Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 42

"Sialan!" umpat Samuel untuk yang kesekian kalinya.

Tampak semburat merah di wajahnya karena marah. Memang ia tengah marah, kecewa, dan sakit yang teramat sakit di hatinya.

Ia menjaga Larissa-nya dari segala hal, tapi kejadian di villa tadi, suara percakapan Larissa dan Arga tadi, terus terngiang di benaknya.

Larissa, gadis pertama yang membuatnya jatuh cinta sejatuh-jatuhnya, malah dengan gampang menerima ajakan Arga untuk melakukan hal yang tak seharusnya anak remaja seusia mereka lakukan.

Rasanya menyesal karena telah menguntit Larissa sampai di villa.

Samuel melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, tak perduli lagi akan resiko yang ia terima nanti. Yang jelas, ia ingin meluapkan rasa marah, dan kecewanya yang sedari tadi ia tahan.

Genggamannya pada stir mobil semakin mengerat, tanpa sadar ia menambah kecepatan mobilnya.

Dadanya masih bergemuruh, sakit dan sesak ia rasakan saat ini. Meskipun cintanya tak pernah diakui bahkan di lirik oleh Larissa, tapi tetap saja. Ia kecewa dengan apa yang Arga dan Larissa lakukan.

Pandangan Samuel berkabut karena genangan air mata yang siap untuk meluncur dengan satu kedipan mata.

"Kenapa?" Samuel menggigit bibir bawahnya dan memejamkan matanya, seketika pula air mata itu meluruh.

"Gue ngerasa kecewa padahal lo bukan siapa-siapa gue," gumamnya. Tangannya terkepal dan untuk yang kesekian kali, ia memukul stir untuk meluapkan segala perasaan yang ada dalam hatinya.

Tangannya bergerak ke arah dashboard untuk mengambil ponselnya. Ia mencari kontak Faisal dan meneleponnya.

'Saya Tuan?' ucap Faisal di sebereng.

Samuel mengabaikan ucapan formal Faisal.

"Gue butuh Vodka sama soju, bawa ke rumah!"

Samuel memutuskan sambungan teleponnya tanpa mendengar balasan dari seberang.

"Dateng ke rumah gue sekarang!" ucap Samuel.

Dira yang baru saja mengangkat telepon dari Samuel merasa kebingungan. 'Buat ap--'

Tut

Samuel kembali memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.

'Saya Tuan Muda,' ucap seberang.

"Suruh anak buah lo buat awasi Larissa sama Arga. Jaga mereka, kalau sampai ada apa-apa sama mereka nyawa lo jadi taruhannya!" titah Samuel.

Tut

Samuel tiba di depan mansion dan menghentikan mobilnya di halaman depan teras.

Ia tertawa miris. "See? Sebesar apapun lo buat kecewa, sehebat apapun lo ngasih gue luka, nyatanya gue gak bisa benci dan jauhin lo. Nyatanya gue gak bisa lunturin cinta gue buat lo Ca," gumam Samuel pada dirinya sendiri.

Sebelum keluar dari dalam mobil, samuel bergumam kembali, "Gimanapun caranya gue harus bisa buat Arga bertahan dan gak pergi dari Larissa, juga dari dunia..."

*****

Larissa menatap wajah Arga yang sedang mengemudi dari Samping. Ia menjadi ragu, akan kah Arga bertahan setelah ini? Setelah apa yang ia berikan pada Arga.

Nggak, Larissa menggeleng. Nggak, dia harus percaya sama Arga. Dia gak boleh meragukan orang yang ia percaya bisa membahagiakannya.

"Arga."

"Iya sayang?" Arga menoleh.

"Kamu jangan ninggalin aku ya?" Larissa menatap sendu Arga.

Deg

Jantung Arga berdetak lebih cepat yang membuat dadanya terasa sesak serta hatinya juga tiba-tiba merasakan sakit.

'Aku gak bisa janji sayang,' batin Arga.

Arga hanya mengangguk diiringi senyum tipis untuk menanggapi ucapan Larissa.

Gadis itu mendelik tak suka. "Kok gitu sih responnya, janji Arga ... harus janji pokoknya," rengek Larissa yang membuat Arga terkekeh.

"Iya sayang iya."

'Tapi aku gak bisa janji,' lanjut Arga dalam hati.

Larissa tersenyum lega walaupun dalam hatinya tersirat rasa takut. Bagaimanapun juga, perbuatan mereka tadi setidaknya memiliki 50% kemungkinan yang akan membuatnya hamil di masa muda. Sejujurnya, ia belum siap. Ini terlalu beresiko. Ia juga masih sekolah, dan lagi ... bagaimana dengan Ayahnya nanti? Siksaan seperti apa yang akan ia terima jika Ayahnya mengetahui perbuatannya kini?

"Sayang kenapa?" Arga mengelus pipi Larissa.

"Aku takut," lirihnya.

"Sutt, udah ya ... semua bakal baik-baik aja kok."

Larissa menegakkan posisi duduknya dan menatap kaca di pintu mobil yang menampilkan deretan bangunan yang seolah berjalan.

"Aku takut kamu pergi setelah semuanya Ga," lirih Larissa.

Arga mendengar itu, dan karena itu ia merasakan sesak yang teramat di dadanya. Detak jantungnya semakin menggila, pengaruh dari keadaan dan pikirannya yang kacau saat ini. Ia meremat dada kirinya dan berusaha menjaga kendali mobilnya.

Arga membuka mulutnya untuk berbicara namun tak bisa. Sebisa mungkin ia bersikap biasa di depan Larissa. Tangannya kembali memegang stir dan mengabaikan apa yang ia rasa sekarang.

"A-aku gak bakal kemana-mana sayang, aku bakal selalu ada di sisi kamu..."

Larissa menoleh. "Aku pegang janji kamu. Kalau kamu ingkar, aku bakal sangat benci kamu Ga."

Arga menepikan mobilnya di halaman depan rumah Larissa.

"Sudah sampai," ucap Arga mengalihkan topik.

Larissa hanya tersenyum kecut. Saat ia hendak membuka pintu mobil, suara Arga mengintrupsinya.

"Boleh aku minta satu hal lagi dari kamu?"

"Itu lagi?" Larissa menundukkan kepalanya.

"Bukan." Arga mengangkat dagu Larissa.

"Aku mau istirahat Ga," kilah Larissa menyingkirkan tangan Arga dari dagunya.

"Aku janji, ini yang terakhir. Ini permintaanku yang terakhir ... setelah ini enggak lagi, please?" lirih Arga.

Ucapan terakhir dari Arga membuat Larissa berpikir hal yang tidak-tidak dan berlebihan ke arah hal yang membuat hatinya merasa resah.

"Apa?" tanya Larissa luluh.

Arga tersenyum manis.

"Aku pengen peluk kamu."

'Ada yang salah,' batin Larissa.

"Boleh?" tanya Arga memastikan, yang di angguki sang empu.

Tanpa berlama lagi, Arga membawa Larisaa dalam dekapannya. Ia memeluk Larissa dengan erat seakan saat-saat seperti ini tak akan terulang kembali dan pelukan ini pelukan terakhir yang tak akan terjadi lagi.

'Aku sayang kamu Ica, maafin aku...'

Larissa merasa ada yang berbeda dengan pelukannya kini. Pelukan yang biasanya memberikan perasaan nyaman dan bahagia, kini terasa sesak menerpa hatinya. Dadanya bergemuruh; Tanpa sadar, air mata menetes dari retinanya dan membasahi kaus yang Arga kenakan.

Arga semakin mengencangkan pelukannya. "Jangan nangis, please..." lirih Arga.

Tak dapat di bendung lagi, tangisan Larissa pecah begitu saja. Ia pun tak tau kenapa, tapi hatinya merasakan akan ada hal yang hilang darinya di masa depan nanti.

Air mata Arga ikut menetes. Ia tak tega melihat gadisnya rapuh seperti ini, apalagi ini karena ulahnya.

Tiba-tiba Arga melepaskan pelukan mereka secara paksa dan itu membuat Larissa menatap Arga meminta penjelasan.

"Pergi!" desis Arga menatap tajam Larissa.

Gadis itu mengusap air matanya kasar. "Kamu kenapa?"

"Gue bilang pergi Ica!" bentak Arga.

Deg

Sakit yang Larissa rasakan semakin menjadi. Ia menggeleng dengan tatapan tak percaya pada Arga. Tanpa banyak bertanya alasan kenapa dan mengapa Arga bersikap seperti ini, ia keluar dari dalam mobil dan berlari memasuki rumah dengan perasaan hancurnya.

Air mata Arga mengalir semakin deras. Ia sama hancurnya dengan Larissa. Ia tak sanggup lagi, dadanya semakin nyeri dan detak jantungnya semakin menggila membuatnya merasa bahwa dunia tak memberikan oksigen untuknya bernafas.

Arga meremat dadanya yang terasa amat menyakitkan. Ia merogoh sakunya mengambil ponsel dan segera menghubungi nomor secara random, ia hanya tak kuat untuk memikirkan hal lain, keadaannya sangat kacau sekarang.

'Hallo Ga? Lo di mana, kenapa belum pulang? Lo udah minum ob--'

"Jemput gu-gue di depan gerbang rumah Ica, gue gak kuat..." lirih Arga susah payah.

Arka yang kebetulan di telepon Arga menjadi kalang kabut mendengar suara lirih adiknya.

'Tunggu sebentar!' Arka langsung mematikan sambungan teleponnya.

Arga membanting ponsel dan meremat dadanya semakin kuat.

"AAARRGGHH!"

Di sisa kesadarannya Arga teringat dengan Larissa yang ia bentak tadi, perasaan bersalah menyeruak dalam hatinya yang membuat ia merasakan sakit yang teramat lagi.

"Maafin aku," lirih Arga dengan air mata yang lagi-lagi mengalir deras.

*****

BERSAMBUNG

Arga kecintaan author setelah Levin. Levin no one buat author:)

Tinggalkan jejak yaa :) Vote, komen receh pun tak apa...

-1187 kata-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro