01 [AB] - Bantuan Kabur
Now Playing : Olivia O'brien - Complicated
•••
"WOY! KURANG AJAR!!"
"KEJAR!"
"Mampus!" Kit yang mengendarai mobilnya dengan kecepatan maksimum tidak tahu jika ada dua polisi yang berjaga di jalanan depan. Ingin memperlambat laju kecepatan, namun tidak mungkin. Ingin menghentikan mobilnya di depan kedua polisi itu juga sangat tidak mungkin!
Yang bisa ia lakukan hanyalah menambah laju kecepatan mobilnya hingga mencapai kecepatan maksimum supaya tidak tertangkap para polisi itu. Kedua polisi tadi mengejar cowok itu dengan motor polisinya sambil terus berteriak, "Berhenti! Sekali lagi saya bilang berhenti! Berhenti atau saya tembak?!"
Sial!
Dua hari yang lalu, ia baru saja tiba di Jakarta. Sudah dua tahun lamanya ia pindah di Jepang karena ada konflik tertentu. Setiap tiga bulan sekali pulang ke Jakarta.
Tadi malam sahabatnya yang bersekolah di SMA Cakrawala memberinya surat undangan. "Nih, Diesnatalies Party. Gue males dateng. Berhubung lo baru pulang ke sini, ini buat lo aja. Lo, kan Troublemaker. Puas-puasin buat masalah di sana." Dengan senang hati ia menerimanya.
Tapi tak pernah ia harapkan akan dikejar polisi seperti ini. Pukul 19.15 WIB. Lima belas menit lagi party akan dimulai. Maka dari itu Kit sangat terburu-buru hingga akhirnya kebut-kebutan.
Kit menambah kecepatannya hingga mendekati kecepatan maksimum. Untung saja jalanan sepi. Belok kiri, belok kanan, kanan lagi, kiri lagi. Ia terus memutar jalan agar para polisi kehilangan jejaknya. Tapi harapan tinggal harapan. Semua yang ia harapkan harus pupus begitu saja saat para polisi juga tidak menurunkan kecepatannya. Jarak antara cowok itu dengan polisi sudah cukup jauh. Tapi belum sampai pada titik para polisi tidak melihat mobilny lagi. Setiap ia belok, polisi selalu melihatnya dari ujung belakang. Seperti kepala dan ekor ular yang ada di dalam permainan snake ketika badannya sudah panjang. Kepala ular akan selalu melihat ekornya sendiri. Sungguh, ini adalah hari sial baginya!
Ketika mobilnya telah mencapai ujung perempatan jalan, ia berjingkat kaget dengan mata terbelalak lebar. Kedua tangan mencengkeram setir dengan badan menegak kaku, pertanda ketegangannya telah mencapai tingkat dewa setelah melihat situasi di depan matanya. Yang tidak ia inginkan akhirnya terjadi. Yang tidak ia harapkan akhirnya terjadi. Yang ada di dalam bayangannya juga benar-benar ada. Ada perempatan. Tidak ada yang salah. Tidak ada yang buruk. Hanya saja ada truk gandeng dari arah utara berjalan lambat hendak menutupi jalannya! TRUK GANDENG!
Begitu dekat dengan mobil Kit yang melaju dari arah barat! Lagi-lagi tidak mungkin untuk menginjak rem secara mendadak!!
"ARRRGHHH!!" Cowok itu mencengkeram setirnya. Ia tidak menurunkan kecepatan sedikitpun dan bertaruh nyawa di sini.
TIIIIIIIIIIIN.
WUUUUSSSSS.
"BANGSAT!!!"
Bunyi klakson truk gandeng dan umpatan sopirnya itu bersamaan dengan Kit yang telah menyebrangi jalan dengan kecepatan cahaya. Selamat! Nyawa dan mobil kesayangannya aman! Kit menurunkan kecepatannya dan langsung banting setir ke kanan. Ini sudah dekat dengan SMA Cakrawala.
Kit yakin polisi tadi masih menunggu truk gandeng lambat itu lewat. Jantungnya berpacu cepat. Tidak menyangka akan mengalami kejadian tadi. Hampir saja nyawanya hilang karena polisi. Tidak lagi. Tidak akan kejadian seperti ini terjadi lagi. Walaupun Kit troublemaker, bisa dibilang ia masih ada di tingkat normal. Bukan di jajaran para elit troublemaker yang tidak takut pada polisi.
•••
SMA CAKRAWALA
Kit memasuki gerbang dan langsung menuju tempat parkir. Dengan gerakan gesit ia turun dari mobil dan melepas plat nomor palsu yang tertempel di depan plat nomor yang asli. Stiker-stiker di mobilnya juga dilepas dan digantikan dengan yang baru.
Kit memasukkan plat nomor palsu ke dalam mobil, kemudian menguncinya sambil terkekeh pelan. "Akhirnya ...."
Ia berlari memasuki koridor. Niatnya untuk membuat masalah di Cakrawala sudah tergantikan untuk melindungi dirinya sendiri. Polisi tadi bisa saja ke Cakrawala untuk mencarinya dengan membawa kawan-kawannya yang lain. Licik. Penuh strategi. Begitulah polisi. Jika Kit ikut serta dalam keramaian, ia pasti mudah sekali ditemukan.
Rambutnya pirang! Sedangkan murid Cakrawala tidak mungkin ada yang berambut pirang! Ia merutuki kebodohannya yang tadi tidak menggunakan wig warna pink, atau warna lain. Memang benar, penyesalan itu selalu datang belakangan.
Cowok itu memasuki ruang kelas X-6 dan menutup pintunya cepat-cepat. Ia langsung duduk bersandar di tembok dengan kaki yang selonjor. Nafasnya tak beraturan. Pikirannya gelisah memikirkan mobil kesayangannya. "Mobil gue diderek nggak, ya? Masa mereka curiga sama mobil berbentuk sama, tapi platnya beda?"
Kit mengibaskan tangannya. Panas. Kostum pangeran yang ia kenakan begitu berat dan panas. Dresscode Diesnatalies Party ini adalah Disneyland. Ribet! Kata itu yang pertama kali muncul dalam benak Kit saat membaca surat undangannya.
Setengah jam telah berlalu. Tidak ada tanda-tanda polisi sama sekali. Yang ia bisa dengarkan hanyalah musik yang berdentum keras dari ruang aula. Tempat pusat acara.
Cowok itu membuka pintu perlahan. Ia berjingkat kaget setelah melihat cewek, bukan, lebih tepatnya Cinderella berdiri tidak jauh darinya. Cinderella itu juga tak kalah kagetnya dengan Kit.
"Ngagetin aja lo. Gue kira polisi," ujar Kit sedikit syok.
Cewek berkostum Cinderella itu mengernyitkan alis menatap Kit heran. "Siapa lo?"
Kit mengenyit karena musik tiba-tiba berhenti berbunyi. Dari ruang kelas di belakangnya, sound berbunyi, "Tes ... Tes ... Pengumuman. Sehubungan dengan kami pihak kepolisian ingin bekerja sama dengan seluruh warga SMA Cakrawala. Apabila ada yang melihat atau menemukan seorang laki-laki dengan rambut pirang dan berpakaian gelap, mohon ditangkap atau segera konfirmasikan kepada kami karena laki-laki tersebut telah melakukan tindak kejahatan besar. Terima kasih."
"Mampus!" umpat Kit pelan sambil mengalihkan pandangan menatap cewek itu secara perlahan. Firasatnya tidak enak.
Yang ditatap mundur satu langkah sambil menatapnya ngeri. Mulutnya terbuka lebar, berteriak kencang. "AAA---mmpphh--" Kit membekap mulut cewek itu. Menariknya memasuki kelas X-6 lagi. Dan menutup pintu.
"Aarrrggghh ... Sakit tau!" teriak tertahan Kit ketika cewek itu menggigit tangan kirinya yang membekap mulut cewek itu.
Cewek itu mengambil sapu di dekatnya dan mengacungkannya pada Kit. "Mau apa lo?"
Kit berdecak. "Gue bukan orang jahat. Ssttt ... jangan berisik! Pelan-pelan aja ngomongnya!"
Cewek itu menyipitkan mata. "Gimana gue bisa percaya lo bukan orang jahat kalo pihak polisi jadiin lo buronan mereka?"
"Lo menilai gue dari mereka? Nilailah gue dari diri gue sendiri. Bukan dari mulut orang lain. Coba liat gue sekarang. Apa tampang gue mirip tampang penjahat?" Mendengar pertanyaan Kit, cewek itu mengangguk yakin setelah melihat rambutnya yang pirang. Preman. Kata itu yang terlintas dibenaknya.
Kit menjambak rambutnya frustasi. Sepertinya sulit meyakinkan cewek di hadapannya ini. "Dengerin gue. Dengerin. Habis itu terserah lo mau percaya atau nggak."
Cewek itu diam. Tangan yang tetap memegang sapu dengan erat membuat Kit yakin. Sepertinya cewek itu memegang prinsip 'Waspadalah kepada orang yang tidak dikenal. Waspadalah, waspadalah!'
"Oke, jadi gini. Dari rumah, tujuan gue adalah Cakrawala. Nih, gue udah pake kostum ribet kayak gini. Gantiin temen. Nah, waktu perjalanan gue ngebut, tuh. Takut telat. Gue nggak tau kalo di jalan depan ada polisi. Mau rem mendadak juga nggak mungkin. Akhirnya gue terusin. Beneran. Gue nggak bohong," ujar Kit berusaha meyakinkan.
Cewek itu mengernyitkan alis berpikir. Sedetik kemudian tawa geli yang terlontar darinya sedikit membuat Kit linglung. "Kenapa lo?" tanya cowok itu ngeri. Takut-takut cewek di hadapannya ini kesurupan setan bangku kosong di kelas X-6.
"Gue juga pernah ngalamin kejadian persis sama lo sekarang," jawab cewek itu, kemudian meletakkan sapu kembali membuat Kit menghela nafas lega.
"Gue juga nyesel kali."
"Lagian ma---" Kit membungkam mulut cewek itu dengan tangan kanannya.
"Jangan berisik," bisiknya tepat di telinga kanan cewek itu.
"---di setiap kelas saja. Saya yakin dia ada di sekolah ini. Mobil di depan sepertinya mobil dia."
"Tapi platnya beda, pak. Stikernya juga beda. Mobil yang ini stikernya ayat-ayat al-qur'an semua. Saya yakin itu mobilnya orang tua."
Kit menahan senyum. Mobil yang telah dimodifikasinya menjadi mobil para bapak-bapak alim, berhasil mengelabuhi musuh.
"Ya kita coba selidiki dulu. Buka pintu X-4 ini."
"Baik."
"Mampus! Gimana ini? Lo ngumpet ... ngumpet sana cepet!!" desis cewek itu panik. Tangannya menarik Kit dengan tak sabar.
Kit terkekeh pelan. "Kan gue yang mau ditangkep. Kok lo yang heboh?"
Cewek itu menyentakkan tangannya sambil menjawab, "Kan gue sama lo sekarang! Otomatis gue dikira sekongkol sama lo nanti."
Kit memasang cengirannya. "Oh iya juga ya ...."
"Cepet ngumpet!"
"Ngumpet dimana, Cinderella? Di belakang sini jelas bakal ketauan!"
Cewek itu memutar bola matanya. "Nama gue Lingka. Bukan Cinderella."
Kit mengangguk. "Oke. Sekarang gue ngumpet dimana?"
Lingka mengedarkan pandangannya. "Di lemari." Ia menarik tangan Kit.
"Mmbbpp ... nggak ada tempat lain?" tanya ngerinya sambil menyingkirkan tangan Lingka yang masih setia menariknya. "Gue nggak biasa ngumpet di lemari."
Lingka memelototi Kit dengan kesal. "Lo mau aman apa nggak? Jangan cerewet!"
BRAKK!! Ceklek.
Pintu lemari ditutup. Lingka memasukkan kunci lemari ke dalam tasnya. Ia berlari mencari buku di loker-loker meja. "Aduh ... mana buku ... mana sih? Nggak ada yang ketinggalan apa?" Cewek itu gusar. "Ahh iya di belakang sendiri! Iya. Anak yang duduknya di belakang biasanya paling males," ujarnya berdasarkan spekulasi tak berdasar yang ada di kepala.
"Ka, Lingka!!" panggil Kit dengan desisan keras. Mirip seperti suara desisan ular kobra. "Lingkaaa ... bukain! Lingka!!!" Kit tak henti mendesis-desis.
"AHHH!! KETEMU!" Lingka berteriak kegirangan. "Viii-an. Vian namanya."
"Ngapain lagi cewek itu," geram Kit. Jantungnya berpacu dengan cepat. Baru kali ini ia bersembunyi di dalam lemari. Baru kali ini ia dikejar polisi sampai seperti ini. Ini semua karena diesnatalies! Sekarang yang bisa ia lakukan adalah diam. Menunggu Lingka membukakan lemari. Mengandalkan dan mendoakan agar semua drama yang Lingka lakukan berjalan lancar, sukses tanpa gulung tikar. Semoga cewek itu benar-benar menjadi malaikat penolongnya.
"VIAAAAAAAAN!!!!!" Kit memejamkan matanya. "Vian?" Ia terdiam. Berusaha mendengarkan semua yang terjadi di luar sana. Mengabaikan bayangan-bayangan dalam gelapnya lemari pengap.
"Loh, Pak Polisi? Pak Bambang? Vian mana?" tanya Lingka sambil mengerjap polos.
Salah satu dari dua polisi yang datang, menatap Lingka curiga. "Vian? Vian siapa?"
"Saya tadi kesini sama Vian, pak. Dia pake kostum ... pake kostum kurcaci! Buku---" Lingka melihat buku itu lagi. "Buku Bahasa Indonesianya ketinggalan. Sedangkan besok ada hafalan katanya. Maka dari itu kami ke sini, ambil buku ini. Tapi Vian nggak berani masuk. Jadi terpaksa saya yang masuk. Vian tadi nungguin di sini kok, Pak. Dia dimana sekarang?"
Kedua polisi dan pak Bambang terdiam dan menatap Lingka menyelidik. Yang ditatap hanya memandang mereka bingung. Mereka saling menatap tajam sampai polisi yang tadi bertanya mengatakan, "Nggak ada teman kamu dari tadi. Mungkin sudah kembali ke aula."
Lingka mengangguk. "Makasih, pak. Saya mau cari Vian dulu. Assalamualaikum."
"VIAAAAAAAAAN!!!!"
"YAAAAAAAN. VIYAAAAAAAN."
Kit masih meringkuk di dalam lemari sambil terus mendengarkan percakapan di luar. Ia bingung harus menangis atau tertawa mendengarnya. Vian siapa? Dasar cewek ekstrim! Kalau misalnya yang namanya Vian tiba-tiba muncul apa yang akan Lingka katakan? Membayangkannya membuat Kit menahan tawa.
Tapi kemana Lingka pergi? Cewek itu meninggalkannya ke tangan polisi! Setidaknya bilang 'Nggak ada orang di sini' atau 'Orang yang kalian cari nggak ada di dalam' atau apa kek.
"Cari di seluruh bagian!"
Mampus! Mampus! Mampus! Kit menahan nafas dengan mata tajam yang berkilau waspada.
"Tidak ada, pak."
"Di lemari!"
"Dikunci."
"Dengarkan pergerakan, nafas, ataupun detak jantungnya!"
"Baik!"
Kit sekarang benar-benar menahan nafas. Tangan. Kaki. Ataupun seluruh tubuhnya ia tahan supaya tidak bergerak. Hanya detak jantungnya yang begitu keras terdengar karena suasana yang sunyi.
"VIYAAAAAAAAAAN"
"VIYAAAAAAAAAAN LO DIMANA?"
"Tidak ada pergerakan sama sekali, pak."
"Baik. Kita cari di kelas lain."
Kit menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan lega. Ia tersenyum tipis mendengar teriakan itu. Setidaknya cewek ekstrim itu menyelamatkannya.
Et, tunggu!
Dimana cewek itu sekarang? Suaranya sudah hilang! Jangan bilang Lingka meninggalkannya di dalam lemari seumur hidup?!?!
•••
A/n : Haloo aku update hihihi. Ramein kek biar ga kayak kuburan:v
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro