Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15 [AB] - Rencana First Date?

Unik, menyenangkan, namun tidak bisa kudekati.

- Kit Rafassya Bagaskara

•••

"Makasih, ya. Lo bantuin gue lagi untuk kesekian kalinya," ujar Lingka sambil memandang tulus Kit yang berjalan di sampingnya. "Kak Geri juga titip makasih buat lo. Katanya, dia kesel banget sama Bianka karena bawa-bawa ayahnya. Sekarang nama baik ayahnya enggak tercoreng lagi."

Cowok itu mengangguk paham sebelum berhenti berjalan dan menjawab Lingka dengan tampang tengilnya, "Gue bakal terima ucapan terima kasih lo dengan satu syarat."

Lingka menaikkan alisnya dan menjawab, "Apa? Jangan yang aneh-aneh."

"Temenin gue beli sepatu. Kata nyokap, selera gue jelek. Jadi gue nggak mau sia-siain uang buat beli barang yang jelek. Biasanya selera cewek bagus, kan?" tanya Kit sambil menaikturunkan alisnya, berusaha membujuk.

Lingka terlihat berfikir dengan mata yang memandangi adegan shoot di lapangan basket. Sebuah ide terlintas di kepalanya. Menahan senyum, ia menatap Kit sambil menjawab, "Oke. Tapi dengan satu syarat."

"Lo bales dendam?" tanya Kit dengan senyum miringnya.

Lingka terkekeh dan menunjuk lapangan bola basket, "Kalahin kapten tim basket itu."

Mengikuti arah telunjuk Lingka, cowok itu menjatuhkan tatapannya pada cowok bernomer punggung 7 yang terlihat tegak dan berkharisma.

Tidak mau kehilangan kesempatan untuk mendapatkan sepatu bagus, Kit menganggukkan kepala menerima tantangan Lingka. "Dia doang?" Cowok itu tertawa kecil, seolah meremehkan. Ia berjalan mendekati lapangan diikuti Lingka yang tak jauh di belakangnya.

"Mana kapten tim basketnya?" tanya Kit songong pada cowok yang tadi ditunjuk Lingka. Ia berpura-pura tidak tahu, merasa bahwa yang dilakukannya ini sangat menarik.

"Gue Viko, kapten tim. Kenapa?" tanya Viko sambil mengernyit bingung. Seingatnya, ia tidak mengenal cowok songong yang berdiri di hadapannya. Viko bahkan tidak pernah bertemu dengannya, apalagi membuat masalah. Tapi mengapa tiba-tiba cowok itu datang dengan ekspresi songong seolah-olah sedang menantangnya?

"Ya ampun! Itu Kit. Eh, ada Kit! Itu... dia ngapain di lapangan? Ya ampun. Dia mau main basket?"

"Mana? Mana, sih? Kit yang anak baru itu? Yang mana, sih? Gue belum pernah liat."

Seisi lapangan langsung heboh. Banyak yang terang-terangan menunjuk Kit dan mengekspresikan kesenangan mereka, tetapi Kit hanya menatap Lingka yang tersenyum miring menantang Kit di kursi penonton paling depan.

Perlahan-lahan mulut Lingka bergerak mengucapkan, "Cepetan, gue kepanasan!"

Kit tertawa dan berteriak, "Salah sendiri duduk di situ!" Mendengar cowok itu mengalahkannya, ia cemberut dan memelototi Kit yang sikapnya seolah menunjukkan bahwa jika dirinya di lapangan, maka ia yang menjadi bintang lapangan.

"Jadi lo anak baru yang bantuin Lingka." Pernyataan itu terlontar pelan dari mulut Viko.

"Lo kenal dia?" tanya Kit.

"Kita satu ekskul kali," ujar Viko malas.

"Oiya. Lupa," jawab Kit polos. "Yaudah, ayo. Tunggu apa lagi." Kit bersiap, mulai ancang-ancang.

"Ayo ngapain? Lo nantangin gue?" tanya Viko tak percaya.

"Perlu ya diperjelas kayak gitu," jawab Kit malas membuat Viko tanpa sadar menaikkan satu alisnya, merasa tertantang.

"Kalo gue menang?" tanya Viko membuatnya tertawa. Jadi Viko ingin membuat taruhan? Tidak masalah. Ia merogoh saku celana dan mengeluarkan kunci motor, kemudian melemparnya pada Viko.

Dengan sigap cowok itu langsung menangkap dan melihat benda yang dilemparkan Kit tadi. Ia mendongak, "Berani juga lo." Tak mau kalah dengan Kit, ia juga melemparkan kunci motor, yang segera ditangkap oleh Kit dengan seringai kecil.

Lingka yang melihat itu langsung ternganga. Segampang itu menjadikan motor sebagai taruhan? Ia menggeleng seolah tak mengerti pola pikir cowok. Setahu Lingka, cowok selalu menyayangi motor mereka. Tetapi setiap taruhan, selalu motor yang dikorbankan. Apa mengorbankan yang tersayang tidak menyakiti hati mereka sendiri?

"Ling, lo liat, nih!" teriak Kit yang sudah mulai berlari sambil mendribble bola ke arah ring basket milik Viko. Viko yang melihat itu tak mau kalah dan terus menempel pada Kit seperti cicak. Hal berikutnya benar-benar berhasil membuat Lingka tertawa.

Bagaimana tidak, Lingka melihat Viko merebut bola yang berada di tangan Kit dengan jujur, tetapi Kit malah meneriaki Viko dengan wajah cemberut dalam-dalam, "CURANG LO!"

Dimana letak curangnya, sih?

Mengabaikan teriakan tidak terima Kit, Viko menggiring bola sampai pada ring basket milik Kit. Ia melakukan slam dunk.

1 poin untuk Viko!

Kit terlihat kesal sambil memaki-maki jalan. Begitu ia mendengar teriakan Lingka, ia teringat jika ia memainkan ini untuk mendapatkan sepatu baru yang sangat bagus. "Ayo, dong. Baru pertama aja kalah. Cemen banget, sih. Jagonya cuma ngomong bahasa Jepang doang."

Kit mengambil bola yang masih memantul-mantul. Dengan cekatan ia berlari menembus pertahanan lawan yang sebenarnya cuma ada Viko yang sedang lengah, entah sedang berbicara dengan siapa. Karena tidak diperhatikan, Kit mempercepat pergerakannya.

PRIIIT!
1 poin untuk Kit!

Viko langsung kaget dan melihat Kit yang memasang wajah mengejek. Viko mendengus, "LO YANG CURANG!"

"Mana ada. Salah lo sendiri ngeremehin gue," ucap Kit sewot.

Viko mendengus dan berlari mengambil bola. Kit langsung menghadangnya. Terjadi perlawanan sengit yang berakhir dengan bola di tangan Kit. Cowok itu langsung melemparkan bola basket masuk ke dalam ring.

1 poin!
2 - 1 dengan Kit yang memimpin!

"YES!" Kit melihat Lingka yang memiliki wajah serius.

Dalam hati Lingka tak menyangka jika Kit jago bermain basket, bahkan kapten Viko dikalahkan olehnya. Lingka tahu betul bagaimana kemahiran gerakan kaki dan tangan Viko saat bermain basket.

Lingka pernah duel melawannya dan berakhir kekalahan mutlak 17 - 8 poin. Sebenarnya waktu itu permainan tidak hanya berhenti di poin ke 17, tetapi Lingka sudah hopeless dan kelelahan sekali. Akhirnya ia telentang di tengah lapangan basket dengan nafas tersenggal-senggal.

PRIIIT!

1 poin untuk Viko!
2 - 2, seri.

Baik Lingka maupun Kit benar-benar kaget mendengar peluit yang ditiup Harun yang perannya sebagai wasit. Kit menghentak-hentakkan kakinya dan berteriak, "GUE BELUM SIAP! ULANG!"

Harun langsung menggelengkan kepala, "Cepet ambil bola!" Yang disuruh hanya cemberut dan berlari dengan lunglai ke arah bola yang tak berhenti menggelinding.

Perjanjiannya tadi permainan akan berakhir pada poin ke 3. Berarti ini penentuan. Mata Kit berkilau tajam.

Ia mengambil bola dan men-dribble sambil berlari dengan langkah lebar-lebar. Ia berlari memutar begitu ada Viko yang menghadang jalan. "Pergi nggak lo," ancam Kit.

"Gue bakal pergi kalo lo kasih bolanya," ujar Viko sambil bergerak ke kanan-kiri mengikuti gerakan gesit Kit yang terlalu rumit. Viko berdecak, "Skill lo bagus juga."

Kit tertawa, "Gue kapten tim di Jepang," jawab Kit sombong.

"Pantes."

Viko menyilangkan kaki dan memutar untuk merebut bola Kit. Tapi Kit langsung melempar bola ke depan dan berlari untuk mengambilnya lagi. Kit melakukan shooting.

PRIIIT!
1 poin untuk Kit!
3 - 2, permainan selesai. Kemenangan Kit!

Wasit meniup peluit lagi menandakan permainan telah berakhir. Kit berdiri di hadapan Viko dengan alis yang terangkat seolah berkata, see? gue lebih hebat dari lo.

Viko hanya menggeleng tak berdaya dan melempar kunci motor Kit. Cowok itu segera menangkapnya dan berkata, "Mulai sekarang ini punya gue, ya. Makasih. Well, setidaknya skill lo lebih bagus dari kedua sahabat gue."

Viko yang sudah beranjak dari sana hanya melambaikan tangan tanpa berbalik. Mungkin rasa kehilangan akan motornya membuat suasana hati cowok itu buruk.

Lapangan sudah penuh sorak-sorai dari awal keduanya berduel. Sekarang suasana bertambah riuh dengan mata kaum hawa yang terang-terangan menatap Kit memuja.

Kit tahu jelas, tetapi ia hanya mengabaikan mereka tanpa melirik sedikit pun. Cowok itu hanya melihat ke arah Lingka dengan tangan yang terulur. Perlahan mulutnya membentuk kata, "Minum."

Lingka mengangkat tangan yang membawa air minum, seolah menyuruh Kit menghampirinya.

"Gue menang," ucap Kit pamer, setelah meminum air putih itu sampai setengah. Keringatnya sudah menetes kemana-mana. Seragamnya juga basah.

Lingka mengangguk, "Gue tau."

Alis Kit terangkat, "Terus?"

"Iya, iya! Gue temenin lo," ujar Lingka sambil menyodorkan sapu tangan berwarna navy yang selalu Kit bawa. Menyuruhnya untuk menyeka keringat.

"Elo yang lap, dong. Kan elo yang buat gue jadi keringetan," ujar Kit yang tidak mau menerima sapu tangannya.

Mendengar ucapan Kit yang ambigu, Lingka melotot dan menginjak kaki cowok itu. "Apa, sih! Sakit! Kan bener. Elo yang nyuruh gue duel basket sama siapa tuh tadi namanya."

Lingka menghembuskan nafas dan mulai mengelap keringat Kit di wajahnya. Ia hampir lupa situasi di sekitar mereka jika tidak mendengar suara ketidaksukaan yang terang-terangan ditujukan pada Lingka.

"Eh, itu Lingka ngapain, sih? Udah Geri digodain. Sekarang Kit juga."

"Elo kudet! Lingka enggak godain Geri! Bianka yang manipulasi semua. Tapi pas liat dia deket-deket gitu sama Kit, gue bakal musuhin dia lagi!"

"Jadi gosip Lingka godain Kit itu bener, ya?"

"Pantes aja tadi Kit bela-belain Lingka di Ruang Aula. Ternyata dia udah kena rayuan Lingka."

Karena kesal, Lingka bangkit dari posisi duduknya dan melemparkan sapu tangan miliknya ke pangkuan bunda. Ralat, maksudnya ke pangkuan Kit. "Lap sendiri keringet yang ngucur deras itu!" tungkas Lingka ketus. Cewek itu berjalan cepat meninggalkan lapangan.

Kit langsung mengikutinya sambil tertawa, "Sebenarnya semua kata yang berusaha menjatuhkan kita itu bersifat membangun. Ambil sisi positifnya aja. Selain itu, anggep aja radio rusak."

Lingka mengangguk dan menjawab, "Terkadang matahari tetap bersinar ketika turun hujan. Kenapa? Karena dia berusaha sebaik mungkin untuk bertahan walaupun ada kesedihan di dalamnya."

Kit berfikir sejenak sebelum menjawab, "Kalo hujan turun tapi matahari nggak ada? Gimana tuh?"

Lingka menatap Kit dan berkata, "Itu berarti dia terlalu sedih sampai-sampai dia kehilangan jati dirinya. Sejenak dia melupakan tujuannya bertahan selama ini. Jadi, yang dia butuhin cuma satu. Pelangi, untuk kembali mengingatkannya tentang jati dirinya, untuk tetap bersinar walaupun kesedihan singgah sejenak."

Kit memandang raut wajah Lingka yang mengatakan banyak kata motivasi. Apa mungkin Lingka anak Mario Teguh? Menggelengkan kepala, ia berjalan di samping cewek itu tanpa mengucapkan apa-apa lagi. Kali ini, Kit tahu alasan mengapa dirinya selalu melihat Lingka dengan cahaya yang berbeda.

Karena jawabannya adalah cahaya itu sendiri. Cahaya yang Lingka pancarkan, tidak ada yang berhasil menyamainya. Lingka, gadis ini, berbeda karena keunikan cahaya yang ia pancarkan.

•••

Tbc

Next chapter mau di update kapan?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro