Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 53

Aku...
Hanya seorang hamba yang mencintai hamba lainnya, kamu.

Cintaku, tak berarti apa-apa jika ternyata Tuhan lebih mencintaimu.

Aku...
Yang sangat menginginkan kehadiranmu disisiku.

Tapi Tuhan, ia lebih berkuasa dari aku.
Ia menginginkanmu, dan Dia membawamu.
Menjauh pergi ke tempat-Nya, yang hanya bisa kujangkau dengan doa, dan kematianku juga.

'Larissa Leavera'

*'*'*'*'*

Pintu ruang ICU terbuka dari dalam. Karena letak ruang ICU Arga dan Levin berseberangan, mereka semua yang menunggu disana refleks berdiri.

"Apa? Bagaimana dengan keadaan Arga? Apa kondisinya sudah normal kembali?!" cecar Maria menghampiri seorang perawat yang keluar bersama seorang dokter muda.

Kedua orang media itu menundukkan kepala dalam.

"BICARALAH!" bentak Abyan yang merasakan firasat tak baik.

"Maafkan kami," ucap dokter muda menatap serius juga sesal.

"Apa maksud kalian?!" tanya Maria.

"Pasien Arga, telah meninggal dunia. Kami sudah berusaha semampu kami, tapi ternyata Tuhan lebih mencintai mendiang daripada umatnya yang mencintai Arga. Maafkan kami..."

Semua orang mematung mendengar itu. Maria membekap mulutnya tak percaya dengan tubuh bergetar hebat menahan tangis.

"Enggak, kalian bohong! Ar-arga enggak mungkin... enggak mungkin..." Maria menangis tersedu-sedu.

"Bun..." Abyan memeluk tubuh sang isteri.

Tubuh Arka terasa lemas, sakit yang teramat menusuk ulu hatinya. Arga, partner berantem, partner bercanda, dan orang yang selalu ia ledek sudah menghentikan napasnya. Arga, meninggalkannya...

"AAARRRGHH!"

Bugh!

Arka menonjok dinding dibelakangnya. Ini sulit untuk diterima dirinya, sungguh. Tangis pemuda yang baru saja dewasa itu terdengar lirih.

Jordan, Jordi dan Erik menghampiri Arka.

"Arka..." panggil Erik.

Arka menoleh. "Rik, Arga. Arga, meninggal..." lirihnya dengan suara tercekat.

"Kita tau!" Erik menepuk pundak Arka memberi penguatan.

Siapa yang tidak sedih? Siapa yang tidak merasa kehilangan saat orang yang benar-benar dekat dengan kita menghembuskan napasterakhirnya tanpa seucap kata?

Ny. Lisia menatap sendu suaminya. "Mama takut..." tangisnya tak tertahan.

"Levin akan baik-baik aja..." Tn. Mahendra mengeratkan pelukannya pada sang isteri.

"Mama kesana, kuatkan Bundanya Arga..."

Ny. Lisia mengangguk dan melaksanakan ucapan sang suami.

"Larissa!"

"Larissa harus tau!" ujar Jordan yang membuat semua orang menatap kearahnya.

"Biar gue aja!" cetus Erik.

*****

"Pelan-pelan turunnya Ca."

"Nah oke."

Larissa duduk dikursi rodanya.

"Mau kemana kita?" tanya Samuel.

"Ketemu Levin, gue mau jenguk dia," jawab Larissa lirih.

"Larissa, ikut gue!"

Mereka mengalihkan pandangan ke asal suara di depan pintu.

"Ada apa--"

"Ikut cepet!"

"Bang Erik? Ada apa?" tanya Samuel.

Erik menatap serius pada Samuel. Seolah berbicara lewat tatapan, Samuel tiba-tiba mengangguk.

"Kita ikut aja ya Ca, siapa tau ada hal serius."

Larissa menoleh pada Samuel, lalu menoleh pada Erik. "Lo, apa ini, tentang Arga?" tanya Larissa ragu.

Erik mengangguk.

"Lo tau dimana Arga?" tanya Larissa antusias.

Erik mengangguk, jujur. Susah sekali rasanya menahan air mata saat sakit menerjang dada.

"Ayo, bawa gue sama Arga! Samuel, kita ketemu Levinnya ntar aja ya, gue mau ketemu Arga!" ucap semangat Larissa yang diangguki Samuel.

"Ayo!" ujar Larissa.

Saat diperjalanan, berjalan melalui lorong-lorong rumah sakit, Larissa tak bisa berhenti bertanya pada Erik tentang Arga.

"Lo tau gak? Kalau kemarin Arga nemuin gue."

Tanpa melihat Larissa, Erik menggeleng.

"Arga cuma nemuin gue sebentar, terus ninggalin gue."

"Hem," dehem Erik.

"Terus gue ngejar dong, tapi Arga gak berhenti."

"Oh ya?" tanya Erik dengan suara serak.

"He'em, pas gue kejar tiba-tiba ada mobil yang mau nabrak gue. Terus, terus..." Tatapan Larissa berubah menjadi sendu.

Erik melirik Larissa saat tak terdengar lagi suara dari wanita itu.

"Terus... Levin nyelametin gue, terus... Levin yang, yang ketabrak, terus..."

"Berhenti Ca, jangan diterusin kalau lo enggak kuat," tegur Samuel yang membuat Larissa menepis kasar Air matanya, ia menunduk dalam.

Perjalanan hening, tak lama, suara tangisan pilu menerpa gendang telinga Larissa yang membuatnya mendongak.

Dari kejauhan, Larissa melihat orang-orang tengah menangis. Tangisan mereka terdengar begitu pilu dan menyakitkan, hingga membuat ia tak kuasa untuk membendung air matanya.

'Kenapa mereka menangis?' batin Larissa.

Semakin dekat, tangisan mereka semakin membuat dada Larissa bergetar sakit. Ia menoleh pada Samuel yang tengah mendorong kursi rodanya.

"Sam."

"Hem?"

"Mereka..." suara Larissa tercekat.

Samuel hanya tersenyum tipis.

Erik memalingkan wajahnya, dan mengusap cepat laju air matanya.

"Bunda? Mama?" gumam Larissa melihat Maria menangis pilu dipelukan ny. Lisia.

"Erik," panggil Larissa.

Erik hanya tersenyum tipis yang membuat Larissa kebingungan.

Setelah sampai, otak Larissa mencerna keadaan yang ia lihat. Semua orang menangis, larut dalam kesedihan mereka.

Lalu, ada apa ini? Siapa yang mereka tangisi? Dan kenapa ditangisi?

"Ada apa?" tanya Larissa yang membuat semua orang menoleh padanya.

"Sayang," panggil Maria.

"Bunda, ada apa?"

Maria menghampiri Larissa dan memeluk wanita itu.

"Arga..." lirih Maria dengan tangis.

Jantung Larissa berdegup kencang, tiba-tiba ia merasa bahwa sebentar lagi ia akan menerima kabar buruk, tapi ia tak tau apa itu.

"Bunda, Arga kenapa? Kenapa Bunda nangis?"

"Arga, meninggal..." Tangis Maria semakin menjadi, ia memeluk Larissa begitu kencang, tak sanggup melihat reaksi dari Larissa.

Larissa mematung, jantungnya terasa berhenti berdetak, pasokan oksigen disekitarnya seakan menghilang. Matanya panas, tak lama, lelehan air bening meluncur dari sana.

"Bunda... Arga?--" Suara Larissa tercekat.

Maria mengangguk, ia melepaskan pelukannya pada Larissa.

Larissa bangkit dari kursi rodanya, dan menerobos pintu ICU yang kebetulan terbuka dari dalam.

"Ca!" tegur Samuel yang diabaikan sang empunya nama, ia mengingat Larissa masih lemah dan belum diperbolehkan berjalan.

Lagi-lagi Larissa mematung saat melihat Arka, Abyan dan seorang dokter tengah menangis disana.

"A-arga?" Tubuh Larissa bergetar hebat.

"Ica?" Arka menoleh pada Larissa.

Larissa melangkah pelan menuju brangkar jasad Arga. Ia membekap mulutnya sendiri, air mata lagi-lagi meluncurkan lelehannya.

"I-ini enggak mungkin..."

"Bang Arka, ini ... enggak mungkin Arga." Larissa menggeleng tak percaya. Apalagi ditangan dan tubuh Arga terlihat membiru pucat dengan lebam ungu, itu, bukan Arga. Arganya selalu baik-baik saja.

"Enggak, ini bukan Arga, ini ... gak mungkin..."

Arka menepis air matanya. "Ini Arga, Ca..."

Larissa menggeleng keras. "Arga, sayang?" lirihnya meraba wajah Arga dengan tangan yang bergetar.

"Kamu kenapa, Ga? Tubuh ka-kamu biru, sakit kan sayang? Aku obatin ya Ga?"

"Ca, Arga udah gak ada..."

Larissa melirik tajam Arka, lalu menatap dalam jasad Arga. Isak tangis lirih lolos darinya.

"Enggak, gak boleh! A-aku hamil Ga, anak kamu, harus punya ayah, kamu bangun ya sayang..."

Arka menatap Larissa dengan tatapan rumit. Benarkah?

"Arga, elus perut aku, aku mohon... aku mohon..." Larissa memeluk jasad Arga, tangisnya terdengar begitu menyayat hati. Ingatan Larissa kembali pada kenangan mereka beberapa waktu lalu yang masih teringat jelas dalam memorinya.

"Arga."

"Iya sayang?"

"Mau berjanji?" Larissa mendongakan wajahnya menatap Arga.

"Untuk?" Arga mencium kening Larissa yang tepat dibawah dagunya.

"Janji untuk kita supaya terus sama-sama sampai akhir. Di dunia, juga di akhirat. Janji untuk terus bersama-sama selamanya."

"Arga?"

Arga tersenyum tipis, lalu menganggukan kepalanya. "Janji!"

Larissa menyodorkan jari kelingkingnya. "Janji?" tanya nya lagi.

Arga menautkan jari kelingkingnya di jari Larissa.

"Aku, Arga Arkanda. Berjanji untuk terus sama-sama dengan Larissa Leavera! Di dunia, juga di akhirat. Suka, duka, hidup, dan mati bersama!"

Air mata Larissa menetes.

"Aku, Larissa Leavera. Berjanji untuk terus bersama-sama dengan Arga Arkanda! Di dunia, juga di akhirat. Suka, duka, hidup, dan mati bersama!"

Larissa mengeratkan pelukannya pada Arga. Kemana janji Arga yang akan terus bersamanya? Kemana janji Arga yang tak akan pernah lagi meninggalkannya?

Nyatanya, sekarang Arga pergi menginggalkannya. Bahkan untuk, selamanya.

"Apa cuma aku yang akan nepatin janji kita itu sayang?" lirih Larissa menatap sakit wajah Arga yang sangat dekat dengan dirinya.

Larissa meraba wajah Arga. Bibir Arga adalah yang Larissa suka, dapatkah bibir itu kembali berbicara dan menciumnya?

Mata Arga, mata hazel yang selalu menatapnya lembut dan penuh cinta. Dapatkah mata itu kembali terbuka dan menatapnya dengan tatapan itu lagi?

Larissa rela kembali ditinggalkan Arga, seperti Arga yang meninggalkannya tanpa pamit. Tapi bukan ini yang Larissa mau, Arga terlalu jauh meninggalkannya, Arga terlalu jauh untuk kembali ia dekap.

"Maaf Mba, kita akan segera mengurusi jenazahnya."

Abyan menarik lembut Larissa yang nampak seperti kehilangan jiwanya.

Larissa menggeleng, ia mengeratkan pelukannya pada jasad Arga. "Ica, pengen meluk Arga. Ica enggak mau lepasin pelukan Ica buat Arga. Ica takut Arga enggak balik lagi sama Ica. Ica enggak mau Yah!"

Abyan mengeraskan rahangnya, ia tak kuat. Sebagai Ayah, tentu ia merasa sakit saat anak bungsunya meninggalkannya serta dunia untuk selamanya.

"Ica, sayang. Nurut ya sama Ayah, Arga sudah bahagia disana, Arga sudah gak ngerasain rasa sakit lagi. Arga sudah sembuh..." ucap lembut Abyan. Ia menggantikan posisi Maria yang tengah pingsan, ia harus membuat Larissa tenang dan sadar bahwa semuanya nyata.

"Mba, kita harus segera mengurus jenazahnya Mba. Mohon kerjasamanya," ucap pengurus jenazah.

Larissa melirik tajam. "Enggak! Gue bilang tadi enggak ya enggak!"

Abyan memeluk Larissa dan menjauhkannya dari jasad Arga yang dibawa langsung oleh petugas.

"ENGGAK AYAH LEPAS! ARGA GAK BOLEH NINGGALIN ICA! LEPAS AYAH!" teriak histeris Larissa.

"Nak, kasihan Arga, mengertilah..."

Larissa menggeleng keras dalam pelukan. Ia menatap nanar brangkar Arga yang kian lama kian menjauh dari pandangannya. Larissa berontak dalam pelukan.

"LEPASIN AYAH! ICA ENGGAK MAU LAGI DITINGGALIN SAMA ARGA, ARGA GAK BOLEH PERGI!"

"Nak!" seru Abyan saat Larissa berhasil lolos dan berlari mengejar jasad Arga.

"Ica bahaya!" seru Samuel ikut mengejar Larissa.

"Arga..." lirih Larissa, sebelum kepalanya terasa berat, dan ia luruh ke lantai. Pingsan.

"LARISSA!" teriak khawatir semua orang.

*****

BERSAMBUNG

jangan lupa tinggalkan jejak..:)

See u next chapter :3

-1503 kata-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro