VI. Service Ala Zay
Bekerja sebagai bagian dari tim pemasaran bukan hal yang mudah bagi Zay. Apalagi di bidang kosmetik yang tidak begitu disukainya. Sebelumnya, ia punya banyak pengalaman kerja seperti kasir di minimarket, pelayan kafe, bahkan pernah juga menjadi kuli bangunan saat tamat sekolah dulu demi bisa menyambung hidupnya bersama Meykha.
Bosan melihat layar komputer yang penuh dengan kerjaan, Zay memutuskan mengambil secangkir kopi di pantry. Inilah salah satu poin plus yang membuatnya betah berada di kantor. Ketika ingin kopi ia tinggal ambil tanpa perlu membayar. Begitu pula untuk makanan ringan, di sini disediakan beberapa jenis roti dan mie instan. Sangat menghemat isi kantong.
Perusahaan yang maju memang bukan hanya gedungnya saja yang megah, tapi juga fasilitas lengkap termasuk di bagian luar. Seperti sekarang, daripada memilih rooftop, Zay lebih senang berada di taman belakang kantor. Tidak seberapa luas, tapi sangat berguna. Kehijauannya dipadukan dengan biru langit sangat membuat pikiran tenteram. Ditambah lagi aroma kopi yang berada dalam genggamannya, membuat suasana menjadi sempurna.
Walau mata tertutup, telinganya masih bisa mendengar. Ada gerutuan dan suara pukulan dari jarak yang tidak begitu jauh, tepatnya dari depan pintu lobi belakang. Zay segera memberi atensi pada hal tersebut. Bibirnya tertarik membentuk seringaian.
Langkahnya gontai menuju sasaran.
"Bu Krystal sepertinya sedang kesulitan?" tanyanya sekadar berbasa-basi. Jelas saja perempuan itu kesulitan. Lihatlah, ban mobil itu kempes dan wajah Krystal menjadi sangat masam.
"Ibu nggak punya montir pribadi?" tanyanya lagi seraya menghirup kopinya yang sudah menghangat.
Krystal yang kesal sangat berusaha untuk tidak menggubris lelaki yang tiba-tiba datang ke hadapannya dan berbicara layaknya teman lama.
"Ibu buru-buru ya? Mau saya antar aja?" tawar Zay yang berhasil membuat Krystal melihat ke arahnya.
"Kamu mau antar saya dengan apa? Saya perlu tiba di tempat rapat jam 15.00," jawab Krystal ketus, tapi tidak dapat dibohongi bahwa matanya memancarkan harapan pada Zay.
Zay melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Masih ada waktu dua puluh menit lagi. "Naik motor saya, Bu. Bukan motor butut dan bisa melaju kencang, kok." Zay memberi jawaban dengan bangga.
Tidak menunggu tanggapan Krystal selanjutnya, Zay langsung saja berjalan ke area parkiran. Dan benar, Krystal mengekor di belakangnya sambil menjinjing tas. Walau Krystal mengikuti langkah Zay, mulutnya tidak berhenti menggerutu tentang mobilnya yang tiba-tiba bermasalah, dan sekarang ia harus pergi dengan karyawan baru ini. Sial sekali nasibnya.
Zay menyodorkan helm pada Krystal, tapi tidak disambut karena Krystal sibuk melihat sekitaran. Sepertinya dia khawatir kalau-kalau ada yang melihatnya pergi dengan Zay dan orang-orang akan salah paham, terutama Giyan. Andai lelaki itu sedang tidak ke lapangan, sudah pasti ia tidak mau ditolong oleh anak baru ini.
"Mau saya pakaikan helmnya?" goda Zay dengan usil.
"Nggak sopan!" ketus Krystal seraya menarik helm dari tangan Zay dan memakai di kepalanya.
"Nanya aja dibilang nggak sopan. Nggak sopan itu kalau saya langsung pakaikan tanpa bertanya," gerutu Zay yang sengaja dengan suara keras agar Krystal mendengarnya.
"Berani ya kamu nyindir saya," balas Krystal dengan mata melotot.
"Siapa yang nyindir? Saya terus terang aja, kok."
Tidak ingin mendengar omelan berikutnya dari Krystal, Zay segera menyalakan motor dan mengendarainya.
Hatinya bersorak riang. Tidak butuh waktu lama ia sudah bisa membonceng Krystal di atas motor kesayangannya. Zay memang tidak salah memilih untuk melamar di kantor milik keluarga Krystal. Takdir pun seakan merestuinya, semua berjalan lancar sampai sekarang. Entah bagaimana ke depan, tapi Zay akan mengupayakan agar tujuannya tercapai, agar tidak sia-sia apa yang dia lakukan.
Cukup dengan waktu lima belas menit, mereka sampai di tujuan. Restoran mewah yang di dalamnya sudah pasti harga makanannya boros bagi Zay. Lebih baik dia masak sendiri yang rasanya tidak kalah dengan restoran bintang empat tersebut.
Zay membiarkan Krystal bertemu dengan klien dan ia menunggu di luar sambil berselancar di layar ponsel. Bukan laki-laki sejati jika dia hanya mengantar Krystal tanpa menunggunya pulang. Berkat pengalamannya dalam dunia percintaan yang berhasil menggandeng lebih dari lima belas gadis, maka ia sudah pasti tahu bagaimana cara memberi layanan yang baik untuk mereka.
Sebuah pesan masuk dari kontak yang diberi nama 19. Mudah bagi Zay untuk tahu itu siapa, mantannya yang ke-19.
19
Kamu udah ada gandengan baru lagi ya?
Zay
Siapa bilang?
19
Aku tadi liat kamu bonceng perempuan.
Zay
Oh itu.
19
Siapa dia?
Zay
Kamu siapa? Ngapain tanya-tanya dia? Ada urusan apa? Penting untuk kamu?
19
Zay, kamu tahu aku akan selalu nunggu kamu, walaukamu gonta-ganti pacar di luaran sana.
Typing...
Blocked
Selama ini Zay tetap menjaga hubungan baik dengan mantan-mantannya—bagi mereka yang tidak tersakiti, walau kebanyakan membencinya setengah mati. Akan tetapi, kalau sudah mereka mengiba-iba diri seperti yang dilakukan oleh 19, maka Zay akan mundur. Dia tidak suka dengan perempuan yang seperti itu. Semestinya sebagai perempuan punya harga diri, apalagi setelah disakiti oleh lelaki sepertinya yang tidak punya harta, cuma modal tampang. Perempuan-perempuan itu benar-benar tidak berpikir jernih. Terlalu fokus dengan perasaan.
"Kamu masih di sini?" Suara Krystal dari belakang menyadarkannya.
"Saya harus antar Ibu pulang lagi, kan?" tanya Zay balik.
"Saya bisa naik taksi," tanggap Krystal cepat.
"Terus, tadi kenapa nggak naik taksi? Kenapa naik motor saya?"
"Karena kamu nawarin saya. Kamu nggak ikhlas?"
"Sekarang juga saya nawarin, kenapa ditolak?"
Krystal menelan salivanya. Laki-laki di depannya ini sungguh di luar nalar. Berbanding terbalik dengan Giyan yang lebih menyerahkan keputusan padanya, lelaki ini bersikeras dengan pilihannya sendiri.
"Yasudah, saya pulang sama kamu," ucap Krystal dengan sangat ketus, berusaha menyakiti perasaan Zay.
"Nggak jadi naik taksi?" balas Zay seraya memutar bola mata.
Krystal menggeram sejadi-jadinya. "Saya naik taksi."
"Eits, Bu Bos ngambek. Yuk, saya antar. Becanda aja tadi, Bu. Jangan dianggap serius. Apalagi kalau sampai mecat saya," ujar Zay dengan cengiran tak berdosa di wajahnya. "Kamu benar-benar menyebalkan!"
Walau demikian, langkah Krystal berjalan menuju motor Zay di parkiran. Senyum licik Zay kembali terukir. Sudah kubilang, aku rajanya penakluk perempuan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro