
35 [AB] - Surat Pembawa Harapan
Lingka memungut kertas kecil yang ada di dalam balon tadi, dan membukanya.
Hai, apa kabar?
Apa kabar dia bilang? Apa kabar lagi? Apa ini orang yang berbeda dengan Phantom of the Darkness? Lalu jika yang tadi adalah Kit, lalu ini siapa?
"Apa kabar sama lo sendiri? Kenapa nggak keluar aja, sih? Sok-sokan misterius. Sini keluar!" Cewek itu menggerutu.
Ia berdiri dari bangku taman berniat mencari pelaku balon meletus. Orang ini pasti mengenalnya. Jika tidak kenal, mengapa menanyakan kabarnya seakan-akan ia tahu jika Lingka tidak pernah masuk sekolah? Orang ini pasti teman sekolahnya!
Cewek itu terus berjalan selangkah demi selangkah sampai akhirnya ia berada di tempat yang cukup sepi, hanya ada dirinya sendiri di sana. Ia hendak melangkah lagi sebelum mengingat Rani. Kakaknya itu sebenarnya beli es krim dimana? Mengapa lama sekali? Jangan-jangan Rani kenapa-napa? Tapi, kan Rani membawa telepon selulernya. Kakaknya itu bisa meneleponnya ketika merasa tidak baik-baik saja.
"KAK!"
"Astagfirullah!!" pekik Lingka kaget. Ia menengok ke depan, ke belakang, tetapi tidak ada siapapun di sana. Merasa horor, Lingka berkata, "Pergi lo jangan gangguin gue. Gua hafal ayat kursi, ya. Jangan macem-macem lo. Gue nggak takut."
"KAK!"
"AAAAAAA!!!" Cewek itu berteriak kaget begitu melihat ada anak kecil di belakangnya sedang menarik ujung kaosnya. Tangannya yang satu lagi memeluk balon berwarna merah polkadot.
"Ya ampun. Kamu bikin kakak kaget, aja." Lingka berucap sambil berlutut di depan anak kecil cewek itu.
Anak kecil itu menyodorkan balon yang ia peluk, kemudian berlari menjauh setelah Lingka menerimanya.
Cewek itu hanya diam. Membiarkan anak kecil itu berlari dan tidak berusaha mengejarnya. Ia menggerakkan balonnya ke kanan-kiri, benar saja ada kertasnya lagi.
Ia mengambil batu tajam yang ada di bawahnya. Dengan posisi satu kaki yang berlutut, Lingka mencoblosnya lagi.
DOORR!
Gue harap, hari demi hari lo semakin membaik.
Cewek itu mengernyitkan alis dalam-dalam. Ia memasukkan kertas itu pada saku celananya lagi, kemudian ia duduk di bangku taman lain, yang ada di dekatnya. Mungkin akan ada balon lagi.
Dan benar saja, sekitar lima menit kemudian, ada anak kecil yang mengantarkan balon lagi padanya. Dengan cekatan, Lingka langsung menangkap anak laki-laki itu. "Di suruh siapa?"
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA." Anak kecil itu berteriak keras.
"TOLOOOOOONG. ADA OLANG JAHAD."
"AAAA ADEK MAU DICULIK MAAA."
"Ssst. Diem," Lingka melepas tangkapannya dan memegangi lengan kanan anak kecil itu sambil menggaruk pelipisnya setengah meringis. "Kakak cuma mau tau kamu disuruh sama siapa? Kalo kamu nggak kasih tau, kamu nggak akan kakak lepasin jadi ka-----"
"AWWWW!" Lingka berteriak kesakitan. Karena pegangannya terlepas, anak kecil itu memanfaatkan keadaan dan berlari menjauhi Lingka sembari mengejek.
"HEI, RESE YA LO! PAKE GIGIT TANGAN GUE SEGALA LAGI!" tungkasnya kesal. "Tuh, ada bekas gigi, kan. Serasa digigit piranha tau nggak!"
Tetapi tidak bisa disangkal semua yang terjadi ini, balon, meletuskannya, membaca surat demi surat, membuatnya merasa terhibur dan melupakan banyak hal buruk.
Kali ini balonnya berwarna hitam polkadot. Lingka mencoblosnya lagi dengan batu tajam yang tadinya diletakkannya di bangku taman.
DOOR!!
"Lama-lama gue bisa jantungan kalo kayak gini terus," gerutu Lingka kesal. "Tangan gue sakit kena letusannya! Balon aja sakit, gimana bom, ya?"
Lingka membuka surat lagi.
Kenapa jauhin gue?
Badan cewek itu langsung tegak. Lingka ngejauhin dia? Berarti yang ngirim surat cowok? Rasa takut kembali menjalar di seluruh tubuh Lingka. Sedetik kemudian ia kembali menetralkannya. "Nggak, gue harus sembuh. Gue nggak mau sakit lagi. Gue harus bisa berdamai dengan masa lalu!"
Lingka memejamkan mata dan bersandar dengan posisi kepala menengadah. Ia membuka kembali matanya untuk memandang kearah langit yang sudah mulai berwarna oranye.
Biarkan saja Kak Rani mencarinya. Mungkin sekarang Kak Rani mengiranya pulang duluan. Kak Rani pasti sedang berjalan pulang sendirian. Semoga Kak Rani tidak apa-apa.
"Kak." Suara imut milik anak kecil perempuan segera memasuki pendengarannya.
Ia menunduk dan melihat ada anak kecil yang sangat cantik sekali sedang tersenyum kearahnya. Tak lupa ia menyodorkan balon berwarna biru polkadot kepada Lingka.
"Ada balon buat kakak," ujarnya sambil tersenyum lebar.
Lingka tanpa sadar ikut tersenyum. "Hai. Iya kakak tau. Daritadi banyak banget yang ngasih kakak balon."
Anak kecil itu tertawa. "Balonnya macih banyak, kak. Cekalang patti kakak yang di cana bingung cali anak ketil lagi buat antelin balon ini ke kakak. Kaila yang telakhir coalnya."
Lampu mulai menyala di kepalanya. Anak kecil ini nggak mungkin lari darinya. Ia bisa mengorek informasi dari si cantik ini.
"Siapa namamu?" tanya Lingka sambil menerima balon.
"Kaila."
Lingka mengangguk mengerti kemudian bertanya lagi, "Kaila, yang ngasih kakak balon daritadi, siapa namanya?"
"Kaila nggak tau," jawabnya polos. Anak kecil ini tidak mungkin berbohong.
"Kalo gitu ciri-cirinya aja. Gimana?" Lingka berusaha mengorek.
"Cili-cili itu apa, kak?" tanya Kaila bingung. Sedangkan Lingka yang mendengar pertanyaan itu ikut bingung, tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Merasa rumit, cewek itu buru-buru mengubah pertanyaan.
"Kakak yang di sana cowok, ya?"
Kaila mengangguk.
"Dia tinggi sama putih, nggak?"
Kaila langsung mengangguk tanpa ragu-ragu. "Kakaknya ganteng. Kaila suka."
Lingka membulatkan matanya. Anak kecil sudah tahu mana cowok ganteng dan mana cowok yang biasa-biasa saja?
"Kakak juga cantik, kok. Nanti kalo Kaila udah becar, Kaila pengen cantik kayak kakak. Bial dikacih balon cama pangelan."
Ucapan Kaila membuat cewek itu tersenyum. "Nanti kalo kamu udah besar, kamu pasti lebih cantik daripada Kak Lingka."
"Benelan?" Kaila langsung senang.
"Iya. Kakak nggak bohong," jawab Lingka sambil mencubit pipinya gemas.
"Kak. Aku halus balik. Dadaaaaaah," pamit Kaila sambil nyelonong pergi. Lingka tertawa dibuatnya.
Cewek itu kembali mencoblos balon yang baru saja dikirim.
DOORR!!
"Lama-lama panas banget tangan gue." Cewek itu mengibas tangannya, merasakan angin, sebelum membuka gulungan kertas kecil.
Apa hidup lo semakin membaik setelah lo jauhin gue?
Lo harus percaya sama gue, Ling.
Gue nggak kayak bokap lo. Gue beda dari semua cowok yang lo takutin. Gue bisa yakinin itu.
Jantung Lingka berpacu cepat. Nggak kayak papa?
Cewek itu segera mengetahui siapa orang iseng yang menyuruhnya letusin balon berulang kali ini!
Satu nama terus-menerus terngiang di kepalanya, KIT!
Tidak ada yang tahu masalah Lingka dengan keluarganya, kecuali Kit. Itu pun karena tidak sengaja. Cewek itu yakin ini memang Kit.
"KIT? GUE TAU ITU LO, YA. KELUAR NGGAK LO SEKARANG!" Ada rasa rindu berlebihan ketika cewek itu menyebut nama itu. Ada rasa menyesal berlebihan ketika mengingat bagaimana sikapnya yang kelewat dingin pada cowok itu sebelumnya.
"KIT!!" Lingka kembali berteriak. Ia hanya ingin bertemu dengan Kit. Hanya itu saja! Ia tidak butuh semua surat dan balon polkadot dari Kit.
Lingka melihat di kejauhan. Ada yang membawa balon lagi. Kali ini berwarna pink polkadot. Setelah anak kecil itu memberikannya, ia segera mencoblosnya.
Lo udah tau, ya siapa gue.
Jangan lari. Karena itu percuma. Gue nggak akan biarin orang yang gue suka pergi untuk kesekian kalinya.
Jantung Lingka lebih dan lebih berdegup kencang. Bagaimana bisa Kit membuatnya serangan jantung diwaktu yang sangat singkat?
"Dimana lo sebenarnya?" tanya Lingka setengah menggerutu. Cewek itu melihat ke arah dimana para anak kecil tadi keluar.
Anak-anak kecil itu keluar dari sumber yang berbeda-beda. Ada yang dari timur, barat, barat daya, timur laut, selatan, sebenarnya dimana posisi Kit yang tepat?
Cewek itu menatap ke satu titik. Ada balon lagi yang datang. Setelah balon itu ada di tangannya, ia berteriak kencang. "Gue nggak akan letusin balon lagi. Mending lo muncul, ngomong langsung ke gue."
Lingka melihat balon berwarna putih polos itu. Ada yang beda. Daritadi polkadot, sekarang polos. Bukan itu saja! Yang dirinya maksud adalah benda di dalamnya. Itu jelas bukan kertas. Apa, ya? Lingka menggerak-gerakkan balon itu. Eh, ini barang!
Cewek itu menggelengkan kepala berusaha mengenyahkan ketertarikannya. Ia memandang ke kanan-kiri menunggu Kit muncul.
"Masa bodoh lah!" Lingka menyerah, ia mencoblos balon itu.
DOOOR!! Meletus lagi!
"Ini, kan?"
Lingka terpaku melihat kalung burung hantu yang ada di tangannya. Ini kalung yang dipegangnya di toko souvenir samping tempat Kit membeli sepatu di mall waktu itu.
•••
bersambung...
Vote and Comment yaa~~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro