Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

31 [AB] - Menjauhi Keindahan

Kit berdiri di balkon kamar sambil menatap kosong bintang-bintang di langit malam. Ia kembali memikirkan semua percakapannya dengan Davin ketika Lingka ketiduran tadi.

"Gue nggak tau lo mau ngapain di sini," ujar Davin datar. "Lo mau jadi mata-mata perusahaan ayah lo dengan cara deketin adek gue?" tuduhnya tajam.

"Kak--"

"Gue nggak tau apa maksud lo sebenarnya, tapi satu hal yang harus lo inget baik-baik, Kit. Jangan pernah sakitin adek gue. Lo liat sendiri, kan gimana rapuhnya dia? Kalo lo tetep mau jadiin adek gue sebagai target lo buat mata-matain perusahaan gue, lo nggak beda jauh sama brengsek."

"Kak, gue bahkan nggak tau kalo perusahaan ini punya lo. Gue aja kaget begitu liat muka lo di sini," jawab Kit. "Gue nggak tau lo kakaknya Lingka."

"Lo tadi bilang lo tau semuanya, kan? Lo make itu semua buat ngehancurin kita? Emang lo punya bukti? Kalo lo mau bersaing dalam hal bisnis, pake cara jujur aja." Davin berkata dengan nada yang mulai menaik. "Gue nggak bisa liat adek gue kayak dulu lagi. Dia baru aja sembuh!"

"Terserah lo mau nganggep gue mata-mata, kek. Brengsek, bajingan. Terserah! Tapi lo harus tau juga, Dav. Gue nggak pernah ikut campur dalam bisnis bokap gue. Bukannya lo juga tau hubungan gue sama bokap gue kayak gimana?" ujar Kit kesal. "Gue suka sama Lingka. Dan gue nggak main-main." Tandas cowok itu kesal dituduh.

Davin terdiam. Kemudian ia menatap Kit dengan tatapan yang berkilat-kilat. "Gue nggak akan biarin Lingka deket-deket sama lo lagi," ucap Davin. "Buah biasanya jatuh tidak jauh dari pohonnya. Ayah lo licik. Bisa aja lo sama kayak dia."

Kit mengernyitkan alis. "Gue bisa buktiin kalo semua yang lo omongin salah."

"Silakan buktikan." Davin menantang. "Tapi gue nggak akan biarin adek gue deket sama lo lagi." Davin keukeuh.

Kit beranjak pergi dari sana dengan perasaan tidak karuan. Ketika ia membuka pintu, suara Davin kembali terdengar. "Kalo lo beneran suka sama Lingka, gue yakin, tanpa gue minta tolong pun, lo bakal jagain dia walaupun gue nggak suka sama lo."

Kit memukul tembok keras-keras. Mengapa jadi seperti ini? Davin begitu tidak menyukainya. Lalu bagaimana caranya agar Kit bisa tetap dekat dengan Lingka? Menemani Lingka agar cewek itu melupakan rasa sakitnya?

Jadi Lingka adalah anak kandung dari Om Rudi? Jadi sosok laki-laki bertubuh tegap yang sedang bertengkar hebat di rumah Lingka adalah Om Rudi?

Mengapa Lingka harus menjadi anak dari Om Rudi? Pantas saja Davin tadi bersikukuh menjauhkannya dengan Lingka. Bahkan cowok itu sengaja menggunakan permainan kata agar membuat Kit tutup mulut atas semua masalah keluarga mereka yang tidak sengaja diketahuinya.

Tentu saja Davin menganggapnya ancaman!

Mungkin jika papanya tahu bahwa dirinya menyukai Lingka dan tidak mau kembali ke Jepang karena Lingka juga, papanya jelas akan menunjukkan ketidaksukaannya pula.

Kit menghela nafas lelah sambil menatap bintang kejora di langit yang terang karena bulan purnama. Cowok itu teringat sesuatu, masalah yang lebih besar lagi dari masalah yang menimpa Lingka tadi.

Dulu Lingka sempat menjadi anak yang tidak stabil, dan kemungkinan gara-gara sahabat Lingka yang bernama Bagas itu. Seperti apa, sih Bagas sampai-sampai bisa membuat Lingka terjebak dalam kesedihan berlarut-larut? Gara-gara cowok itu juga Lingka sekarang susah membuka hati lagi.

Sekalinya cewek itu kembali membuka hati, untuknya, malah sekarang ia yang pengecut. Ya, Kit benar menyukai Lingka. Dan ini bukan hanya omong kosong.

Rencananya, Kit akan secepatnya membuka diri. Sebelum semuanya terlambat.

Tetapi sekarang ini, dirasa waktunya kurang tepat. Setelah permasalahan Lingka selesai, Kit akan bergerak cepat.

•••

Lingka duduk di bangkunya dengan tatapan kosong. Mimpinya tadi malam sangat menyeramkan. Mimpi dimana semua kesakitan cewek itu diputar ulang seperti sebuah kaset rusak yang hanya memutar memori kelam, yang indah tidak tampak sama sekali. Ia bergetar ketakutan karena kini yang menonjol dalam pikirannya hanya kesakitan dari masa lalu. Indahnya kehidupan dari dulu hingga sekarang sekaan terkubur karena sangking banyaknya kehancuran dalam hidupnya yang muncul di barisan paling awal. "Nggak, nggak! Lingka plis kontrol diri lo."

Tatapan Lingka menajam seiring ia menepis semua pikirannya, berusaha mengosongkannya walau sejenak.

Semua cowok sama saja. Berarti... Kit juga... Kit... Lingka baru sadar jika Kit sudah terlalu jauh dari garis batas. "Nggak. Ini semua salah! Harusnya alur yang berjalan nggak kayak gini!" Lingka menggeleng keras. Ia tidak mau tersakiti lagi. Mulai saat ini, ia tidak mau dekat-dekat dengan Kit lagi, atau bahkan dengan cowok manapun! Bahkan Jenar ataupun Abraham, Lingka tidak akan lagi memperhatikan mereka.

"Hai, Ling. Cuma lo aja yang udah dateng?"

Itu Abraham. Lingka tak menjawab melainkan membalasnya dengan tatapan tajam.

"Tumben lo dateng pagi?" tanya Abraham lagi.

"Bukan urusan lo!"

Abraham mengernyit bingung. "Lo kenapa? Marah sama gue? Kenapa?" Cowok itu berjalan mendekati Lingka.

Lingka langsung berdiri dari bangkunya dengan tangan terangkat sejajar bahu. "STOP! JANGAN DEKET-DEKET!!" Lingka benar-benar panik. Ia mengambil tasnya dan berlari keluar meninggalkan Abraham yang mematung kebingungan.

Sebenarnya, apa yang telah terjadi?

•••

Hari masih lagi, belum banyak murid yang datang ke sekolah namun Kit dan Farel sudah berjalan memasuki kantin. Biasa, cowok memang sering menikmati sarapan di kantin sekolah. Entah karena kebiasaan atau memang uang saku mereka banyak.

"Jadi, lo move on, nih?" ledek Farel.

"Cewek kayak Lingka itu jarang ada, Rel. Dia unik. Cara pandangnya ke gue juga beda sama cara pandang lo semua ke gue. Dia nganggep gue apa ya waktu itu? Oh, dia bilang gini, 'Mungkin kalo sekarang jamannya super hero, cuma lo yang bisa menyelamatkan dunia.' Asek nggak, tuh?" ucap Kit puas.

"Sumpah lo? Dasar bucin!" ucap Farel sambil tertawa. "Ya ampun, Kit. Lo nggak cocok banget jadi super hero. Lo cocoknya jadi musuhnya power rangers."

"Apaan, sih lo. Tapi usaha gue buat deketin Lingka bakal panjang banget karena Kak Davin, orang tua gue juga," ujar Kit sambil memutar bola mata ke pintu masuk kantin. Kebetulan sekali ada Lingka di sana.

Ketika ia melihat cewek itu pucat pasi dengan keadaan yang setengah berlari, Kit langsung berdiri. Apa yang terjadi dengan Lingka?

Cowok itu berjalan cepat untuk menghampiri Lingka. Ia takut sesuatu yang buruk tentang kemarin mengganggu pikiran Lingka.

"Stop. Ling, lo kenapa?" tanya Kit sambil memegang bahu Lingka yang bergetar. Ia berusaha menyelami mata Lingka yang isinya penuh dengan ketakutan. Apa yang terjadi?

"Ling! Dengerin gue! Lo kenapa?" Kit bertanya lagi dengan nada yang lebih keras. Beberapa pasang mata menatap ke arah mereka penasaran. Bahkan Farel mulai berdiri dari tempat duduknya.

"Kit. Lepasin. Gue." Lingka berkata penuh dengan penekanan. Kit menatap Lingka dengan alis terangkat.

"Gue. Bilang. Lepasin. Gue, Kit!" Permintaan Lingka dingin. Cewek itu menyentakkan tangan Kit keras sehingga pegangan tangan Kit yang masih bingung terpaku itu terlepas begitu saja. Lingka tidak jadi memasuki kantin. Cewek itu keluar dengan langkah setengah berlari mengabaikan panggilan Thalita yang juga berada di sana.

Kit terdiam. Apa yang telah terjadi? Atau jangan-jangan Lingka ingin menghindarinya karena kejadian kemarin? Jadi, apa ketakutan Lingka mulai tumbuh lagi? Atau Davin mengancam Lingka untuk menjauhinya?

Ia memejamkan mata. Berusaha meredam secuil rasa sakit ketika Lingka mencoba menghindarinya tadi.

Beberapa suara ocehan tidak jelas, langsung tersebar dalam waktu beberapa detik setelah Lingka pergi meninggalkannya. Tetapi ia benar-benar tidak mendengarkannya sama sekali. Yang ada di pikirannya saat ini hanya satu. Bagaimana jika Lingka juga meninggalkannya? Apakah ia benar-benar terlambat?

Nasibnya benar-benar tidak masuk akal lagi. Menghembuskan napas perlahan, Kit mencoba tenang. Jangan sampai ia menyalahkan Tuhan.

•••

Thalita bergerak gelisah di bangkunya. Pak Harun baru saja memasuki kelas namun keberadaan Lingka masih abstrak. Kemana perginya teman sebangkunya itu setelah dari kantin tadi?

Ia menatap Abraham yang juga sedang menatapnya. Cowok itu sudah menceritakan kejadian tadi pagi kepada Thalita. Betapa bingungnya Abraham pada sikap Lingka, apakah Lingka juga sudah mulai menjauhinya karena mengetahui Abraham suka padanya, semua unek-unek cowok itu tersampaikan dengan rapi pada Thalita tadi.

Thalita sendiri bingung. Ia tidak tahu apa-apa soal ini. Bahkan cewek itu melihat dengan mata kepala sendiri kejadian horor dimana Lingka juga bersikap kasar kepada Kit.

Apakah Lingka ada masalah? Apakah Lingka memang benar menjauhi Abraham karena tahu cowok itu menyukainya? Lalu untuk apa Lingka yang juga menyukai Kit,bersikap tidak wajar dengan menjauhi Kit juga? Thalita tidak tahu. Ia bingung. Kemarin dirasa Lingka masih baik-baik saja, sama seperti biasanya. Tapi mengapa perubahannya begitu mendadak? Biasanya Lingka cerita terlebih dahulu kepadanya, baru membuat keputusan. Apa yang sebenarnya terjadi sampai membuat Lingka yang tidak pernah bolos kelas, tiba-tiba nekat?

"Selamat pagi." Pak Harun menyapa seisi kelas.

"Pagi, Pak."

"Hari ini kita ulangan harian."

"Hah? Ulangan?" Nada syok langsung bergema memenuhi ruang kelas.

"Pak. Kemarin kita ulangan Matematika Peminatan. Masa sekarang harus ulangan PPKN dadakan?" Jenar menyuarakan protes, membuat semua langsung menyetujuinya.

Thalita melirik Jenar yang kini juga sedang menatapnya. Cewek itu membeku sejenak sebelum kembali mencoba fokus pada Pak Harun yang menyebalkan.

"Bukan urusan saya," jawab Pak Harun final. "Lingka kemana?" tanyanya sambil menatap Thalita.

Deng!!

Seisi kelas langsung hening. Mereka semua juga tahu tentang Lingka yang menjauhi Abraham. Namanya juga remaja, saat melihat Thalita dan Abtaham berbicara dengan nada serius dan bingung, mereka juga ikut-ikutan nimbrung.

"Oh. Itu, pak. Lingka sakit. Iya, dia di UKS. Kayaknya bentar lagi dia dijemput orang tuanya." Thalita mengarang cerita.

"Sakit kok sekolah. Bagus, deh kalo dia sudah ada di UKS." Pak Harun berkata setengah menggerutu.

"Ya sudah. Keluarkan lembar jawaban kalian. Jangan lupa diberi nama," perintah Pak Harun. "Saya dikte. Nomer satu."

Tok... Tok... Tok...

"Permisi."

Pintu terbuka, menampakkan sosok cantik yang familiar.

Krik... Krik... Krik...

"Loh. Katanya kamu sakit?" tanya Pak Harun bingung.

"Siapa yang bilang?" tanya Lingka datar.

Oh, semuanya. Tolong tenggelamkan Thalita di laut lepas.

•••

bersambung...

•••

Vote dan komen ya jangan lupa?
Mau next update kapan, nih?
Kalo mau cepet, komen yang banyak ya hahaha

With love,

Dinda

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro