23 [AB] - Masa Lalu Kelam
Sinar matahari yang mulai muncul dari jendela yang tirainya sudah terbuka lebar, membangunkan Kit yang masih ingin bergelung malas di atas ranjang.
Terkadang setiap pagi ia selalu berharap tidak perlu bangun karena hari yang dijalaninya lebih sering buruk ketimbang baiknya. Namun tetap saja pikirannya masih waras. Hidup itu untuk dijalani.
Ketika cowok itu mendudukkan diri, tanpa sengaja tatapannya jatuh pada selembar kertas di atas nakas. Karena penasaran ia langsung mengambilnya.
Tiket pesawat.
Jakarta-Jepang.
Kiki kembali mengusirnya! Selama Kit setuju dan berangkat ke Jepang, maka bukan hal mustahil jika dalam waktu tiga hari semua surat-surat penting untuknya kembali menempuh pendidikan di Jepang, sudah terurus dengan lengkap.
Tentu saja Kit tidak mau. Lagipula Kiki yang sibuk dengan pekerjaan tidak perlu menambah kerepotan untuk mengurusinya. Ia yakin, papanya itu tidak akan mengurusi hal sepele seperti ini lagi ketika bisnisnya benar-benar dimulai.
Ia yakin. Maka dari itu, Kit hanya perlu menguatkan hatinya sampai masa-masa itu benar-benar terjadi.
Cowok itu membuang tiket pesawat itu ke tempat sampah sebelum beranjak mandi. Selama air membasahi tubuhnya, ia kembali mengingat pembicaraan Kiki di telepon kemarin. Jika ia tidak salah dengar, mulai besok Kiki akan berangkat ke Kalimantan.
Beberapa tahun terakhir bisnis papanya berjalan dengan lancar. Namun yang diherankannya hanya satu. Mengapa beliau masih berpikir musuh bisnis di masa lalunya sedang mengintai dan akan segara mengambil nyawa Kit juga setelah mengambil nyawa mamanya? Lagipula mereka sudah dipenjara!
Melewatkan sarapan yang dibuat Bi Muti, ia segera berangkat sekolah. Bukannya tega, tetapi ketika dalam mood buruk ia tidak bisa mencerna makanan dengan baik. Semua yang masuk mulutnya bisa terasa hambar. Kalau pun tidak, perutnya akan sakit.
Setelah satpam rumah membukakan pagar, Kit menaiki motornya. Niatan untuk menjemput Lingka hinggap, tetapi sedetik kemudian cowok itu menepisnya.
Tidak.
Sekarang belum saatnya.
Motor Kit keluar dari pekarangan rumah dengan lambat. Hendak menaikkan kecepatan, tatapannya jatuh pada seseorang yang penampilannya terasa janggal. Sosok itu berpakaian serba hitam, duduk santai di atas motor hitam. Jarak sosok itu dari Kit mungkin sekitar 200 m.
Melihat sosok itu mengabaikannya, Kit mengendikkan bahu sebelum motornya melaju cepat, mengejar waktu karena 15 menit lagi gerbang sekolah sudah ditutup.
Ia tiba-tiba memikirkan Lingka dan ketakutannya. Bagaimana jika Lingka kelak pergi meninggalkannya karena tersakiti olehnya yang masih trauma pada masa lalu? Haruskah ia menceritakan semuanya pada Lingka?
Ia tidak berpikir opsi ini baik. Bagaimanapun ia ingin mengubur dalam-dalam kesakitan di masa lalunya itu.
Pikiran Kit dibawa pada masa-masa kelam itu.
Dulu Kit mempunyai pacar yang cerewet, lucu, dan sangat pintar memasak. Namanya Diska. Setiap datang ke rumahnya, alih-alih menghabiskan waktu dengannya, Diska malah menghabiskan waktu dengan mamanya untuk membuat resep masakan baru di dapur.
Melihat dua wanita yang disayanginya sangat akrab satu sama lain dan berbagi tawa, hatinya adem. Diska pintar sekali mengambil hati mamanya. Bahkan Kiki yang jarang menghabiskan waktu di rumah karena akhir-akhir itu bisnisnya sangat sibuk juga suka melihat kedekatan Diska dengan istrinya.
Semua berjalan sempurna sampai saat itu, Kiki tiba-tiba pulang ke rumah bilang bahwa perusahaannya dengan nekat ingin menarik investor perusahaan salah satu saingan bisnisnya, A&L Corporation. Saingan bisnis kuat yang ternyata sangat nekat ketika menginginkan sesuatu yang besar menjadi milik perusahaan.
Kiki menyuruh Kit dan Tasya, istrinya, untuk bersembunyi. Ia pun juga keluar pada saat-saat tertentu saja. Pada saat genting dan menyeramkan ketika pimpinan A&L Corporation menyewa pembunuh bayaran, keluarga Kit melupakan Diska yang tinggal sendirian di panti asuhan.
Diska diculik. Kit yang mendapat panggilan video dari nomor ponsel Diska segera mengangkat, mengira bahwa Diska rindu. Nyatanya yang cowok itu lihat sangat mengejutkan.
Diska yang mengenaskan dijadikan sandera. Rambut berantakan, wajah penuh keringat dan air mata, mulutnya yang dibungkam kain terisak.
Nekat, Kit berangkat menyelamatkan Diska sendirian. Mengabaikan Tasya yang berusaha menghalangi. Karena pikiran Kit kalut, cowok itu benar-benar tidak berpikir bahwa gedung kosong tempat Diska disandera sudah dipenuhi pembunuh bayaran bersenjata tajam. Bahkan salah satu orang yang berdiri di samping Diska, diduga Kit sebagai pemimpin para pembunuh bayaran, tampak memegang pistol.
Kit yang jago bela diri tak berdaya. Sebelum ditangkap, ia melawan dan tergores pisau tajam. Darah yang mengucur dari lengannya membuat Diska menangis.
Belum sempat mengikat Kit, kawanan polisi beserta Kiki, Tasya, dan entah bagaimana bisa Rey dan ayahnya juga berada di sana, mendobrak ruangan.
Perintah polisi untuk segera menurunkan senjata segera dituruti. Tetapi yang berdiri di samping Diska malah berteriak untuk mundur sambil menodongkan pistol di kepala Diska.
Dengan pistol yang berada di pelipis Diska, pembunuh bayaran itu melepas semua ikatan Diska dan menariknya berdiri. Satu tangannya yang memegang pisau mengalungi leher Diska.
Kiki yang melihat darah mengucur dari lengan Kit merasa murka. Ia meneriaki para pembunuh bayaran untuk memanggil Bos mereka, namun diabaikan.
Melihat Diska yang gemetar dengan leher yang berdarah, Kit memberontak dan melepaskan diri.
Ia berlari menuju Diska namun kakinya ditembak oleh pembunuh bayaran yang keberadaannya tidak disadari siapapun. Di tempat gelap, belakang pintu. Amarah polisi segera terpancing keluar melihatnya. Kepala polisi memberi tembakan di kaki pelaku, membuatnya jatuh berlutut dengan pistol yang yang terlempar jauh. Salah satu polisi segera merampas pistol dan berlari mengamankan tersangka.
Adanya satu lagi seorang pembunuh bayaran yang bersembunyi dan mengarahkan tembak pada Kit, membuat Diska segera berteriak keras menyuruhnya menyingkir.
Terlambat bagi Kit, namun tepat waktu bagi Tasya. Iya, mamanya melindungi Kit, membuatnya tertembak tepat di jantung. Tembakan kepala polisi kembali terdengar dan menjatuhkan satu lagi pembunuh bayaran nekat. Semuanya tertangkap, termasuk pimpinan A&L Corporation.
Sekarang perusahaan itu tidak ada lagi.
Kit membuat mamanya meninggal, hubungannya dengan Kiki mengendur, bahkan Diska meninggalkannya.
Semakin mengingatnya, Kit semakin dibuat mencengkeram stang motor. Ia berusaha tetap fokus pada jalanan walaupun pikirannya sudah kalut.
Baru sekitar tujuh menit dan jarak ke sekolah masih cukup jauh, laju motor Kit melambat ketika darinkaca spion ia melihat motor hitam dengan pengendara serba hitam yang ada di dekat rumahnya tadi, mengikutinya.
Ia menoleh ke belakang sejenak untuk memastikan. Entah benar atau tidak, tetapi menurut Kit, sosok yang wajahnya tertutup masker dan helm itu benar-benar mengikutinya!
Sengaja menambah kecepatan, motor di belakangnya itu juga ikut menambah kecepatan. Melambat, motor itu juga ikut melambat. Memasuki jalan tikus agar cepat sampai ke sekolah, motor di belakangnya itu juga tetap tidak menyerah untuk terus mengikutinya!
Merasa tidak nyaman dan was-was, Kit menambah kecepatan walaupun berada dalam perkampungan orang. Masih pagi tentu saja banyak ibu-ibu yang berbelanja pada tukang sayur keliling. Banyak orang yang memakinya, membuat Kit meringis.
"Sialan!" Kit mengutuk ketika melihat sosok itu masih berada tepat di belakangnya.
Akhirnya, cowok itu memasuki gerbang sekolah. Ia menghentikan motor, lalu menoleh. Kit sudah tidak diikuti.
Walaupun begitu, ia mengernyit tidak nyaman karena kepala orang itu menoleh padanya sebelum berlalu melewati gerbang sekolah. Spekulasi kuat terngiang dalam benaknya. Apa benar orang itu utusan musuh bisnis Kit di masa lalu yang menyebabkan bencana dan luka menganga yang terasa sampai kini? Apakah ketakutan Kiki ternyata benar-benar nyata?
"Woi! Kenapa lo? Ngelamun sambil jalan?" sapa Rama saat motornya memasuki gerbang, hendak menuju parkiran. "Minggir, Woy! Lo menghalangi jalan!"
"Apa sih lo, sok asik," dengus Kit. "Farel mana?" tanyanya sambil bersiap menjalankan motornya sampai ke parkiran.
"Udah di kelas lah, jam segini juga. Dia kan anak teladan."
•••
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro