Kit tersenyum sambil menaikkan kedua alisnya menggoda. "Apa kabar?"

Lingka tersenyum. "Bisa lo liat sendiri. Gue berdiri tegak, buat lo."

Aku pernah menjadi anak paling bahagia di bumi, tetapi kemudian dihancurkan oleh satu kesalahan fatal karena salah mengenal seseorang. Lalu aku menjadi anak paling mengenaskan di bumi, menjadi satu raga dengan kesepian. Banyak yang menjauhi, tidak punya teman, bahkan orang tua juga mulai menjauh karena malu mempunyai putri sepertiku.

Tetapi aku menjadikan itu semua menjadi motivasi untuk sembuh. Untuk bisa melupakan semua kesakitanku tentu saja didampingi oleh Kak Davin dan Kak Rani.

Akhirnya aku berhasil walaupun ada trauma yang terus mengikutiku selama aku hidup. Lalu, setelah aku berhasil berjuang untuk hidupku sendiri, entah mengapa papaku menjadi monster yang tidak ku kenali.

Orang yang aku sayangi, orang yang selalu kujadikan sebagai pilar, kini tidak lagi mempunyai cinta keluarga. Aku kembali menjadi anak yang menyedihkan, traumaku muncul kembali bahkan bertambah besar dari sebelumnya. Aku yang sempat membenci mama karena tidak pernah pulang untuk mengurusku, menjadi sangat terpukul melihatnya menderita.

Kesakitannya juga kesakitanku. Bagaimanapun aku adalah anaknya, dan terlebih lagi, aku mulai merasakan bahwa aku tidak membencinya. Aku hanya kecewa melihatnya menangis. Aku hanya tidak kuat melihat mama menangis.

Mama adalah sosok tangguh yang bisa melahirkan dua anak karena cintanya kepada papa. Ia juga berhasil selamat karena ada papa yang setia mendampinginya saat proses persalinan. Aku yang baru bersama papa selama 17 tahun saja merasakan bagaimana sakitnya melihat papa berkata kasar pada mama. Lalu bagaimana perasaan mama yang sudah bersama papa sejak SMA? Sejak masa terindahnya merasakan jatuh cinta di masa SMA.

Bagaimana perasaan mama ketika mengingat bagaimana manisnya papa menyatakan cintanya di depan semua teman-temannya? Bagaimana perasaan mama ketika mengingat perjuangan cinta mereka sampai aku sudah sebesar ini?

Lalu, aku berpikir bahwa aku sudah gila. Kemudian aku masih mengelaknya. Aku masih sadar dan aku masih bisa berpikir logis. Aku masih bisa menahan amarahku. Aku masih merasa sedih dan tak berdaya ketika melihat Kak Rani yang sedang hamil 8 bulan membersihkan rumah sendiri. Mengurusku yang hampir gagal bertahan lagi. Kadang ada ekspresi kesakitan yang muncul di wajahnya. Aku juga merasa bahagia ketika melihat Kak Davin berbicara dengan anak yang ada di perut Kak Rani, kadang mengelusnya, kadang tertawa bersama, bahkan terkadang aku meneteskan air mata melihat cinta Kak Davin pada Kak Rani dan bayinya. Mungkin, tidak semua cowok sama. Kak Davin adalah salah satu bukti.

Dan yang kedua, Kit. Mungkin yang baru-baru ini ku sadari, yang mengontrolku untuk tetap sadar adalah Kit. Caranya yang aneh yang selalu membuatku tertawa. Tawanya juga yang membuatku berjuang melalui masa sulit ini. Dan kali ini, Kit sudah ada di hadapanku. Menunjukkan bagaimana perasaannya setelah aku menjauhinya dengan banyak surat yang ia kirim tadi. Tapi tatapan matanya lah yang berhasil membuatku lebih mengerti. Ada rasa rindu yang tersimpan dalam-dalam di sana. Sama seperti yang aku rasakan. Entah itu hanya bayangan mataku saja, atau aku terlalu narsis, aku hanya akan menganggapnya demikian.

"Ling, kenapa lo nangis?" suara Kit dan pegangan tangannya di pergelangan tangan Lingka berhasil membuat cewek itu kembali ke dunia nyata.

"Hah?" Cewek itu dengan refleks memegang pipinya. Iya, tanpa sadar ia menangis mengingat semuanya.

"Gue nggak pa---"

Cewek jtu terdiam. Kit memeluknya. Ada rasa hangat yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Sekali lagi, air mata yang tadinya sempat mengalir, kembali lagi. Ia membalas pelukan Kit.

"Sttt, udah. Jangan nangis lagi. Lo makin jelek tau," ujar Kit membuat Lingka menusuk perutnya.

"Lo tau nggak apa isi surat di dalam balon orange itu?" tanya Kit setelah Lingka melepaskan pelukannya.

"Ya nggaklah. Kan gue terbangin."

"Gue kangen," ujar Kit tiba-tiba.

"Apa?" tanya Lingka sambil menahan senyumnya.

"Iya. Isinya tadi gitu." Kit berusaha meyakinkan lagi, membuat Lingka ingin menggodanya.

"Bohong," celetuk Lingka.

"Lo sekarang jadi nggak percayaan, ya." Kit meledek sambil tersenyum. Cewek di hadapannya sudah kembali. Ingin rasanya Kit memeluk Davin sambil mengucapkan terima kasih.

"Maaf," ujar Lingka pelan. "Gue nggak bermaksud buat jauhin lo, bahkan jauhin semua orang. Tapi rasa takut gue ngalahin semuanya, Kit."

Kit terdiam. Kemudian dengan hati-hati ia berkata, "Gue bisa yakinin lo kalo gue berbeda." Cowok itu menatap Lingka dalam. "Gue akan jagain lo, Ling. Apapun yang terjadi, bagaimanapun caranya."

Lingka tersenyum lega melihat Kit. Sekali lagi cewek itu merasa menjadi seseorang paling bahagia di bumi. Orang yang paling dicintai. Ada rasa takut kehilangan yang sama seperti dulu, menjalar memasuki logikanya. Memukul-mukulnya dengan keras agar cewek itu bisa merasakan ketakutan. Tetapi Kit berhasil memberi pukulan telak pada Lingka semua cela salah.

Kehilangan seseorang bahkan sebelum memilikinya, rasanya dua kali lebih sakit dari biasanya.

Kehilangan seseorang bahkan sebelum memilikinya, rasanya dua kali lebih hebat dari biasanya.

Cewek itu melemparkan pukulan balik pada ingatan-ingatannya mengerikan itu, tentu saja dengan bantuan moral dari Kit. Sekilas mereka hilang tanpa jejak. Ketika mereka muncul kembali, artinya Lingka harus kembali melemparkan pukulan balik agar mereka segera enyah, tidak mengganggu pikirannya lagi.

"Ling." Panggilan Kit membuat Lingka terfokus.

"Wanna be my girlfriend?" ujarnya sambil menatap manik mata Lingka dengan lembut.

"Gue tau lo masih punya rasa takut itu. Gue juga sama. Gue takut untuk memulai sebuah hubungan, Ling. Sebelumnya seperti itu. Tapi ngeliat kemaren lo ngejauhin gue seperti itu, sama sekali nggak menatap mata gue, ngasih sapaan singkat pun enggak. Gue ngerasain rasa kehilangan yang besar banget. Gue pikir gue udah terlambat. Asli, berkali-kali rasa penyesalan itu ada. Kenapa gue jadi pengecut? Setelah gue kehilangan lo, baru gue sadar kalo gue terlambat. Gue nggak mau ngerasain itu lagi." Penjelasan Kit yang begitu panjang langsung meluncur tepat pada kedalaman hati Lingka.

Saat itu juga, cewek itu merasa yakin. "I wanna be your girlfriend."

Kali ini Lingka akan membuka lembaran baru. Lembaran pertama di buku baru. Yang masih bersih, tanpa coretan apapun. Cewek itu menuliskan sesuatu di sana.

Biarkan semua berjalan seiring berjalannya waktu.

Aku percaya. Suatu hari nanti, akhirnya akan lebih baik dari buku sebelumnya yang masih ku simpan rapi di rak buku.

Aku akan terus mengukirkan semua cerita pada setiap lembaran-lembaran kosong ini. Mengisi kekosongan dengan sebuah tinta hitam, namun berisi dengan kenangan penuh, entah itu manis maupun pahit. Kenangan yang setidaknya mampu membuatku merasa bahagia bahkan sedih di saat yang bersamaan. Ajaib, tinta itu menjadi warna-warni.

Dengan sebuah pena, akan aku tuliskan semua cerita dengan perasaan yang tidak bisa ku ungkapkan lewat kata-kata. Sebuah rasa yang mampu membuatku merasa hidup, dan mati secara bersamaan.

Bagaikan merpati, beterbangan bebas di angkasa, leluasa. Saat aku sedih, setidaknya angin masih menghiburku. Membawaku kesana kemari untuk melihat indahnya dunia. Menghiburku agar tidak terlalu larut dalam kesedihanku. Membawaku pada pasangan, menjadi sepasang merpati yang menjalani apapun bersama-sama.

Terkadang aku sangat ingin terbang bebas di angkasa begitu melihat dua sepasang merpati begitu gembira tanpa menampakkan kesedihan mereka. Atau mungkin tidak ada yang perlu mereka sedihkan karena mereka yakin mereka takkan terpisahkan. Angin tidak dapat memisahkan mereka. Angin membawa mereka untuk merasakan betapa indahnya mencintai dan dicintai. Aku pula demikian. Aku ingin menjadi sepasang merpati, bersama dengan Kit.

Aku tahu Kit mencintaiku. Begitupun sebaliknya. Aku tahu Kit tidak pandai mengungkapkan cintanya lewat kata-kata. Begitupula denganku.

Kami berdua saling mengerti dan saling memahami. Serta yang paling utama, akan saling percaya.

Aku percaya suatu saat nanti, Tuhan akan menyatukan kita dengan status yang jelas dan lebih sakral dari ini. Aku percaya jika Tuhan berpihak kepada kita.

Aku mencintai Kit, sama seperti aku mencintai hidupku sendiri.

Aku tidak akan meminta hal yang tidak mungkin kepada Kit, seperti meminta bintang misalnya. Aku hanya minta padanya untuk menemaniku. Entah itu selamanya atau tidak. Itu kehendak Tuhan.

Aku percaya setiap keputusan yang dibuat Tuhan, pasti akan berbuah baik pada manusia itu sendiri.

"Ling, sini deh." Kit memanggil Lingka yang sibuk mengisi buku diary yang baru di belinya tadi di toko dekat taman ini.

Lingka menoleh dan mendapati Kit yang memandang langit senja.

"Iya?" Cewek itu menghampiri Kit yang duduk di rerumputan hijau. "Eh, aku baru inget. Lo Phantom of the Darkness, kan? Kamu yang ngirim surat ini, kan?" Lingka mengeluarkan surat Kit yang didapat di depan rumah kakaknya.

"Mana coba liat," ujar Kit tersenyum. Diambilnya surat itu dari tangan Lingka sebelum berkata, "Lo nyimpen semuanya? Yang tadi juga?"

Cewek itu tertawa. "Iya lah. Dibuang sayang." Lingka mengambil lagi surat itu, lalu menyimpannya dengan aman.

"Indah banget," ujar Kit sambil memejamkan mata menikmati angin.

"Apa yang indah? Orang sunset-nya udah abis, enggak kelihatan juga," ujar Lingka sambil mencibir. Merasa Kit sok puitis padahal kenyataannya tidak ada. Cewek itu merasa geli melihat ekspresi tidak terima Kit sekarang.

"Bukan sunset-nya. Tapi rasa dimana kita berdua bareng kayak gini. Gue seneng bisa bareng sama lo lagi," jelas Kit sambil tersenyum pada Lingka. "Kayaknya gue beneran jatuh cinta, deh." Gumaman Kit masih dapat didengar jelas oleh cewek itu.

Lingka tertawa. Hatinya menghangat. "Lo jatuh cinta?"

"Eh, kok lo nguping?"

"Enak aja. Gue nggak nguping, ya. Lo yang ngomong pas di telinga gue." Lingka tertawa lebar.

"Lo kali salah denger. Halu," ujar Kit sambil memberi kerlingan menggoda.

"Kayaknya gue juga jatuh cinta, deh. Rasanya seneng banget bisa deket sama lo gini," ujar Lingka cepat dan beranjak dari duduknya, merasa malu mengucapkannya dengan jarak sedekat itu dengan Kit.

"Lo salah denger. Percaya deh sama gue," ucap Kit yang masih membahas soal tadi. Kemudian ia terdiam seperti mendapati sesuatu yang baru saja bisa dicerna oleh otaknya.

"Ehh. Lo bilang apa tadi?" tanya Kit sambil menarik baju Lingka.

"Iiihh apaaaa? Lepasin, deh. Melar, nih baju gue." Cewek itu menahan senyum.

"Eeeh, nggak! Lo bilang apa tadi?" tanya Kit tidak sabar. Ia ikutan bangkit dari duduk dan berusaha mendekat pada Lingka yang tidak mau menatapnya karena malu. "Lo bilang apa?" tanyanya lagi sambil tertawa.

"Kenapa wajahnya merah gitu?" Kit semakin menggoda Lingka membuat cewek itu melepaskan tangan Kit dari wajahnya dan berlari menjauhi Kit sambil tertawa lepas.

"LO SALAH DENGER!" teriak cewek itu yang diakhiri gelak tawanya.

"WOY BALIK NGGAK LO KESINI!" teriak Kit sambil mengejar Lingka.

"NGGAK!!"

"BALIIK NGGAK! ULANGIN UCAPAN LO!"

"NGGAK ADA PENGULANGAN!"

"IH, SEBEL GUE SAMA LO!"

Lingka langsung tertawa terpingkal-pingkal mendengar kalimat menggelikan itu keluar dari mulut Kit.

Julukan Amazing Badboy itu, benar-benar cocok untuk cowok yang kini sibuk merajuk pada Lingka.

Tetaplah seperti ini. Kumohon Tuhan. Aku, menyayanginya...

•••

Tamat

•••

Ada yang mau baca series lain dari #Amazingstory?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro