Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18 [AB] - Gesty Berulah

"Sok-sokan banget tuh Abraham kalo ada lo. Biarin aja. Biar dia kapok. Kita nggak usah balik ke kelas," gerutu Thalita sambil menenteng bukunya. "Malah enak kita bisa makan di sini," sambungnya saat memasuki kantin.

"THAL!!!"

Rama melambaikan tangannya. Otomatis Thalita langsung berjalan ke meja Rama yang sedang bersama Farel.

Begitu Lingka akan menyusul Thalita, sebuah suara menginterupsinya. "LINGKA!!"

Lingka menoleh dan melihat Kit kesusahan membawa tiga mangkuk bakso. "Bantuin. Panas." Cewek itu langsung berjalan ke arah Kit dan mengambil bakso yang ada di lengannya. Di lengan, bukan di telapak tangan!

Lingka melihat lengan Kit kemerah-merahan. Melepuh. Ia berdecak, "Lo ceroboh banget, sih. Udah tau panas masih aja ditaruh di situ. Pake nampan, kek."

"Tuh. Nampannya dipake sama mbok Darmi."

Mendelik menatap Kit, cewek itu berkata sambil mengarahkan dagunya pada kedua sahabat Kit. "Ya panggil Rama, kek. Farel, kek."

Saat mereka berdua sudah dekat dengan meja Rama, Farel, dan Thalita, suara penuh keheranan Rama membuat Lingka dan Kit menghentikan langkahnya. "Lo berdua sepatunya couple-an??" tanya Farel membuat Rama dan Thalita menyadarinya juga.

Suara sinis yang terdengar keras membuat semua yang ada di kantin terdiam dengan tatapan tertuju pada satu titik. "Oh, jadi ini cewek yang lo suka?" tanya Gesty sinis. "Cewek ini yang ada di hati lo?" Cewek itu menatap Lingka dari atas ke bawah.

Lingka terpaku. Ia menoleh untuk melihat bagaimana ekspresi Kit saat ini. Apa yang cowok itu katakan pada Gesty? Kit menyukainya? Lingka mendadak mati kutu.

Thalita yang tidak tahu apa-apa membulatkan mata sambil menatap Kit dan Lingka secara bergantian. Gesty yang menebak dengan terang-terangan membuat Farel dan Rama meringis sambil memegangi kepala.

"Mati gue," ringis Farel saat melihat Gesty berjalan lebih dekat pada Lingka.

"Lingka, kelas XI IPA-2, junior. Cewek yang disukai Devan, mantannya Damas. Well, cowok-cowok keren di sekolah kenapa selalu nyantol ke elo, ya?" Gesty terkekeh sinis. "Beruntung banget lo!" Nada ketidaksukaan jelas membuat Lingka memejamkan mata, berusaha tidak mendengar atau pun memasukkan perkataan Gesty dalam hatinya.

"Gesty, pelanin suara lo!" suruh Kit dengan nada rendah. Ia melirik Lingka yang terdiam menatap kosong pada kursi kosong dekat mereka.

"Jawab gue, apa bener dia yang buat lo mempermalukan gue di depan umum?" tanya Gesty sambil berusaha menekan suaranya. "JAWAB!" Teriakan amarahnya akhirnya keluar akibat Kit terus mengabaikannya.

Diambilnya sebotol saos dari atas meja dan membuat gerakan seolah ingin melemparkan saos itu tepat ke muka Lingka yang masih membawa bakso panas.

Melihat itu, Kit mengernyit dalam. "Nggak usah macem-macem lo!"

Mengabaikan ucapan Kit, Gesty benar-benar melemparkan botol saos itu ke arah wajah Lingka. Tidak ragu-ragu, Kit melemparkan kedua mangkuk bakso yang dibawanya sedikit ke depan agar panasnya kuah tidak mengenai kakinya dan kaki Lingka. Cowok itu akhirnya nekat!

Farel, Rama, dan Thalita sontak berdiri, tidak bisa tenang lagi. Tampaknya suasana kali ini tidak main-main.

Adegan slow motion mendadak tampak. Dimana botol saos itu meluncur dengan lambat hampir mengenai muka Lingka yang saat ini memejamkan mata erat, namun tangan Kit datang menyambar saos itu.

Adegan kembali terlihat normal bersamaan dengan bunyi mangkuk pecah yang menggelenggar.

PYAR!

Beberapa siswa yang makan di sekitar keributan yang dibuat Gesty, Kit, dan Lingka sudah lama menjauh karena takut kena imbasnya.

Suasana kantin sekarang tampak horor. Kit memegang erat botol saos di tangannya ketika menyuruh Lingka meletakkan mangkuk yang dibawa cewek itu ke atas meja.

Dilemparkannya botol saos itu dengan keras ke sembarang tempat sambil meneriaki Gesty, "LO JANGAN MACEM-MACEM SAMA GUE!"

"Lo mending pergi sebelum gue lempar bakso panas ini ke muka lo!" Kit menunjuk bakso yang diletakkan Lingka di atas meja. Ancaman itu berhasil membuat Gesty berlari meninggalkan kantin sambil menahan tangis karena malu.

Lama beradu tatapan dengan Lingka, cowok itu menjambak rambutnya sendiri sebelum berlalu meninggalkan Lingka yang masih mematung. Kentara jelas di wajahnya, banyak yang dipikirkan cewek itu.

Kit berjalan ke arah penjual bakso. Bagaimana pun juga, cowok itu harus bertanggung jawab atas mangkuk yang sengaja dilemparkannya.

•••

Kit memasuki rumahnya dengan seragam acak-acakan. Rambutnya berdiri tegak, tidak berusaha dirapikan. Tas yang dilemparkan ke atas sofa mendarat dengan kasar di lantai karena lemparannya terlalu jauh.

"Pulang ke Jepang!"

Sebuah suara berat dan tegas yang menginterupsi, membuat cowok itu berjingkat kaget. Ketika ia mengakihkan pandangan pada sosok yang mengeluarkan suara, ekspresinya langsung berubah. Itu Kiki, papanya!

Seseorang yang paling ingin Kit temui ketika pesawat yang ditumpanginya mendarat dengan selamat di bandara Soekarno-Hatta. Tapi keinginan itu langsung lenyap menjadi abu arang pada detik dimana Bi Muti mengatakan bahwa Kiki tidak pulang dikarenakan ada urusan bisnis di Yogyakarta.

Lalu ketika hampir satu tahun tidak bertemu, apa harus seperti ini cara Kiki menyapanya? Mengapa hubungan antara keduanya semakin hari semakin merenggang?

Kit terkekeh miris dalam hati. Ia sudah tahu jelas jawabannya, bagaimana bisa ia berpura-pura tidak tahu dan menanyakan pertanyaan itu!

"Pulang ke Jepang! Nggak ada gunanya kamu tinggal di sini lagi!" suruh Kiki dengan nada suara yang dinaikkan.

Ekspresi Kit berubah dingin. Ia mendongakkan kepala agar dapat melihat lebih jelas bagaimana wajah Kiki. "Setelah saya pulang dari Jepang, anda bahkan tidak ada di rumah. Seharusnya anda bangga saya bisa kembali menetap di Indonesia tanpa membuat anda kerepotan dengan segala macam surat yang harus diurus."

PLAK!

"KURANG AJAR KAMU. PAPA KERJA, CARI UANG JUGA BUAT KAMU! SAMPAI SEKARANG BAHKAN KAMU MASIH PAKE UANG PAPA! TAPI INI CARA KAMU MEMPERLAKUKAN PAPA KAMU?" bentak Kit membuat Bi Muti yang tadinya ada di kamar langsung menghampiri. Ia takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi antara bapak dan anak yang kini bersitegang itu.

Kit masih bergeming. Ia tidak menyangka papa yang selalu menjadi junjungannya, kini menamparnya dengan kasar. Ia kembali tersadar bahwa segalanya sudah berubah sekarang.

Cowok itu meredam emosinya. Walau pun ia marah, ia masih sadar betul bahwa yang ada di hadapannya masih orang tua kandungnya. Menghela napas panjang, ia berkata dengan dingin, "Saya capek. Dan anda memancing emosi. Sekarang saya ingin tau dimana saja papa selama ini? Apa masih ingat jika anaknya akan pulang? Bahkan anda tidak memberi saya kabar. Ah sudahlah, anda tidak akan mengerti," ujar Kit sambil menggeleng kecewa. Ia hanya mengkhawatirkan papanya!

Kit menatap Kiki yang bergeming mencerna ucapannya sebelum berkata, "Saya yakin anda sudah tau Om Dodik yang membantu semua surat-surat pindah saya. Saya ingin tinggal di Indonesia, di Jepang tidak menyenangkan." Setelah mengucapkan itu, Kit mengambil tasnya dan beranjak ke tangga yang menuju kamarnya.

"Tunggu!" sela Kiki menghentikan langkah kaki anaknya. "Kenapa? Pasti ada alasan lain." Kiki sangat mengerti anaknya. Cowok itu tidak akan meninggalkan Jepang hanya karena bosan.

Menoleh, Kit menjawab dengan dalam. "Seseorang."

"Seseorang?" tanya Kiki tak percaya. "Kamu lupa karena seseorang juga kamu terpaksa meninggalkan Indonesia?"

Kit menggeleng, "Saya masih ingat."

"Lalu kenapa kamu pilih menetap di sini? Di sini bahaya!"

"Dia sudah di penjara, Pa," ujar Kit melemah.

"TAPI ITU TIDAK MENJAMIN KESELAMATAN KAMU! BELUM CUKUP MAMA KAMU MENINGGAL KARENA KAMU?"

Tatapan mata Kit langsung menggelap. Tangannya mengepal erat. Mulutnya membentuk satu garis lurus yang tipis. Begitu perkataan tajam yang keluar secara tidak sengaja dari mulut Kiki, hatinya kembali menjadi pecahan kaca.

Ia menatap Kiki yang kini menutup mulutnya rapat-rapat sambil menatapnya yang berjuang keras melawan kenyataan.

"Sudahlah. Sana masuk kamar. Sudah malam." Kiki langsung pergi meninggalkan Kit yang meninju sofa keras-keras.

Kit terkekeh miris. "Papa lupa kalo semua yang terjadi berawal dari kelalaiannya sendiri."

Setelah sekian lama dirinyaa tidak bertemu papa, kini ia tau. Hubungan antara keduanya benar-benar jauh. Renggang. Dan ia tidak tau bagaimana cara memperbaiki hubungan ini lagi. Menurutnya hanya ada satu cara untuk memperbaikinya.

Menghidupkan kembali Tasya. Mama kandungnya.

Tapi itu tidak mungkin. Tiba-tiba rasa rindu mulai mencuat, pada sosok ibu yang selalu mengasihinya. Cowok itu teringat pada masa-masa dimana dirinya bercanda tawa bersama keluarga lengkapnya.

Berpikir tentang masa lalu, cowok itu teringat Lingka. Setelah kejadian di kantin, keduanya tidak mengucapkan sepatah kata pun walau bertemu beberapa kali. Mendadak seperti orang asing, namun Kit bisa merasakan bahwa Lingka penasaran. Dari sorot matanya terlihat jelas cewek itu ingin menanyakan sesuatu.

Ia belum siap mendengar pertanyaan Lingka yang kemungkinan besar bertanya tentang perasaannya, agar cewek itu bisa menentukan sikap apa yang harus dilakukannya ketika menghadapi Kit.

Malam ini dirinya harus bisa menentukan, apa yang harus dikatakannya pada Lingka. Ia harus membuat keputusan yang tidak akan disesalinya. Ia menyukai Lingka? Jawabannya adalah rumit.

Lingka menyukainya? Jawabannya adalah tidak tahu.

•••

Tbc

Next chapter kayaknya mau aku buat full tentang Lingka~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro