Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20 [AB] - Mode Diam-Diaman

Phantom of the Darkness

To : Lingka

Selamat, ya!
Eh, maksudnya semangat, ya!

Walaupun hujan turun, suasana hatimu tidak akan terpengaruh dengan cuaca:)
Di sini ada aku, yang membawa cerah ketika cuaca tak bersahabat.
---

Lagi-lagi cewek itu menemukan surat misterius kala suasana hatinya buruk. Ia melirik ke bawah pohon yang sempat dijadikan tempat bersembunyi sang pengirim surat, namun kali ini nihil. Tidak ada siapapun di sana.

Apa ini dari Kit?

Tapi, Kit dengan dirinya sedang dalam mode diam-diaman sejak kemarin.

Bisa juga cowok itu sengaja mengiriminya surat karena merasa bersalah dengan Lingka! Tidak ada kandidat lagi selain Kit.

Lingka tersenyum tipis. Kit atau pun bukan, cewek itu berterima kasih karena surat ini membuat mood buruknya karena Damas semalam, menjadi sedikit membaik.

•••

"Thal, Thal!"

Lingka yang baru mendudukkan diri di bangku, tidak sabar memberitahu Thalita tentang temuannya. "Liat, nih. Gue dapet surat beginian." Cewek itu menyodorkan surat yang dipegangnya sejak di parkiran tadi.

"Surat apa? Dari siapa?" tanya Thalita tertarik.

Lingka menggeleng. "Nggak tau. Ini udah kedua kalinya. Tapi yang pertama enggak gue bawa. Itu baca, deh."

"Phantom of the Darkness?" gumam Thalita sambil mengernyitkan alis sebelum lanjut membaca surat itu.

"Hai, Ling. Udah ngerjain PR?" tanya Abraham yang mendatangi bangkunya. Cowok itu berdiri di samping meja sambil tersenyum pada Lingka.

"Hai, Ham. Iya udah tapi ya gitu. Semampu gue aja hehe," jawab Lingka sambil terkekeh pelan.

Abraham mengangguk. Hendak melangkah pergi, tatapannya jatuh pada secarik kertas yang dibawa Thalita dengan serius. "Apaan tuh, Thal?"

"Oh itu surat dari sodaranya. Iya, nggak?" sahut Lingka sambil menatap Thalita seolah menyuruhnya segera menyembunyikan surat itu.

"IYHAA! Ini dari sodara gue buset kangen amat gue sama dia ya, Ling? Udah berapa tahun gue gak ketemu sama dia," ujar Thalita mendadak heboh sendiri. Tangannya dengan santai melipat kertas itu sebelum memasukkannya ke dalam loker.

Melihat Abraham ber-oh ria sebelum berjalan keluar kelas, Lingka menghela napas lega. Ia tidak mau siapapun kecuali Thalita, mengetahui surat misterius ini.

"Gila, lo punya secret admirer!"

Lingka mendelik, dengan panik menyuruh Thalita mengontrol suaranya. Ini yang dia tidak mau! Hanya surat seperti ini, bisa saja membuat seisi kelas bahkan tetangga kelas ikut heboh. Apalagi mengingat Jilla sangat ahli dalam mengumpulkan dan menyebarkan gosip.

Lingka tidak suka dijadikan bahan gosip.

"Ini dari Kit bukan, sih?"

Lingka mengendikkan bahu. Bahkan Thalita juga berpikir bahwa sang pengirim adalah Kit.

Jika kecil kemungkinannya, Lingka tetap berharap itu adalah Kit. Sepertinya perasaan cewek itu semakin tampak jelas.

Diambilnya surat yang disembunyikan Thalita di lokernya. Ia menyimpan surat itu ke dalam tempat paling aman di tasnya.

"Ih, kok diambil! Mau gue foto dulu ih terus upload ke Twitter. Kan keren tuh seolah-olah gue punya secret admirer," ujar Thalita dengan mata menerawang jauh. Lingka hanya menggelengkan kepala untuk menanggapi.

Hendak menarik tas Lingka, sudut mata cewek itu menangkap bayangan Jenar yang hendak melewatinya. Sontak Thalita menjulurkan kaki, menjegal Jenar hingga membuat cowok itu hampir mencium dinginnya lantai.

Thalita tertawa ngakak. "Rasain!"

"Apaan, sih lo!" bentak Jenar dengan mata mengerikan.

Menghela napas, Lingka menarik tangan Thalita untuk duduk. Lagi dan lagi, tanpa bosan selalu seperti ini.

Thalita menyentakkan tangan Lingka pelan. Dagunya terangkat untuk menatap Jenar yang jauh lebih tinggi dibandingkan dirinya. "Apa? Nggak terima?" tantang Thalita. "Biasanya juga elo gangguin gue! Masa gue nggak boleh mulai duluan?"

"Males gue denger bacotan Lo! Mending lo diem," ujar Jenar sambil mendengus.

"Licik," sinis Thalita membuat Jenar yang tadinya hendak menuju bangku, menghentikan langkah. "Cowok apaan lo!"

Karena telinganya sudah memanas dan tidak bisa menahan emosi lagi, Jenar melemparkan tas yang ditentengnya sambil menatap Thalita risih. "Gue lagi ada masalah, jangan buat gue pengen bunuh lo di kelas ini!"

"Kok lo bentak-bentak gue?" tanya Thalita sambil mengernyit tidak suka.

Seisi kelas terdiam. Lingka tidak berusaha memisahkan keduanya lagi. Bahkan Gara yang tadinya hendak menggebrak meja pun terdiam. Deni, makhluk hibernasi pun terbangun karena merasakan suasana ganjil.

Pertengkaran ini, tidak seperti biasanya. Ini terlalu serius!

Abraham maju sambil mendorong bahu Jenar pelan agar duduk di bangkunya sendiri. Tentu saja Jenar menolak. Emosinya masih meronta, ingin segera dikeluarkan.

"Apa? Gue udah bilang, Thalita. Gue males ngeladenin lo sekarang. Gue lagi ada banyak masalah," ujar Jenar sambil menjambak rambutnya sendiri. "Lo kenapa, sih? Pengen ngobrol terus sama gue? Lo suka sama gue?"

Jenar menghela napas panjang setelah mengeluarkan banyak kalimat panjang lebar itu. Ketika mengambil tas yang tadi dibuangnya sendiri, hentakan kaki Thalita membuatnya menoleh.

Mungkin karena terpancing emosi, dengan bibir yang sedikit berkedut Thalita berkata keras, "Kenapa emang? Kenapa kalo gue suka sama lo? Emang bener! Terus kenapa?" tanya Thalita frustasi. Sudut matanya mulai berair sebelum berlari keluar kelas sambil menghentakkan kaki keras.

Lingka yang terlebih dahulu pulih dari keterkejutan atas pengakuan tiba-tiba Thalita di depan semua teman sekelasnya, langsung berlari mengejar sahabatnya itu. Sempat ia melirik Jenar yang masih terpaku dengan mata menatap lurus ke depan.

Di setiap langkah kaki, Lingka masih tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi. Semakin ia teringat, semakin terkejut dirinya sendiri.

Thalita sudah bersama Rama, tetapi berani mengakui perasaan pada Jenar?

Sepertinya prasangkanya benar. Hubungan Thalita dan Rama hanya sebatas sandiwara.

"THAL!"

Akhirnya Lingka bisa mengejar cewek itu. Ditariknya tangan Thalita yang raut wajahnya terlihat tidak sehat. Matanya sembab namun kerutan di dahinya tidak hilang. Cewek itu masih kecewa dengan Jenar yang tadi sempat membentaknya keras.

Thalita mendudukkan diri di kursi koridor. "Kesel gue," ujarnya sambil mengusap kedua wajah pelan.

"Kalo lo mau nangis lagi nggak pa-pa, kok." Lingka duduk di samping Thalita.

"Apaan! Siapa yang mau nangis," gumam Thalita sambil mencebikkan bibir.

Lingka terkekeh. "Lo utang banyak ya sama gue."

"Iya-iya. Maaf ya gue nggak cerita apa-apa ke elo selain perasaan gue ke Jenar. Nanti gue jelasin semuanya," ujar Thalita pelan.

"Hai, Sayang,"

Mendengar suara cowok yang familer, Lingka dan Thalita menoleh untuk mendapati Rama yang menyapa riang. Di sampingnya ada Farel yang melambaikan tangan menggoda ke arah Lingka.

Thalita mencibir. "Sayang, sayang. Sayang pala lo, tuh," gumam cewek itu pelan namun masih bisa didengar oleh mereka.

Rama terkejut. Cowok itu menatap Thalita dengan tatapan, nggak salah lo?

Jangan tanya Farel, karena cowok itu sudah menganga heran sambil menatap Rama dan Thalita secara bergantian. Ia berpikir keduanya putus padahal baru beberapa minggu menjalin hubungan.

Tatapan Rama bertemu dengan Thalita, mencoba menelisik apakah cewek itu benar-benar tidak salah berbicara?

Melihat Thalita diam saja, Rama memekik girang. "KITA UDAHAN? HIYES!"

Tidak ada yang aneh bagi Lingka, namun kasihan Farel yang seperti kerbau. Linglung tak berhasil mencerna apapun. "Ini ada apa?" tanya Farel bingung. Cowok itu menatap Lingka seolah meminta penjelasan.

Lingka menggeleng. Ia juga tidak sepenuhnya mengerti. "Karena gue sama Farel udah terlanjur penasaran, kenapa kalian enggak jelasin sekarang?" tanya Lingka sambil menatap Thalita.

Rama yang suasana hatinya sangat baik, merasa bebas karena terpaksa harus mengikuti keinginan Thalita, bersandar santai di dinding dekat mading. "Gue sama Thalita sepupuan. Dia maksa gue buat jadi pacar bohongannya, buat cari tau perasaan Jenar ke dia gimana."

Thalita mengusap wajahnya lagi. "Gue ngancem Rama, kalo nggak mau jadi pacar pura-pura gue, gue bakal lapor ke bokapnya kalo Rama sering ikutan balap motor."

Ternyata! Lingka benar-benar tidak menyangka bahwa Rama dan Thalita sepupuan! Sudah setahun lebih keduanya bersama, namun Thalita tidak pernah bercerita apa-apa tentang sepupunya. Tapi untuk apa berbicara tentang sepupu? Tidak penting juga sebenarnya.

Farel juga tidak menyangka Rama menyembunyikan sepupu yang memiliki paras lumayan. Padahal dirinya, Rey, dan Kit sering bermain ke rumahnya tapi sama sekali tidak mengetahui Rama mempunyai sepupu.

"Licik emang," sindir Rama. Seakan tersadar ia menatap Thalita heran sebelum menanyakan, "Bentar. Ini kok tiba-tiba kita udahan? Terus Jenar lo itu gimana?"

"Dia udah tau perasaan gue."

"Terus?" tanya Rama.

"Nabrak!" Thalita memelototi Rama.

"Jadi lo ditolak?" Pertanyaan itu dibalas dengan pelototan tidak suka oleh Thalita.

"Btw, Ling. Kok lo ada di sini?" tanya Farel ketika teringat sesuatu.

"Kenapa?"

"Tadi Kit mau nyariin lo di kelas XI IPA-2," jawab Farel membuat Lingka melebarkan bola matanya.

•••

Tbc

Vote komen ya biar aku kenyangg

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro