Chapter 8✍
Oke mari kita lanjutkan,
Semoga masih penasaran sama ceritanya yaa
Dan maafin kalau kalian baca nya gak nyaman karena banyak typo
Untuk itu, kalau nemuin typo langsung komen aja ya,ntar aku benerin
*
*
*
________
"Ya, dan doakan juga ya Om, semoga aku sama gadis itu berjodoh," ucapnya menampilkan deretan gigi putihnya.
"Ah ya hahaha..."
Tak berselang lama, terdengar suara ketukan sepatu yang beradu dengan lantai.
Mereka berdua menolehkan kepala kearah suara itu, tampaklah sepasang suami-istri yang tak lain adalah Tuan dan Nyonya Mahendra.
Ny. Lisia menyimpan tasnya di atas meja dan duduk di sofa kosong, diikuti oleh Tn. Mahendra yang duduk di sebelahnya.
"Salam Tuan dan Nyonya." Om Rafli berdiri dari duduknya.
"Ah ya tak usah formal seperti itulah Raf, duduklah lagi," ucap Tn. Mahendra melambaikan tangannya keudara.
"Ah ya. Terimakasih Tuan," ucap Om Rafli kembali duduk.
"Gimana Vin? Kamu udah dapat identitas gadis itu?" tanya Tn. Mahendra menoleh pada Levin.
"Udah Pa, lengkap."
"Baguslah, kalau begitu mana? Papa juga penasaran."
"Ada Pa di ponsel Levin, tapi ponselnya dikamar hehe..." ucap Levin menggaruk hidungnya yang tak gatal.
"Kalian ini ngomongin apa sih! Kok Mama gak ngerti," ucap Ny. Lisia menoleh pada suami dan anaknya.
"Ini loh Ma, tadi pagi Levin minta Papa buat nyuruh Rafli nyari identitas gadis itu," jelas Tn. Mahendra.
"Maaf Tuan, Nyonya, Tuan muda, Saya pamit undur diri," pamit Om Rafli, karena merasa sudah tak diperlukan lagi, yang diangguki oleh ketiganya dan ucapan terimakasih dari Tn. Mahendra.
[Om Rafli adalah orang kepercayaan Tn. Mahendra sekaligus hacker, yang kinerjanya sangat diandalkan oleh Tn. Mahendra. Ia telah mengabdi selama dua belas tahun, dan telah memiliki istri yang usia pernikahannya baru berusia empat tahun, namun sayang, mereka belum dipercaya Tuhan untuk memiliki seorang anak]
"Oh ya? Terus gimana?" tanya Ny. Lisia menoleh pada Levin.
"Gimana apanya?" Bingung Levin menaikkan sebelah alisnya.
"Identitas nya lah! Gimana sih!" sungut Ny. Lisia merajut kedua alisnya.
"Levin juga belum tau Ma. Yaudah bentar Levin ambil dulu ponselnya di kamar." Levin beranjak menuju kamarnya.
"Jangan lama-lama ya! Mama udah gak sabar nih!" ucap Ny. Lisia saat Levin baru menginjak tangga ke tiga.
"Iya Ma," jawab Levin mempercepat langkahnya.
Seperginya Levin, Ny. Lisia menatap tajam sang suami. Yang membuat Tn.Mahendra mengangkat sebelah alisnya.
"Kenapa?"
"Seharusnya Mama yang tanya kenapa. Kenapa Papa gak cerita sama Mama kalau Levin nyuruh Papa buat nyari identitas gadis itu!" semprot Ny. Lisia memicingkan kedua matanya.
"Ya Papa lupa Ma," jawab Tn. Mahendra melepaskan jasnya dan melonggarkan dasi yang terasa mencekik leher.
"Kenapa harus lupa coba!" dengus Ny. Lisia memukul paha suaminya.
"Ya, Mama tau lah, kalau Papa lagi sama Mama, Papa suka lupa sama segala hal. Mama tuh candu buat Papa, jadi Papa gak bisa mengalihkan perhatian Papa pada hal lain saat dihadapan Mama," ucapnya merangkul pundak sang istri.
"Ish Papa apaan sih, malu tahu! Sudah tua masih aja gombal!" dengus Ny. Lisia menyembunyikan wajah meronanya di dada sang suami, Yang membuat Tn. Mahendra terkekeh gemas dan memeluk tubuh istrinya itu, serta meletakan dagunya di pucuk kepala sang istri.
"Haha... kenapa harus malu Hem? Gak akan ada yang nertawain ini." Tn. Mahendra mencium pucuk kepala istrinya.
Ekhem (suara deheman dari arah tangga)
"Ya tetep aja Pa, itu bikin Mama malu sendiri tahu," ucap manja Ny. Lisia semakin menenggelamkan wajahnya di dada sang suami.
Ekhem (suara deheman yang mungkin tak menyadarkan mereka bahwa ada Levin yang wajahnya merah melihat keromantisan kedua orangtua nya)
"Mama malu karena Papa meluk Mama gitu? Bukankah kita sering pelukan kayak gini? Kenapa harus malu," ucap Tn. Mahendra dengan tangan yang merayap ke perut dan dada sang istri.
Uhuk uhuk
Levin tersedak ludahnya sendiri saat melihat betapa liarnya tangan sang Ayah. Wajahnya merah merona sampai ke telinga. 'Mata gue, gak suci lagi' ringis Levin mengucek matanya.
Batuknya Levin baru menyadarkan kedua orang dewasa yang sedang bermesraan itu. Dengan cepat, Ny. Lisia melepas pelukannya, membetulkan bajunya yang sempat tersingkap dan duduk dengan gugup nya. Hal serupa juga dilakukan oleh Tn. Mahendra.
"Ka-kamu sudah datang sayang?" tanya Ny. Lisia terbata.
"Hum, dari tadi." Levin memalingkan wajahnya, dan duduk di sofa tunggal.
"Ekhem. Yaudah sekarang kamu ceritain, Papa gak sabar pengen tahu," ucap Tn. Mahendra seperti biasa, seakan kejadian tadi bukan masalah besar baginya.
"Oke, dengerin Levin baik-baik, Levin gak mau sampai ngulang," ucap Levin yang diangguki keduanya.
"Larissa Leavera, Lahir di Bandung, Usia Tujuh belas tahun, Kelas XI MIPA-2 Sma Alaska, Putri kedua dari pasangan Tio Leamarious dan Almh. Ardita Sanjaya, Putra pertama mereka Alm. Ares Lea Sanjaya--"
"Bentar-bentar kamu gak salah baca kan?kenapa Ardita dan Ares berstatus sebagai orang meninggal?" tanya Ny. Lisia sedikit syok.
"Nggak kok Ma, disini tertulisnya seperti itu. Kenapa Mama syok gitu? Emang Mama kenal sama mereka?" tanya Levin menoleh pada Mama-nya.
"Ardita itu sahabat waktu SMP Mama, terakhir kita ketemu sekitar tujuh belas tahun lalu. Saat kamu dan Ares berusia dua tahun, dan setelah itu kita loss contact. Mama benar-benar gak tahu kalau mereka sudah tiada," jawab sendu Ny. Lisia, Tn. Mahendra hanya mengelus punggung sang istri menenangkan.
"Eum, gitu ya Ma, Yaudah Levin lanjutin ya. Nyonya dan putra sulung keluarga Lea, meninggal dalam kecelakaan tunggal. Dengan Nyonya Ardita dan seorang supir pribadi meninggal di tempat kejadian, sedangkan putra sulung Ares meninggal setelah koma tiga bulan, dan Tuan Tio mengalami luka yang cukup serius sehingga beliau sempat mengalami koma selama tiga belas hari. Keluarga Lea menjadi keluarga terkaya ke empat di indonesia dengan sebuah perusahaan besar bernama Lea Company."
"Mama Benar-benar nggak nyangka kalau Ardita akan secepat itu tutup usia," lirih Ny. Lisia mengusap sudut matanya yang berair.
"Ekhem. Setau Papa, Lea Company sedang kenaikan harga saham dikarenakan keberhasilan mereka yang memonopoli pasar Asia dengan trik manipulasi pasar yang sangat tersusun sangat sempurna. Dan sekarang harga saham perusahaan itu hanya berbeda tipis dengan perusahaan Mahendra kita yang menempati posisi ke tiga. Yang lebih mencengangkan lagi, perusahaan Lea Company berhasil kerja sama dengan perusahaan raksasa kedua Xia dan tak lama mereka juga berhasil bekerja sama dengan perusahaan raksasa diperingkat pertama E'LIO, yang saat ini perusahaan raksasa itu dipimpin oleh pemuda Sma yang masih berusia tujuh belas tahun," papar Tn. Mahendra tentang berita yang sedang hot di dunia bisnis, dengan sesekali ia menggeleng kepalanya dan berdecak kagum.
"Eum ... Pa udah ya, jangan bahas tentang bisnis. Mama gak ngerti," ucap Ny. Lisia menggaruk hidungnya. Yang dibalas dengusan sang suami dan kekehan dari Levin.
"O ya, Alamat rumah Larissa dimana? Perasaan kamu gak bilang deh dari tadi," ucap Ny. Lisia menatap Levin.
Levin kembali melihat ponselnya.
"Jl.Kemang Raya No.## Jakarta Selatan."
"Lah! Berarti gak jauh dari sini dong!" Heboh Ny. Lisia. Yang mengejutkan Levin dan Tn. Mahendra.
"Kok Papa gak tahu ya, kalau disekitar sini ada kediaman Lea?" ucap Tn. Mahendra mengetukan jari telunjuknya ke tangan sofa.
"Mungkin mereka jarang bersosialisasi, atau mungkin karna kita terlalu acuh sama sekitar," jawab Levin dengan masuk akal.
"Hem bisa jadi." Anggukan setuju dari kedua orang tuanya.
"Karena alamatnya gak jauh dari sini, gimana kalau Levin nanti malam kerumah Vera, gimana Ma? Pa?" tanya Levin yang sudah tak sabar ingin kembali melihat wajah Larissa walaupun dari kejauhan.
"Siapa Vera?" tanya keduanya mengerut kening bingung dan saling bersitatap.
"Itu loh, Larissa Leavera," dengus Levin memalingkan wajahnya yang sedikit merona.
"Oh, panggilan kesayangan itu Ma," goda Tn. Mahendra yang membuat wajah Levin semakin merona.
"Wah iya Pa, haha... padahal belum kenal orangnya dan baru aja tau namanya, tapi udah sayang aja haha..." ucap Ny. Lisia yang menggoda dan meledek putra tunggalnya itu.
"Apaan sih kalian! Norak tau!" dengus Levin semakin salah tingkah dan buru-buru beranjak dari duduknya. Berjalan sedikit berlari kearah kamarnya.
"Hahaha... Mama seneng kalau Levin kita sudah jatuh cinta Pa," ucap ny. Lisia menyenderkan kepalanya pada bahu sang suami.
"Iya Ma, Papa juga seneng di buatnya." Tn. Mahendra mengelus rambut istrinya.
*****
Waktu menunjukkan pukul sebelas siang.
Dengan berjalan sedikit cepat, Tn.Tio berbicara dengan seseorang di telfon, dan memasuki mobil yang sebelumnya sudah dibukakan pintunya oleh sang supir.
"Ya Pak, untuk masalah pelabelan sudah diatur oleh sekretaris saya, dan saya juga sudah mendapatkan copy-annya untuk saya cek kembali," ucap Tn.Tio kepada seseorang di seberang.
"..." ucap seberang
"Haha... iya Pak, sampai jumpa di meeting esok hari," jawabnya terkekeh pelan.
Tut (telfon terputus)
"Sepertinya, aku harus segera mengecek berkas untuk meeting esok, supaya tidak ada kesalahan yang memalukan," gumamnya dengan pandangan terfokus pada ponsel yang ada di tangan kirinya. Sedangkan tangan kanan meraba jok sebelah kiri.
Saat meraba jok sebelah kiri, ia merasa seperti memegang bulu-bulu halus 'Perasaanku saja atau?' gumamnya dalam hati dan menoleh kearah samping.
Alangkah terkejutnya ia saat melihat bangkai anjing dengan rantai di lehernya tergeletak di jok.
"STOP!" teriak Tn. Tio mengagetkan sang supir yang langsung menginjak rem.
Duk
"Ah sial!" umpat Tn. Tio mengusap dahinya.
"Maaf Tuan, saya tidak sengaja," sesal Sang supir ketakutan.
"Apa saja yang kau lakukan selama menjaga mobil di parkiran ha?!" teriak Tn. Tio keluar dari mobil dengan amarah yang memuncak. Di ikuti sang supir yang berdiri menunduk di hadapannya.
"Ma-maaf Tuan saya hanya menjaganya saja." Sang Supir terbata.
"Kenapa bisa ada bangkai anjing di mobil saya?!" tanyanya geram.
"Dan kemana saja kau selama saya bertemu klien ha?!" bentak Tn. Tio.
"Maaf Tuan, sa-saya cu-ma ke-to-toilet seben-t-tar Tu-tuan," ucapnya dengan tubuh gemetar takut.
"Dasar tak becus!" bentak Tn. Tio menendang keras sang supir sampai tersungkur ke trotoar.
"Bangun kamu!"
Supir itu pun langsung bangun walaupun tertatih.
"Buang bangkai itu dan bersihkan jok mobil saya!" titah Tn. Tio yang langsung di laksanakan oleh sang supir.
Selama bekerja, Sang Supir dan beberapa bawahan Tn. Tio yang lainnya mengalami tekanan batin, bentakan dan Omelan mungkin bukan masalah besar. Tapi kekerasan, itu sedikit melukai hati mereka.
Namun untuk melawan dan berhenti jadi bawahan Tn. Tio, juga bukan pilihan yang bagus. Jika mereka melakukan hal itu, keselamatan keluarga yang menjadi jaminannya.
Sebelum resmi menjadi bawahan, mereka diberi tahu sebuah peraturan mutlak yang berisikan:
[Segala perkataan, perbuatan, dan putusan dari pihak pertama adalah benar. Dan pihak kedua yang telah menyetujui nya, harus bersikap patuh dan menerima segala hal yang pihak pertama berikan.
Hukum tidak akan bertidak]
Yang artinya, jika seseorang yang melamar pekerjaan menjadi bawahan Tn. Tio telah menyetujui persyaratan itu, berarti mereka siap menjadi seorang budak dengan menerima semua perlakuan yang majikan mereka berikan. Termasuk sebuah kekerasan.
Dan karna persetujuan kedua belah pihak lah yang membuat sebuah hukum tidak berfungsi dengan penganiayaan dan sejenisnya.
Selepas di bersihkan, Tn. Tio kembali melanjutkan perjalanannya, dengan hati yang panas, kepala mengepul, dan perasaan mendongkolnya karena emosi yang belum tersalurkan. Ia menelfon salah satu anak buahnya.
'Saya Tuan,' ucap seberang.
"Cari tahu siapa yang telah berani menyimpan bangkai anjing di mobil saya!" titahnya yang langsung memutuskan telfon, tanpa menunggu jawaban dari Seberang.
Selepas empat puluh lima menit perjalanan, tepat di jalan yang sepi. Mobil mendadak berhenti. Membuat sang supir kembali menerima bentakan, karena telah membuat dahi Tuannya terpentok jok depan untuk yang kedua kalinya.
"Apa yang kau lakukan ha?! Kenapa berhenti?!"
"Ma-maaf Tuan, tapi didepan banyak bangkai anjing tergeletak di jalan dan menghalangi laju mobil," terang Sang supir.
Tn. Tio hanya mendengus dan menghela nafasnya kasar.
Keluar dari dalam mobil untuk memastikan perkataan supirnya itu.
Karena kesal, Tn. Tio menutup pintu mobilnya secara kasar.
Berjalan ke depan mobilnya dan ternyata benar, dihadapannya tergeletak banyak sekali bangkai hewan haram itu.
Sekarang kesabarannya telah habis, marah, ia benar-benar marah saat ini.
Merogoh saku jasnya dan mengambil ponsel untuk menelfon bawahannya.
"Jl.Xxxxx Km.35, dua puluh lima personil!"
'Tapi, Tuan? Bukankah saya dan anak buah saya telah habis masa kontrak dengan tuan?' jawab seberang, yang memang orang dalam telfon dan anak buahnya hanya di kontrak kerja sebagai bawahan Tn. Tio selama tiga bulan.
'Sial! Aku lupa,' rutuk Tn. Tio dalam hati.
"SEKARANG!" teriak garang Tn. Tio dengan wajah memerah menahan malu dan marah.
'Tapi tu--'
"Membunuh limapuluh keluarga dalam satu malam bukan perkara sulit buat saya!" ancamnya.
'Laksanakan Tuan!' jawab seberang dengan menelan ludahnya paksa.
Tujuh belas menit kemudian, mereka datang dilokasi yang telah di beritahukan. Saat mereka keluar dari mobilnya, mereka tercengang dengan bangkai yang tergeletak begitu banyaknya.
Salah satu orang menghampiri Tn.Tio, sepertinya ia adalah orang yang tadi di telfon.
"Tuan i-ini," terbatanya karna masih kaget dengan apa yang dia lihat.
"Hem, bersihkan!" ucap datar Tn. Tio menatap tajam pada orang itu.
"Buruan!'' teriak Tn. Tio geram, melihat mereka bekerja begitu lambat menurutnya.
Mereka yang mendengar teriakan itu, semakin mempercepat kerjanya untuk menyingkirkan bangkai dari jalan.
Setelah jalan terbuka, Tn. Tio menyuruh supirnya untuk kembali melanjutkan perjalanan tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Mereka yang melihat Tn. Tio pergi begitu saja menjadi geram dan mengumpat dalam hati. Kenapa tidak mengumpat secara langsung? Karena mereka tahu bagaimana kuasa orang kaya, 'anginpun dapat menjadi bawahannya.'
*****
Pukul setengah dua siang itu, seorang pemuda tampan tengah duduk diranjang nya dengan tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha... lihatlah muka marahnya tua Bangka itu hahaha..." Ia tengah menonton video yang anak buahnya kirimkan padanya. Video itu berisikan semua kejadian yang Tn. Tio alamin.
*****
BERSAMBUNG✍
Titik terang dari author :
Kematian Bunda dan Abang Larissa sudah terbuka. Untuk melengkapkan kronologi kematian itu, kita harus menunggu penjelasan dari sudut pandang Larissa dan alasan kenapa Tn.Tio atau Ayahnya itu menyalahkan Larissa atas kematian mereka.
Namun kronologi peristiwa itu akan hadir bersamaan dengan alur kisah cinta Larissa yang akan eummm menegangkan? Menyenangkan? Eum maybe
Penasaran? Makanya ikutin terus setiap chapter yang aku buat
Gimana ceritanya, monoton gak? Atau gimana?
Kritik dan sarannya tulis di komentar yha
Baca dulu sebelum vote ya
2238 kata-
See you next chapter♥
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro