Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

02 [AB] - Pergi dengan Aesthetic

Now Playing : Slow Down - Mac Ayres (Cover by Misellia)

•••

Keresahan menyelimuti hati Kit yang tengah bersembunyi dalam kegelapan. Jika Lingka benar-benar meninggalkannya terkunci di dalam lemari sampai mati ketakutan sekaligus kehabisan napas, orang yang pertama Kit datangi setelah menjadi arwah penasaran adalah cewek itu! Ia pasti akan meminta cewek itu menghidupkannya kembali!

Pikirannya melayang kemana-mana. Ingin membuat suara bising yang mungkin saja bisa didengar Lingka yang ada di luar sana, tapi Kit takut polisi-polisi itu mendengar juga! Jika ia sampai tertangkap, tamat sudah riwayatnya. Pasti papa menyuruhnya balik ke Jepang secepat mungkin.

Memilih aman, ia terus berdiam diri dalam lemari yang mencekam. Dalam bayangannya sesosok wanita berpakaian putih namun lusuh, duduk memeluknya dari samping. Karena lebar lemari tidak cukup luas, Kit hanya bisa pasrah sambil mengelus puncak kepala sosok mengerikan itu.

Berpikir lagi tentang apa yang ada dalam benaknya, buku kuduknya keremangan. Jantungnya deg-degan. Memang, ia salah satu cowok penakut, yang percaya pada hal-hal berbau mistis.

Suara lemari yang diputar agar terbuka, membuat dirinya menghela napas lega. Pasti Lingka!

CEKLEK.

"Cepetan keluar!" suruh Lingka setengah berbisik. Kit hanya mengangguk. Pikiran buruknya terhadap cewek itu ternyata salah. Ia mendudukkan diri di kursi guru, menatap Lingka yang berdiri di sampingnya. Sudut bibirnya membentuk seringai licik. Sebuah rencana kejam namun tak berdaya terlintas dalam benaknya.

"Lo harus bantuin gue keluar dari sini." Kit menatap Lingka memohon.

"Bantuin lo? Big no! Mending gue pulang. Tidur yang nyenyak di rumah."

"Lo bawa mobil sendiri?" tanya Kit yang menurut Lingka aneh.

"Iya. Gue bawa mobil sendiri. Kenapa?" Lingka menatap Kit menyelidik. Ia merasa Kit pasti akan meminta hal-hal yang tidak seharusnya diminta dari orang yang baru dikenalnya.

Kit tidak menjawab pertanyaan Lingka. Ia mengeluarkan kunci mobil dan STNK mobil Taft-nya. Diberikan semua itu pada Lingka dengan ekspresi serius. "Lo bisa nyetir mobil Taft?" Lingka mengangguk mengiyakan. "STNK itu atas nama ayah gue. Ayo. Bantuin gue keluar. Nanti gue anterin lo ambil mobil lo di sini," ucap Kit mutlak sambil menarik tangan Lingka, membuat cewek itu menghela napas pasrah.

"Ya ... ya ... ya ... nggak usah minta persetujuan gue, oke? Anggep aja gue patung selamat datang." Kit terkekeh pelan mendengarnya. Umpan berhasil ditangkap.

Mereka berdua berjalan mengendap-endap menuju tempat parkir. Sesekali mereka memasuki ruang kelas untuk bersembunyi ketika melihat kedua polisi dan Pak Bambang di belakang mereka keluar dari kelas X-7 dan X-8.

Mereka memasuki kelas X-1 begitu kedua polisi dan Pak Bambang keluar dari X-9. Kit mengintip dari sela-sela pintu yang terbuka dan melihat kelompok itu menaiki tangga menuju kelas XI. Ia memandang Lingka di belakangnya yang memasang tampang gelisah. "Aman," ujar Kit setengah berbisik. Mendengar itu, Lingka langsung merasa beban di pundaknya terangkat. Lega.

"Ayo cepet!" ajak Lingka terburu-buru.

"Lo seneng banget cepet-cepet, ya?" tanya Kit dengan tampang tengil minta ditabok. Lingka hanya mendengus menjawabnya. Bisa-bisanya cowok asing ini mengajaknya bercanda disaat-saat menegangkan seperti ini.

Begitu mereka menginjakkan kaki di parkiran, Kit menarik Lingka kembali dengan sangat cepat untuk bersembunyi di balik tembok. Ia meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya. Menyuruh cewek itu agar tidak mengucap sepatah katapun yang dapat menimbulkan suara.

Lingka yang semula ingin menyemburkan umpatan-umpatan kepada Kit langsung terdiam. Tahu jika suasananya tidak mendukung. Kit menggerakkan dagunya seolah ingin menunjukkan ada apa di luar sana. Karena penasaran, Lingka mengintip pelan-pelan.

Setelah melihatnya, cewek itu kembali menatap Kit sambil meringis, kemudian menggerakkan bibirnya tanpa suara. "Ada polisi." Kit mengangguk.

Tatapan Kit jatuh pada pot bunga berukuran kecil di bawah kakinya.

"Nga-pa-in?" Mulut Lingka bergerak saat melihat Kit mengambil pot itu. Takut jika Kit akan berbuat yang tidak-tidak. Masalahnya, jika Kit tertangkap, ia juga ikut tertangkap. Niatnya menolong, malah ikut terjerumus dalam badai yang dibuat oleh cowok itu! Jangan sampai ia ketahuan!

Kit tidak menjawab pertanyaan Lingka. Tatapannya jatuh pada seorang polisi yang berdiri tegak di dekat mobilnya. Ia melemparkan pot itu di kejauhan membuat Lingka menggigit jarinya gemas.

BRAKKK!

"SIAPA?"

Polisi itu berlari kearah pot yang dilemparkan Kit tadi. Sesaat setelah berdiam diri di sekitar pot, polisi itu berlari menuju kedalaman sekolah meninggalkan mobil Kit. Cowok itu, berhasil mengelabuhi polisi untuk yang kesekian kalinya.

"Berhasil!" Pekik Kit dengan mata berbinar yang tak bisa disembunyikan. "Ayo." Dengan gerak cepat mereka berdua berhasil menaiki mobil Kit. Lingka mulai menjalankan mobil Kit dengan Kit yang duduk di kursi sampingnya.

Begitu sampai gerbang. Lingka menginjak rem mendadak karena kaget melihat seseorang yang ada di depan sana. Bukan hanya dia. Kit juga tak kalah kagetnya. Ia langsung loncat ke belakang dan meringkuk. Bersembunyi di sana.

"Jalanin. Jangan buat dia curiga." Cewek itu mengangguk paham dan mulai menjalankan perintah sang komandan.

"Berhenti!" Polisi itu menghardik. Di belakangnya ada satpam sekolah Lingka, Pak Galang.

"Iya?" tanya Lingka hati-hati. Ia berusaha merilekskan kakinya yang sedikit gemetar.

"Ini mobil siapa?"

Cewek itu meneguk ludahnya sebelum berkata, "Mobil ayah saya, pak. Ada apa ya?"

"Bisa lihat STNK-nya?"

"Loh. Ada apa ini Pak sebenarnya?" tanya Lingka bingung sambil mengeluarkan STNK. "Nenek saya sakit, pak. Dia dibawa di ruang ICU barusan. Orang tua saya telepon. Saya buru-buru. Nenek cariin saya."

Polisi itu menganggukkan kepalanya berulang kali setelah mengecek STNK yang diberikan Lingka. "Baik. Maaf atas ketidaknyamanan adik." Kit mendengus mendengarnya. Adik? Sejak kapan polisi itu jadi abangnya cewek itu? Lagian, banyak banget polisi di sini! Kit jadi heran. Berapa banyak sekutu yang dipanggil dua polisi yang mengejarnya tadi?

Mobil mulai bergerak meninggalkan Cakrawala. Kit menggerakkan telapak tangannya. Ia menemukan sesuatu di bawah sana. Begitu ia mengangkatnya, ternyata mangga!

"Woi. Keluar lo! Kita udah jauh dari polisi-polisi itu. Betah banget lo ngumpet di situ," ujar Lingka sambil terkekeh geli.

Kit melompat ke kursi sampingnya. Lingka menatap cowok itu geli begitu melihat mangga di tangan kanan Kit. "Loh, kok ada mangga di dalem mobil lo?"

Cowok itu mengernyit sejenak, "Gue inget! Ini pasti salah satu mangga yang gue curi dari rumah pak RT sama temen gue kemarin. Dua hari yang lalu gue baru pulang ke sini. Dan setiap gue pulang, badan gue gatel banget kalo nggak buat masalah. Ya kalo polisi tadi, sih. Keluar dari rencana ...."

"Loh, emang lo tinggal dimana?"

"Di Jepang. Bosen gue di sana. Bingung. Mau buat masalah nggak bebas. Emang bener, ya kalo seseorang akan lebih nyaman berada di tempat dia dibesarkan."

Lingka tergelak mendengarnya. "Ngapain lo nyuri-nyuri mangga?"

"Tetangga temen gue nyidam."

Cewek itu kembali tergelak. Yang nyidam tetangga temannya, tapi Kit sama temannya yang cari? Ya ampun, kurang kerjaan sekali. "Parah lo!" ucap Lingka geli.

Kit menatap cewek itu sejenak sebelum mengeluarkan smirk-nya. "Selamat. Lo orang ke 9.999 yang bilang gitu ke gue."

"Jangan seneng dulu. Siapa tahu besok lo bakal dikejar lagi."

"Oh iya!" Kit memekik seolah-olah baru mengingat sesuatu. "Kayaknya gue harus semir rambut!"

•••

"Ngapain lo minta berhenti di alun-alun ramai kayak gini?" tanya Lingka bingung. "Kita mencolok banget tau gak sih. Pake kostum aneh kayak gini. Dikira kita salah tempat. Seharusnya di ruang teater, nih. Tuh, banyak yang liatin."

Kit dan Lingka tengah berada di alun-alun kota. Mereka berdua bersandar berdampingan di depan mobil Kit sambil memperhatikan orang-orang yang menatap mereka aneh.

Kit senyam-senyum tidak jelas. "Kita udah kayak couple belum? Lo Cinderella, gue pangerannya." Ucapannya membuat Lingka mencibir sambil menahan tawa melihat muka narsis Kit.

Saat Lingka mengalihkan pandangan menatap samping kirinya, ada balon berwarna hijau berbintik putih yang melayang. Cewek itu mengikuti arah terbangnya balon itu sampai ada suara kecil berteriak, "KAKAK CANTIK! TANGKEPIN BALON ARUL!!!"

Di belakang, Lingka melihat anak kecil laki-laki yang kira-kira berusia empat tahun berlari dengan panik. Ia mengerti. Balon itu milik anak itu. Menolong, ia langsung menangkap balon yang telah melayang di depannya.

SRETT!

Tidak kena!!

Ada tangan lain yang mencoba membantu menangkap tali balon itu.

Berhasil!!

Kit menyodorkan balon itu pada Lingka. "Nangkep balon aja susah. Gimana mau nangkep hati gue?" tanya Kit geli. Cewek itu tergelak mendengarnya.

"Basi tau nggak," ujar Lingka sambil menerima balon itu.

"Kakak." Sebuah suara lucu menginterupsi keduanya. Mereka menunduk menatap anak kecil laki-laki tadi.

"Kakak ini--- mmpphh--- aku kayak pernah liat kakak---Ahh iya! Kayak yang ada di tas Kaila, di buku gambar Kaila, di kamar Kaila! Kakak ini Cidella, kan?" tanya anak itu girang.

Mendengar itu membuat Aluna dan Kit tergelak. "Cinderella. Bukan Cidella." Koreksi Kit geli.

"Iya itu maksud Arul," bantah anak itu.

"Jadi, nama kamu Arul?" Anak kecil itu mengangguk.

"Jadi Cinderella beneran ada? Arul sempat nggak percaya sama Kaila," ujar Arul polos membuat Lingka tersipu. Kit tergelak lagi

"Ya, Cinderella memang ada," ucap Kit jail, namun dengan pujian yang sungguh terlontar untuk Lingka.

"Kaila pasti seneng kalo bisa ketemu Cinderella." Lingka tersenyum membuat senyumnya menular pada Kit.

Cewek itu berjongkok menyamai tinggi badan Arul. "Ini balon punya kamu?" Yang ditanyai mengangguk.

"Itu dari mama."

"Ini. Kalo kamu punya sesuatu atau seseorang yang berarti buat kamu, jangan pernah dilepas. Pegang erat-erat."

"Tapi kalo dia yang mau pergi, gimana?" Tanya Arul bingung.

Sesaat Lingka mengenyit. Kemudian ia menjawab, "Kalo dia juga menganggapmu berarti seperti kamu menganggapnya, dia nggak akan pernah ninggalin kamu. Kalaupun dia masih mau ninggalin kamu, berarti kamu kurang erat menggenggamnya." Perkataan itu membuat Kit memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Arul mengangguk. "Arul tau sekarang. Makasih ya kakak Cinderella. Arul harus balik. Mama pasti bingung nyari Arul. Kapan-kapan kita ketemu di sini lagi, ya? Arul akan bawa Kaila."

Lingka tertawa dan mengangguk. "Iya." Setelah Arul menghilang dari penglihatannya, cewek itu memukul tangan Kit pelan membuat cowok itu terbangun dari lamunannya. "Ngapain lo minta berhenti di alun-alun?" tanya Lingka lagi.

Kit bergeming. Sejenak ia merasa ragu untuk melancarkan rencananya. Berpikir lagi tentang keamanannya yang terancam dan kemurkaan papa yang menghantui, ia menatap Lingka dalam. "Beliin gue minuman dulu, dong. Tenggorokan gue sakit. Nih uangnya," ujarnya sambil memegangi leher.

Lingka mencibir sejenak sebelum melangkahkan kaki menuju penjual minuman yang sedikit jauh dari tempat mereka berdiri.

Melihat Lingka sudah beranjak, Kit segera berlari. Ia meninggalkan Lingka sendirian di tengah-tengah keramaian. "Gue harus kabur. Lingka, kan? Gue bakal inget lo."

Di sisi lain Lingka yang membeli dua minuman mendapat telepon dari Thalita. Ia yakin sahabat sebangkunya itu pasti kebingungan karena tak melihat kehadirannya.

"Ya, Thal?"

"Lo kemana aja, sih? Gue cariin daritadi! Lo nggak dateng?"

"Dateng," jawab Lingka polos. Ia mengucapkan terima kasih setelah menerima kembalian dari pedagang.

"Terus lo dimana?" Terdengar jelas nada kebingungan dari pertanyaan Thalita. Karena sejak di pesta tadi, ia sudah mencari Lingka kemana-mana, tetapi hasilnya nihil. Keberadaannya lenyap, tak meninggalkan bau asap sama sekali.

"Gue di---rumah. Tadi dateng, kok. Abis itu pulang. Pusing."

"Gini nih kalo orang nggak jago bohong, tapi nekat ngebohong. Ketauan tau nggak sih! Mana ada rumah lo rame kayak gitu. Pake ngucapin makasih-makasih segala lagi."

Lingka tak menjawab. Ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Kit yang kini hilang dari tempat mereka berdua berpisah. Ia mematikan telepon dan pikiran-pikiran buruk mulai memasuki kepalanya.

Merasa ada yang tak beres, cewek itu sedikit berlari ke arah mobil Kit terparkir. Nihil, mobilnya tidak ada.

Hati Lingka memanas. Dilemparnya kedua minuman yang dibawanya sambil berteriak dalam hati.

PENJAHAT!

•••

A/n : jangan lupa vote, comment yaa. Sampai ketemu di next update~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro