Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21 [AB] - Jadian Tanpa Ikatan?

Bukan pengecut.
Memendam luka adalah pilihan agar tak banyak orang tahu bahwa dulu, aku pernah menjadi sebuah kapal yang ditinggalkan terbengkalai.

- Kit

•••

Setelah olahraga selesai, bukannya mengambil seragam di dalam loker, Kit malah berjalan cepat hendak menuju kelas Lingka. Tampaknya cowok itu telah membuat keputusan tentang hubungan seperti apa yang akan dijalaninya bersama Lingka.

Pertama, ia harus bertanya pada Lingka bagaimana perasaan cewek itu padanya.

Kedua, Kit akan memilih opsi yang tepat untuk hubungan mereka.

Mudah, tetapi setiap jawaban yang keluar dari mulut Lingka bisa saja menyakitinya, bisa juga membawa beban. Namun inilah satu-satunya cara untuk berhenti menjadi pengecut. Jika memang harus berakhir, maka berakhir diawal lebih baik daripada menunggu rasa semakin tumbuh menjadi lebih besar.

Melihat kelas XI IPA-2 jam kosong, cowok itu melongok kan kepala untuk mencari keberadaan cewek yang akhir-akhir ini mampu membuatnya kelimpungan.

Karena Kit merasa situasinya kini cukup serius, wajahnya memperlihatkan itu dengan jelas. Raut wajah serius dan tidak ada gurat candaan membuat siapapun yang melihatnya berpikir Kit akan mengajak seseorang untuk beradu tonjok. Padahal ia hanya berusaha menyembunyikan perasaan was-was.

"Loh! Elo Kit, kan!" pekik cewek berambut coklat panjang. Tertulis di papan nama yang menempel di seragamnya, Jilla.

"SIAPA JIL? KIT? MANA!"

"SUMPAH?"

"MANA?"

"DEMI TUHAN KIT! Mau ngapain ke sini?"

Kit menggaruk tengkuknya canggung. Katanya, kelas XI IPA-2 dan XI IPA-3 selalu bermusuhan dan tidak ada cara untuk berdamai. Tapi sekarang? Mengapa semua tampak ramah dan bersikap seolah menjadikannya seorang idola? Tiba-tiba ia merasa tidak nyaman dengan suasana sekitarnya.

"Mau ngapain?" Seorang cowok dapat menghampirinya. Itu Abraham, ketua kelas yang pernah masuk kelasnya untuk menyampaikan pengumuman karena dari kelasnya tidak ada yang datang mewakili.

"Gue cari Lingka."

Abraham menatap Kit dari atas ke bawah. Dalam hati ia berpikir bahwa cowok di hadapannya itu benar-benar ada hubungan khusus dengan Lingka, mengingat kejadian mading.

"Dia nggak ada," ujar Abraham datar.

Kit tentu saja menatap Abraham dengan kedua alis terangkat tak percaya. "Lah. Orang barusan gue liat dia ada di dalem, masa tiba-tiba lenyap?" Kit melihat cewek-cewek yang menghampirinya tadi menatap Abraham aneh sebelum memaksa masuk. "Minggir. Gue mau masuk."

"Eh, nggak bisa gitu dong! Haram hukumnya anak IPA-3 masuk kelas kita!" ujar Abraham membuat Kit semakin tidak menyukai cowok itu. Mengapa Abraham tampak sangat sensi kepadanya?

"Biarin lah, Ham. Dia kan nggak tahu apa-apa."

"Iya! Dia kan anak baru."

Berat hati, Abraham menyingkirkan. Walaupun ia tidak menyukai Kit, ia masih mempertimbangkan suara mayoritas.

Kit melirik Abraham yang mengikuti di belakangnya. Ia mendengus. Jadi cowok itu menyukai Lingka? Pantas saja tadi ekspresi wajahnya terlihat rumit.

Tatapan Kit bertemu dengan Lingka yang sedari tadi sepertinya sudah menyadari keberadaannya. Cewek itu tampak gugup.

"Tadi gue dateng, elo nggak ada di kelas," ujar Kit mengabaikan  tatapan seluruh penghuni kelas yang tertuju padanya.

"Ke---kenapa, Kit?" tanya Lingka mendadak gagap.

"Gue mau ngomong," ujarnya. "Berdua," lanjutnya sambil melirik Abraham yang sedari tadi memantau. Rasa ketidaksukaannya muncul ketika melihat itu.

Ia berjalan keluar kelas seolah menyuruh Lingka mengikutinya. Mengerti, Lingka segera beranjak mengabaikan tatapan iri Jilla dan beberapa temannya yang lain. Sebelum keluar kelas, ia sempat melirik Abraham singkat.

Di depan kolam ikan, Lingka berdiri di samping Kit yang memberi makan ikan dengan gerakan tangan canggung.

"Mau ngasih makan ikan ini juga?" tanya Kit membuat Lingga mengangguk mengiyakan.

"Sering ngasih makan ikan di sini?" Lingka ikut basa-basi untuk meredakan suasana yang dirasa cukup tegang.

Kit menggeleng. "Ini pertama kalinya, sih." Cowok itu terkekeh. "Gue bingung harus ngomong apa dulu," lanjutnya sambil meringis.

Lingka tertawa kaku. Rasa gelisah yang semalam saling bersitegang dengan logikanya mendadak muncul lagi ketika melihat cowok di hadapannya ini.

Kit pasti mencarinya karena ingin menjelaskan semua. Pada detik dimana Kit mengucapkan sebuah jawaban atas pertanyaan dan harapannya, semua bisa saja terjadi!

Harapannya untuk bisa bersama dengan seseorang yang dicintainya bisa saya dihancurkan. Tidak lenyap, namun luka itu pasti membekas. Sama seperti kesakitan ya di masa lalu.

Sekarang ketika Lingka jatuh cinta lagi dan berusaha membuka hati, apakah dewa cinta tidak berpihak kepadanya lagi? Namun apa alasannya? Apakah Lingka memang tidak berhak?

Mendengarkan Kit berdehem, Lingka segera mengunci tatapannya tepat pada manik mata cowok itu.

"Jadi Ling, gue pikir lo pasti udah tau gue mau jelasin tentang kejadian di kantin kemarin."

"Makasih," ujar Lingka tiba-tiba.

"Hah?" Kit bingung.

"Iya... botol saos."

Kit membuka mulutnya paham membentuk huruf O. "Iya. Sama-sama," jawabnya sambil tersenyum tipis. "Gue langsung ngomong aja, ya?"

Pertanyaan itu sungguh membuat Lingka ingin menggeleng keras, namun ia tidak berani melakukannya. Lebih baik keadaan sekarang diperjelas supaya rasa penasaran dan was-was bisa hilang dalam sekejam. Alih-alih memilih perasaan digantung, Lingka lebih memilih mendapat kejelasan walaupun bisa menyakiti.

"Iya." Lingka mengangguk pelan.

"Lo suka sama gue?" tanya Kit.

Lingka diam saja.

Tatapan keduanya bertemu. Lingka berusaha menelisik rasa yang dimiliki Kit, tetapi tidak berhasil. Ia dibuat ragu. Haruskah cewek itu menjawab dengan kebohongan?

"Kenapa lo bilang ke Gesty kalau suka sama gue? Apa lo pinjem nama gue aja buat nolak dia?"

Lingka memberanikan diri untuk menanyakan kebingungannya. Ia harus berani! Rencana awalnya untuk tetap tenang hancur berantakan.

Berhadapan langsung sambil membicarakan rasa seperti ini membuat dirinya teringat masa lalu buruk tentang cinta pertama. Cinta pertama, pada sahabat sendiri. Karena tidak jujur, semuanya rusak. Sekarang Lingka merasa harus belajar dari masa lalu.

"Ling, gue mau jujur sama lo. Gue punya rasa lebih ke elo. Tepatnya seperti apa, gue belum bisa ungkapin sekarang. Mungkin lo sendiri tau." Kit menatap Lingka dalam.

Lingka tersipu melihat tatapan Kit yang tidak main-main. Namun sedikit perasaan tidak nyaman juga timbul. Mengapa dari ekspresi Kit terlihat seperti ada hal yang membuatnya terganggu dan cemas?

"Lo punya rasa ke gue?" tanya Kit pelan.

Pada akhirnya, setelah sekian lama ia tidak menemukan cewek yang bisa membuatnya move on dari mas lalu kelam, ia menemukan Lingka. Merasa cemas kejadian buruk di masa lalunya bis saja terjadi lagi, tetapi rasa egois sudah mulai menguasai pikirannya. Apa kali ini Kit dilarang memiliki apa yang ia inginkan lagi?

Lingka mengangguk sambil menatap ke arah lain. Entah mengapa adegan yang dialaminya sekarang mengingatkannya pada Thalita yang mengungkapkan perasaannya pada Jenar dengan emosi.

Cukup kontras. Thalita meneriakkan kata suka, Lingka hanya mengangguk malu. Adegan Thalita di kelas penuh kemarahan, sedangkan Lingka, penuh kehati-hatian. Apakah sekarang hari Valentine? Mengapa ada banyak yang mengungkapkan cintanya hari ini?

Tampaknya mengungkapkan cinta bisa membuat Lingka amnesia mendadak. Mana ada hari Valentine di bulan September?

Menunggu adegan Kit mengeluarkan pistol untuk menembaknya, yang dilihat hanyalah seulas senyuman tipis, sebelum cowok itu mengacak rambutnya pelan.

"Balik, yuk. Aku anterin ke kelas," ujar Kit sambil melangkah terlebih dahulu.

Lingka mematung. Dahinya mengernyit dengan kaki yang tidak berusaha digerakkan untuk mengikuti Kit. Udah gitu aja? Lalu apa hubungan keduanya sekarang?

Kita udah jadian?

"Ayo," ajak Kit sambil menoleh ke belakang, melambaikan tangan agar Lingka segera menyusul.

Berjalan beriringan dengan Kit, tetapi pikiran Lingka sudah kabur kemana-mana. Hendak mengeluarkan senyum cerah, tetapi perasaannya tidak baik.

Bahkan setelah mendudukkan diri di bangkunya, Lingka masih terdiam. Getaran dari ponsel yang ada di saku lah yang membuatnya tersadar.

Kit : Jangan banyak pikiran. Jangan lupa makan. Maaf aku masih butuh waktu. Bisa kita jalani semuanya mengikuti waktu dulu?

Setelah membacanya, Lingka mendadak baru manyadari tatapan sendu dari manik mata Kit.

Mengapa Lingka baru menyadarinya? Sungguh cewek itu menyesal! Harusnya ia menyadari dan menanyakan, apa keadaan Kit baik-baik saja?

Ada yang tidak beres. Tampaknya cowok itu juga pernah terluka, sama sepertinya.

•••

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro