Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Arsana Meigha

Soal aritmatika yang diberikan Pak Hadi beberapa jam yang lalu itu membuat kepala Mega pusing. Ia dan Wulan, teman sebangkunya sudah berusaha semaksimal mungkin mengotak-atik soal itu, tapi tetap saja tidak ada jawaban yang dirasa benar. Bahkan, mereka juga merelakan jam istirahatnya hanya untuk mengerjakan soal yang kata Pak Hadi;
"Soalnya nggak sulit, cuman cukup menggemaskan aja, kok."

Agak sulit dipercaya, karena di akhir kata, tak lupa Pak Hadi tersenyum penuh teka-teki yang sukses membuat siswa-siswinya bergidik ngeri. Yup, soal itu mengandung dosis tinggi!

"Poin anuitas-nya aja kerjain dulu. Yang nomer satu susah," usul Mega sambil menunjuk soal yang tertera pada selembar kertas itu dengan jari telunjuknya.

"Ya udah. Rumus anuitas kemarin gimana?"

Mega segera membuka buku catatannya, jari telunjuknya menyusur mencari rumus anuitas yang kemarin ia catat. "Ini nih," kata Mega semangat setelah manik matanya menemukan rumus itu di antara deretan angka yang lain.

"Mana? Siniin!"

Mega segera menyodorkan buku catatannya kepada Wulan. Keduanya kembali terpaku pada rumus.

1 menit

2 menit

3 menit

"Jadi, ini ditaruhnya di sin-"

"Mega! dipanggil Chica, noh!" teriak Devi tiba-tiba, membuat perkataan Wulan terjeda dan pemahaman rumus anuitas di otak Mega buyar seketika.

Kesal. Mega sedikit memukulkan telapak tangannya ke muka meja, kemudian berdiri dan mendorong kursinya ke belakang, "Bentar ya, Wul," kata Mega meminta izin.

"Jangan lama-lama, woy!"

"Iya, GPL."

Mega berjalan keluar kelas menemui Chica. Dilihatnya sahabatnya itu di ambang pintu dengan air muka yang nampak khawatir. Tangan Chica menggandeng seorang cowok bertubuh jangkung yang kini sedang berdiri disampingnya.

Mata Mega menatap lurus ke arah tangan Chica yang sedang bertaut dengan tangan seseorang, entah siapa. Otaknya masih loading. Ia masih terbayang soal aritmatika poin nomor 1 tadi.

Perkalian dipindah ruas hasilnya jadi pembagian, kan, ya?

Chica melepas genggaman tangannya pada tangan cowok itu dengan kasar. Gerakan Chica sukses membuat Mega terkesiap. Matanya mengerjap. Akhirnya ia tersadar dari lamunannya.

"Eh, maaf, Ga. Jangan salah paham dulu, gue mohon! Gue ke sini cuma mau ngejelasin tentang kejadian kemarin,"

"He?"

Chica menatap ke arah Ardha begitupun Mega yang masih kebingungan dengan posisinya saat ini.

"Sejak kapan Kak Ardha ada di sini?" batin Mega bertanya-tanya.

Manik mata Mega mengedar ke segala penjuru koridor. Hei, Mereka bertiga jadi pusat perhatian sekarang!

"Sebenarnya yang suka sama Kakak itu Megppft..." Mega segera membungkam mulut Chica dan melotot ke arah Chica, membuat Chica ikut melotot kebingungan, "Jangan kasih tahu Kak Ardha," bisik Mega di telinga Chica.

"Kak Ardha balik aja ke kelas. Bentar lagi mau bel masuk. Belajar yang pinter ya, Kak. Kan udah kelas 12. Biar nanti lulus ujiannya, ya. Pacarnya nggak bakal aku apa-apain kok tenang aja oke," lanjut Mega.

"Oh, o-oke. Gue tinggal dulu."

"Iya."

Awalnya Ardha meninggalkan Mega dan Chica dengan langkah ragu. Terbukti dengan Ardha yang sesekali menoleh ke arah mereka. Ah, ralat! Lebih tepatnya ke arah Chica. Namun akhirnya Ardha berlalu pergi meninggalkan Mereka berdua yang masih pada posisi anehnya.

Mega bernapas lega dan menarik tangan kanannya yang tadi ia gunakan untuk membungkam mulut Chica. Ia menarik Chica ke ruang ganti yang biasanya digunakan para siswi untuk ganti seragam di jam olah raga. "Udah aman kayaknya dari paparazi. Lo bego banget, pake ngajak kak Ardha kesini juga, kan jadinya kita bertiga jadi pusat perhatian tadi," kata Mega kesal.

Mega menoleh, melihat Chica yang sekarang sedang berkaca-kaca. "Lah, kenapa nangis?"

Chica menggoyang- goyangkan bahu Mega, "Mega... maafin gue. Sumpah, gue nggak ada maksud buat nikung lo. Dia tiba-tiba aja nembak gue. Gue nggak tau apa-apa. Tolong jangan salah paham dulu. Jangan mutusin hubungan pertemanan kita, Ga. Gue nggak mau. Lo percaya sama gue, kan, Ga?" cerocos Chica. Mega hanya mengangguk-angguk mengiyakan. Tubuhnya diguncang-guncangkan seperti ini, ia jadi ingin muntah.

Dugaannya benar. Mega tahu Chica seperti apa. Sahabatnya yang satu ini adalah pribadi yang selalu menomor satukan perasaan orang lain ketimbang perasaannya sendiri. Rumor tentang Chica yang berpacaran dengan Ardha memang sudah menyebar ke seantero sekolah. Mega juga tahu kalau saat ini Chica pasti sedang sangat kebingungan hanya karena memikirkan perasaanya.

Chica memeluk Mega erat, "Gue nggak mau pertemanan kita hancur, Ga. Gue bakal putusin kak Ardha secepatnya."

"Kalian jangan sampai putus, Cha!" putus Mega cepat, nada bicaranya terdengar pahit.

Mega melepaskan pelukan Chica. "Cha, gue emang kaget waktu dengar berita itu. Tapi nggak ada terlintas di pikiran gue bakal putusin hubungan pertemanan kita. Lo tenang aja ya, perasaan gue ke kak Ardha nggak seserius yang lo pikirin."

Semoga saja seperti itu.

"Tetap aja gue nggak ada perasaan apa-apa ke kak Ardha. Lo tau kan kalau gue sukanya sama Faros," balas Chica.

Teet teet

Mega berdecak sebal. "Udah jam masuk kelas lagi. Bakal sulit ngejelasinnya ke lo. Nanti istirahat kedua, kita ngobrol di kantin. Ajak Nita sekalian! Pokoknya sekarang, lo jangan tiba-tiba ambil keputusan buat putus sama kak Ardha, jangan emosi dulu, oke!"

"Tap-"

"Udah, nurut aja. cepat balik ke kelas lo. Udah bel masuk, nih. Ketahuan pak Naim bisa di strap lo!"

Mega mendorong-dorong lengan Chica, "Udah sono balik!" titahnya.

Chica menurut, lalu membuka pintu ruang ganti berwarna coklat tua itu dan disusul Mega berjalan di belakang.

Sengaja Mega menunda langkahnya memasuki kelas. Ia melihat nanar punggung Chica yang lama-kelamaan menghilang di ujung lorong.

"Cha, gue juga gak tau harus apa sekarang. Satu sisi, lo teman gue yang paling tulus yang pernah gue temui."

⛅ ⛅ ⛅

Chica menggoyang-goyangkan ponselnya. Raut wajah Chica tampak cemas melihat layar ponsel yang menampilkan notifikasi 25 pesan WhatsApp dari Faros, cowok yang sedang Chica sukai.

"Gimana, nih! Faros nge-chat gue terus dari tadi. Gue gak berani buka. Bingung mau jawab apa."

Mega menyerobot ponsel Chica dari tangannya dan menghapus 25 pesan itu. Chica panik dan menepuk keras lengan Mega tanpa memperdulikan pekik kesakitan dari Mega. Mega lengah, segera Chica mengambil alih kembali ponselnya,"Tega banget! Kenapa dihapus, Ga?!"

"Seharusnya lo berterimakasih sama gue, Cha. Kalau gini kan si Faros nggak bakalan tau chat-nya udah dibaca sama lo apa belum," jawab Mega enteng.

Nita melengguh pelan sembari mengaduk es teh di depannya. "Percuma aja, Ga. Nanti kalau si Chica ketemu sama Faros, dan Faros tanya kenapa pesannya nggak dibaca ataupun dibales, Chica bakal jawab apa?" kata Nita berpendapat, dan dibalas anggukan antusias dari Chica, "Nah, itu bener!"

"Tinggal bilang aja alasannya... WhatsApp-nya lo lagi eror. Semua pesan dan log panggilannya hilang semua. Atau... pesannya gak bisa dibaca, gitu."

"Gue gak tega bilang gitu ke Faros, kesannya jahat banget."

"Apa yang lo tunggu dari Faros, Cha? Jangan banyak berharap, deh. Emangnya si Faros bakal beneran nembak lo apa? Emangnya lo tau si Faros naksir juga sama lo? Nggak, kan?"

"Y-ya enggak, sih," jawab Chica sembari mengusap tengkuknya. Ia terlihat mempertimbangkan perkataan Mega.

"Sekarang kan lo udah punya kak Ardha," kata Nita.

Mega tersedak, kemudian berdeham pelan tanpa diketahui kedua sahabatnya. Hatinya cukup teriris mendengar perkataan Nita.

Tapi bagaimana kesepakatan dengan hatinya tadi? Katanya ia lebih merelakan Ardha untuk Chica ketimbang Chica yang harus bersama Faros. FYI, baik Mega maupun Nita, mereka sama-sama tidak suka jika Chica akhirnya jadian dengan Faros. Bukan tanpa alasan, di mata mereka berdua, Faros adalah cowok yang mudah sekali terpancing emosi. Apa-apa harus diselesaikan pakai otot.

"Tapi gue nyamannya sama Faros, bukan sama kak Ardha, kalian ngerti gak, sih!" balas Chica ketus.

"Logikanya, nih. Kalau sekadar nyaman doang, dibandingin sama tempat tidur lo, masih nyamanan tempat tidur lo kali, Cha. Ya gak, Nit?" Nita mengangguk setuju. "Nggak usah muna lo, Cha. Gue tau lo juga pernah suka sama kak Ardha. Gue pernah lihat daftar pencarian Instagram lo. Lo juga pernah jadi stalker-nya kak Ardha. Ya, kan? Ngaku deh lo!" lanjut Mega, kembali menjalankan aksi.

Mega tidak sedang mengarang cerita. Sebelum ia bercerita kepada kedua sahabatnya soal ia yang menyukai Ardha, ia memang pernah tidak sengaja melihat daftar pencarian Instagram di ponsel Chica yang menampilkan nama akun Instagram milik Ardha.

"Tapi itu dulu. Sekarang gue udah gak ada perasaan apapun ke kak Ardha. Lo juga suka sama kak Ardha, kan, Ga?"

"Gue itu cuma suka sebagai fans ya! Lo aja yang menyalah artikan."

Bohong! Mega berbohong.

"Tapi lo nggak bakalan benci sama gue gara-gara ini, kan?"

Mega menghela napas. "Nggak, Gue gak selicik itu kali!" Chica diam, namun sukses membuat Mega sedikit merasa tegang.

"Gue cuma bisa saranin lo jalanin aja dulu hubungan sama kak Ardha. Jangan langsung ngambil keputusan buat putus. Masalah cinta bisa tumbuh dengan sendirinya, kok. Lo kan tau nggak sembarang orang bisa seberuntung lo bisa dapetin kak Ardha. Banyak di luar sana pada nungguin kalian putus," lanjut Mega.

"Lo gampang ngomong gitu. Nah, gue? Dikatain menang kulitnya putih, menang badannya tinggi, dikatain nikung lo juga Ga sama fans-nya kak Ardha. Kalau nih kuping bisa copot-pasang lagi, udah gue copot dari pagi!"

Mega menunduk berpikir, lalu kembali mendongak menghadap Chica, "Gampang! Masalah rumor itu biar gue yang ngatur."

"Bener?" tanya Chica dan dibalas anggukan yakin dari Mega, "Iya..."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro