Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 5✍

Oke lanjut,,,
Semoga masih penasaran sama ceritanya,. Maafin yhaa kalo lagi baca gak nyaman gara-gara banyak typonya.
Kalo nemuin typo komen aja langsung,,, ntar aku benerin lagi hihi.
*
*
*

________

"Mau kemana lo Vin, buru-buru amat, gak ikut kumpul bareng kita dulu?" tanya Jordan saat melihat Levin buru-buru memasukan bukunya ke dalam tas.

"Ah sorry ya, kali ini gue gak bisa ngumpul," jawab Levin, menyempirkan tas dipundak kanannya.

"Kenapa? Apa ada masalah?"

"Iya Rik,, masalah hati dan masa depan gue haha..." balas Levin sambil berlalu pergi meninggalkan ketiga sahabatnya yang berwajah cengo.

"Maksudnya?" tanya Jordan yang dibalas angkatan kedua bahu dari Erik.

"O iya kemaren kalau gak salah denger, si cewek itu tuh nyuruh Levin buat nemuin dia di tempat kemaren, katanya sih buat ganti rugi," papar Jordi.

"Eh, tumben tuh anak ngeladenin cewek apalagi nurutin perkataannya, padahal kan baru pertama kali ketemu itupun sebentar." Bingung Jordan --- yang memang Levin tak pernah meladeni satupun wanita bahkan yang secantik modelpun tak diladeni nya jika ia tak suka dan kayaknya memang Levin tak suka wanita, dan sekarang ia dibingungkan oleh sikap Levin yang mau meladeni wanita yang baru ditemuinya sebentar.

"Mungkin dia udah jatuh cinta di pandangan pertama." Sok tau Jordi.

"Ck, kalau iya, kelewatan sih belum tau namanya tapi udah bucin aja." Jordan menggelengkan kepalanya tak habis pikir.

"Udah lah namanya juga orang pertama kali jatuh cinta, maklumin aja." Lerai Erik menyampirkan tasnya di bahu kiri dan beranjak dari kursi.

"Cabut!" ajak Erik keluar dari dalam kelas.

*****

Sesuai perkataan Larissa kemarin yang menyuruhnya untuk menunggu di depan gerbang sekolah, untuk ganti rugi, yang mana Levin pun tak tahu ganti rugi apa yang dimaksud gadis mimpinya itu.

Melihat sekilas wajah cantik gadis mimpinya kemarin, entah kenapa jantung Levin selalu berdetak tak normal layak jantung orang tua penyakitan, apalagi saat membayangkan kembali wajah cantik dan datar gadis itu.

Keluar dari dalam mobil dan menutup pintu mobil kembali.

Levin berjalan ke halte bus yang ada di dekat gerbang sekolah Sma Alaska.

"Jntung gue kenapa ya? Apa gue penyakitan? Tapi masa iya sih! Gue kan masih muda, tampan lagi. Gak keren kan kalau gue penyakitan," gumam Levin mengelus dada kirinya.

Triiinngggg (suara bel pulang Sma Alaska berbunyi).

Mendengar itu, jantung Levin semakin berdetak kencang.

"Sialan!" umpatnya.

Mengabaikan kondisi jantungnya, Levin duduk di kursi panjang halte, merapikan kaos oblong berwarna biru yang dipakainya, supaya tidak terlihat risek. Membetulkan celana sontog abu-abunya dan membetulkan posisi jam tangan yang bertengger di pergelangan tangan kirinya.

Diamati lagi penampilannya sekarang dan tersenyum puas 'Ah sempurna' batinnya tersenyum narsis.

Entah kenapa, saat ini ia sangat ingin terlihat keren oleh Larissa.

Menoleh ke arah gerbang yang mulai sepi, Levin menghela nafas pelan.
Mungkin gadis itu belum keluar kelas, pikirnya.

Lima puluh menit berlalu, namun gadis yang ditunggu nya belum juga datang, mungkin dia sedang piket kelas dan belum beres, pikir Levin berpikir positif.

Waktu menunjukkan pukul 4 sore, yang berarti ia telah menunggu Larissa datang selama hampir dua jam. Dan selama itu, ia selalu berusaha berfikir positif untuk menyemangati dirinya yang mulai jenuh menunggu.

"Kok gak dateng dateng sih!" gusar Levin, karna kelewat bosan, ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan memainkan game yang ada di ponselnya.

Dua puluh menit memainkan ponsel, ia mulai bosan dan menyimpan kembali ke dalam sakunya.

Hari mulai senja, dengan pikiran positif nya, Levin tetap menunggu Larissa, berharap gadis itu segera datang.

"Mungkin sebentar lagi dia dateng."

Tak berselang lama, perut levin bersuara, yang membuat Levin mendengus kesal.

"Huh! Laper gue." Levin mengelus perut datarnya.

Melirik jam tangannya, ia melihat jarum pendek jamnya tertuju di angka delapan, yang berarti ia telah duduk menunggu di halte selama enam jam-an.

Angin dimalam hari mulai berhembus semakin dingin dan tajam menerpa kulit putihnya yang tak tertutup kaos yang dikenakannya.

Lelah, lapar, bosan, dan semakin bosan. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam dan dengan bodohnya ia masih menunggu.

Wajah yang awalnya putih cerah sudah berubah sedikit pucat karena ia mengabaikan purut nya dan membiarkan dirinya terkena angin malam secara langsung.

"Kayaknya sebentar lagi dia bakal dateng, secara kan ini udah malem, aktivitas nya pasti udah beres dan dia bakal dateng," gumamnya tersenyum tipis.

Lima belas menit kemudian.
"Dia bakal dateng Gak sih?"

Dua menit kemudian.
"Ah, kan dia yang nyuruh gue dateng, ya pastilah dia bakal dateng haha..."

Enam menit kemudian.
"Ekhem. Kayaknya sebentar lagi dia dateng deh."

Lima menit kemudian.

"Kemana sih tuh cewek!" (gusar)

Kembali membuka ponsel nya, pandangan nya tak sengaja melihat waktu yang menunjukkan pukul sepuluh malam, tersenyum miris, ia membuka kamera dan melotot saat melihat tatanan rambutnya berantakan. Dengan segera ia merapikannya lagi. "Untung aja tuh cewek belum dateng. Kalau nggak, gue bisa malu pas dia liat kondisi rambut gue kayak orang yang baru bangun tidur," gumamnya yang semakin terlihat bodoh karna masih menunggu Larissa.

Setelah menata rapi rambutnya, ia tersenyum puas. "nah gini kan tampan, dewa aja bakal iri sama ketampanan gue, gue yakin kalau tuh cewek liat gue, dia bakal langsung minta dilamar hihi..." Narsis nya yang mengabaikan kondisi kesahatannya sekarang.

"Dia gak datang ya." Levin tersenyum miris saat waktu menunjukkan pukul setengah sebelas malam, dan pikirannya yang sudah berhenti memberikan semangat dengan berfikiran positif.

Dengan lesu, Levin berjalan kearah mobilnya berada. Membuka pintu mobil dan saat hendak memasuki mobil, ia kembali menoleh kearah gerbang sekolah yang tampak gelap. Menghela nafas lelah dan memasuki mobilnya. Memasang seat belt dan mulai melajukan mobilnya menjauhi area sekolah.

*****

"Pa, Levin kemana ya? Kok jam segini belum pulang sih Mama kan khawatir," ucap gusar Ny. Lisia sambil berjalan mondar mandir di depan pintu masuk.

"Tunggu aja Ma, mungkin Levin lupa waktu sama gadis itu."

*****

Sementara orang yang ditunggu Levin sekarang tengah mengobati luka memarnya dengan salep setelah ia meminum obat resep dari dokter Rere tadi pagi.

Ia tidak lupa akan perkataannya pada lelaki yang ia suruh menemuinya di gerbang sekolah, sebenarnya ia juga ingin menepati janjinya itu, namun mau bagaimana lagi. Kondisi nya sangat tidak memungkinkan.

Ia hanya berharap semoga lelaki itu tak menunggunya datang.

Setelah memakai salep, ia beranjak dari sofa dan berjalan kearah ranjang, membaringkan tubuh kecilnya disana dan bersiap untuk memasuki alam bawah sadarnya.

*****

Setelah memarkirkan mobilnya di pekarangan, Levin keluar dari dalam mobil dan berjalan lemas kearah kedua orangtuanya yang terlihat khawatir di teras depan.

"Yaampun sayang, kenapa kamu pulang larut begini? Wajah kamu pucat lagi," ucap Ny. Lisia memberondong, saat melihat kondisi anak semata wayangnya.

"Gak papa Ma. Levin laper mau makan, lelah pula."

"Yasudah ayok kita masuk dulu!" ajak Ny. Lisia menggandeng tangan Levin masuk ke dalam mansion di ikuti Tn. Mahendra yang sedari tadi hanya diam.

_____

"Mau makan dulu atau mandi dulu?" tanya Ny. Lisia kepada Levin saat mereka sampai di ruang tengah, yang bernuansa Eropa.

"Makan dulu aja Ma, Levin beneran kelaperan." Levin merebahkan punggung nya pada sandaran sofa.

"Yaampun kamu kelaperan ya sayang, BIBI PELAYAN..." teriak menggelegar Ny. Lisia

Tn. Mahendra dan Levin mengusap kasar telinga mereka yang berdengung saat mendengar teriakan itu.

"Kami nyonya," ucap serempak enam pelayan wanita yang sudah berjejer rapi di depan Tuan mereka.

"Tolong panaskan lagi makanan dan bawa kesini ya! Jangan lama-lama!" titah Ny. Lisia yang langsung di laksanakan oleh mereka.

"Gimana pertemuan pertama tadi Vin?" tanya Tn. Mahendra.

"Dia gak dateng," jawab singkat Levin memejamkan kedua matanya.

"Kenapa?" tanya serempak Papa dan Mamanya, yang membuat kedua orangtua itu saling menatap.

"Mungkin dia banyak urusan Ma, Pa," ucap Levin berprasangka baik.

"Trus kamu pulang malem kemana aja?" tanya orang tua serempak, dan kembali bersitatap dengan semburat merah di pipi mereka.

Levin mendengus melihat kelakuan kedua orang tuanya, yang menurutnya seperti kedua remaja yang baru jatuh cinta.

"Nunggu," ucap singkat Levin kembali memejamkan kedua matanya.

Tn. Mahendra mengurungkan niatnya untuk berbicara kembali, karna kedatangan pelayan yang membawa makanan untuk Levin.

"Taruh saja dimeja bi!" titah Ny. Lisia yang langsung dilaksanakan.

"Terimakasih bi," ucap Ny. Lisia setelah makanan terhidang di atas meja.

"Iya Nyonya, Kami pamit kembali kebelakang Nyonya, Tuan, Tuan muda." Pamit mereka yang hanya dibalas anggukan ketiganya.

Dengan segera, Levin menyantap makan malamnya dengan lahap.

Tn. Mahendra geleng-geleng kepala, melihat Levin yang makan dengan lahap nya.

"Kayaknya kamu kelaperan banget ya?" tanya Tn. Mahendra.

"Hem," dehem Levin.

"Pelan pelan sayang, kita gak bakal minta kok!" tegur Ny. Lisia.

"Hem," dehem Levin lagi.

"Segitunya yaa kamu kelaperan haha..." ledek Tn. Mahendra.

"Ish Papa diem deh, kasian Levin lagi makan!" tegur Ny. Lisia.

"Kamu itu kenapa bisa sampai kelaperan gitu sih? Dompet kamu ketinggalan? Atau gak punya uang buat beli makan? Ah masa iya sih kamu gak punya uang. Kamu kan anak Papa dan Papa kaya, jadi gak mungkin kan kalau kamu gak punya uang, Apalagi wajah kamu ganteng kayak Papa. Malu dong sama wajah kalau sampai dompet kamu kosong!" cerocos ngelantur Tn. Mahendra menghiraukan teguran istrinya itu. Ny. Lisia dan Levin kicep mendengar ucapan gak jelas dari lelaki paruh baya itu.

"Papa apa-apaan sih! Gak jelas banget! Levin tuh kelaperan bukan gak punya uang, Tapi Levin tuh nungguin cewek itu dihalte, dan selama nunggu Levin tuh gak pernah beranjak, karna takut disaat Levin cari makan, itu cewek bakal dateng. Yaudah deh Levin tungguin aja dia sampe kelaperan!" papar Levin dan menghabiskan sisa makanannya.

"Dan sampai kamu kelaparan dia gak juga dateng?" tanya Tn. Mahendra, "Hoho... entah kamu bodoh atau setia, Papa gak bisa membedakannya haha..." ledek nya kepada Levin yang tengah minum, hingga membuat Levin terbatuk-batuk.

Ny. Lisia menepuk punggung Levin dan menatap tajam suaminya itu sampai membuat Tn. Mahendra cengar-cengir.

"Bukan bodoh Pa! Dengan nunggu kayak gitu tuh berarti Levin tipe lelaki setia. Ya kan sayang?" Bela Ny. Lisia yang diangguki Levin.

"Tuh Pa, bener kata Mama. Levin tuh setia, Levin udah lelah aja tetap nunggu," ucap bangga Levin.

"Cih! Kalau kamu setia nunggu sampai lelah kenapa kamu pulang ha?" sungut Tn. Mahendra.

"Ya kan ini udah malem Pa, waktunya tidur bukan waktunya nunggu. Nunggu juga butuh tenaga, apalagi nungguin yang gak pasti kayak tadi, ya kan Ma?" Levin mengedipkan sebelah matanya kearah Ny. Lisia.

"Hum, bener sayang sekarang waktunya tidur bukan nunggu," jawab Ny. Lisia membela Levin.

Tn. Mahendra hanya mendengus, saat dirinya kalah bicara dari kedua orang tersayang nya itu.

*****

Keesokan harinya.

Manusia-manusia Keren

Samuel Emilio
[Udah ada siapa aja yang dateng?]

Feryaldi Alarik
[Baru gue sama Dira, dimana lo
Sam? Sekolah gak?]

Samuel Emilio
[Dira nya mana? Sekolah lah bego!]

Feryaldi Alarik
[Maen game dia, sialan! Gue pinter
ya gak bego.]

Samuel Emilio
[Pinteran gue juga!]

Feryaldi Alarik
[Sekali kali bilang gue pinter, nyenengin temen gak bakal bikin dosa Lo nambah]

Samuel Emilio
[Fery anak yang pintar mwahh]

Feryaldi Alarik
[Yaa gak pake ciuman juga sialan!]

Samuel Emilio
[Cih! Dipuji bukannya terimakasih kek
apa kek]
[@Larissa Leavera gimana keadaannya? Udah mendingan kan?]

[Iya udah]

Feryaldi Alarik
[Udah fit buat sekolah gak?]

Samuel Emilio
[Kalau belum sembuh bener, mending
Istirahat aja gak usah maksain Caa]

[Thanks guys perhatiannya, gue udah
Fit kok, sekarang gue lagi di jalan mau
Sekolah]

Feryaldi Alarik
[Sukur lah kalau Lo udah fit beneran
Hati-hati di jalan Ca]
[Aku sayang Kamu😄]

Samuel Emilio
[Aku juga cinta Ica😅]

[@Feryaldi Alarik @Samuel Emilio
Trus aku cinta siapa?]

Dira Argantara
[@Larissa Leavera cinta aku aja😋]

Samuel Emilio

[Woo bubar guys ada goblin😃]

Feryaldi Alarik
[2 in]

[Hahahah]

Dira Argantara
[Sialan Lo pada!]

*****

"Yoo Sam seperti biasa diantara tiga cowok keren, cuma lo yang dateng kesekolah nya paling lambat," ucap Fery saat Samuel menghampiri mereka yang sedang duduk di kursi dekat gerbang.

"Gue orang sibuk asal lo tau!" balas Sam sambil berhigh five dengan Dira.

"Sibuk tidur iya haha..." Ucap Fery menyambut highfive dari Samuel.

"Ica belum dateng?" Samuel celingak-celinguk mencari Larissa.

"Seperti yang lo lihat," balas Dira.

"Punya masalah apa lo nyari gue?" tanya datar Larissa menghampiri mereka.

"Eh baru juga ditanyain hahaha..." kilah Samuel, terkekeh pelan.

"Lo serius udah sehat-an Ca?" Dira menempelkan punggung tangannya di dahi Larissa.

"Iya. udah," jawab Larissa menggandeng tangan Dira yang ada di dahinya.

"Syukur deh kalo lo beneran udah sehat-an." Fery mengusap pucuk kepala Larissa.

"Kalau ada apa-apa jangan segan buat ngasih tau sama kita Ca." Samuel tersenyum lembut pada Larissa.

_______

Di sisi lain, ekspresi Yura dan Carole tampak buruk saat melihat kedekatan Fery dan Dira kepada Larissa. Kebencian mereka terhadap Larissa semakin menggila saja saat ini.

Mengangkat sudut bibir kanannya keatas, Arum berkata, "Untung Aldo gak sedekat itu sama si cewek sialan."

"Emang jalang tuh si Larissa," geram Yura menatap tajam kearah Larissa di jauh sana.

"Gimana kalau kita buat rencana buat celakain wanita jalang itu?" ucap Carole yang juga tak terima melihat tangan Dira bergandengan dengan tangan Larissa, ia sungguh iri.

"Gimana caranya?" Tanya Yura.

"Gini..."

*****

BERSAMBUNG✍

[Dkk : dan kawan kawan]

Kritik sarannya

Vote nya juga jangan lupa

2111 kata-

See you next chapter

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro