Chapter 4✍
Oke lanjut,,
Semoga masih penasaran sama ceritanya,.
Maafin yhaa kalo lagi bacanya gak nyaman gara gara banyak typonya.
Kalo nemuin typo, komen aja langsung yha, biar aku nanti benerin lagi hihi.
*
*
*
"
"Nggak Bunda, Ica mau ikut Bunda, BUNDA!" teriak Larissa ditengah tertidur nya di bawah langit hujan.
"Non. Bangun Non, ini Mang Ujang," ucapnya menggoyang kan tubuh Larissa pelan.
"Mang Ujang Bunda mana?" tanya Larissa linglung karna situasi yang saat ini, berbeda dengan apa yang ada di mimpinya barusan.
"Ya Allah Non..."
"Mari Non, bangun dulu disini hujan nya deras, Non tidurnya pindah ke kamar Non saja ya," ajak Mang Ujang membantu Larissa berdiri.
"Emang udah diizinin Ayah buat Ica masuk Mang?" tanya lirih Larissa.
"Tuan sudah pergi satu jam yang lalu Non, dan Tuan pergi untuk beberapa hari kedepan Non," paparnya bersiap menuntun Larissa berjalan.
"Mang, ini rantai nya belum dilepas,"ucap lemas Larissa dengan batuk dan bersinnya.
"Oh. Maaf Non, Mang Ujang lupa. Bentar biar Mang ambilin dulu." Mang Ujang melepaskan rangkulan pada Larissa, saat hendak melangkah Teh Dewi, Pelayan pribadinya Larissa datang dan membawa kuncinya.
"Eeh Mang Ujang mau kemana?" tanyanya sedikit berteriak, karena derasnya hujan dapat meredam ucapan.
"Mau ambil kunci rantai ini atuh." Mang Ujang berteriak juga.
"Gak usah Mang saya sudah ambilin. Ini." Menyerahkan kunci gembok rantai kepada Mang Ujang.
Dengan segera, Mang Ujang membuka kunci gembok di leher Larissa, setelahnya memapah Larissa sampai ke kamar Nona Muda nya itu.
____
"Nona, sudah bangun kah?" seru Teh Dewi mengetuk pintu kamar Larissa. Karena tak ada jawaban, ia kembali mengetuk pintu sambil berseru.
"Non Larissa?" masih tak ada jawaban, yang membuatnya sedikit panik karna takut terjadi apa-apa pada nona Muda nya.
Teh Dewi memberanikan diri untuk membuka pintu. "Eh gak dikunci ning," gumamnya, dan memasuki kamar Larissa.
"Eleuh meni poek gini (Poek:gelap)," gumam Teh Dewi, mencari saklar lampu yang ada disebelah kiri pintu masuk dan segera menyalakannya.
"Non, bangun Non, sudah jam 6 waktunya sekolah, nanti kesiangan loh Non," ucap Teh Dewi, sembari membuka gorden gorden di kamar itu.
Karena tak ada jawaban, ia mendekat ke ranjang dan membangunkan Larissa. "Non?"
"Eungh," lenguh Larissa, mengibaskan tangannya keatas, tanpa sengaja mengenai wajah Teh Dewi.
"Yaampun Non, Nona sakit? Tangan Nona panas sekali Non." Heboh Teh Dewi, menempelkan punggung tangannya ke dahi Larissa.
"Yaampun, Nona demam. Non bisa dengar saya kan Non?"
"Eumh," jawab lemah Larissa.
Tanpa berlama-lama lagi, Teh Dewi segera menyiapkan air panas untuk kompresan, setelah mengompres, ia menemui Mang Ujang bermaksud menyuruhnya untuk memanggil Dokter pribadi keluarga Lea, yaitu Dr. Rara.
*****
Terlihat Fery dan Dira yang sedang berdiri didepan gerbang sekolah Sma Alaska, ekspresinya terlihat seperti orang yang tengah memendam kekesalan.
"Sepuluh menit lagi bel masuk," keluh Dira menyugar rambutnya kebelakang.
"Samuel mana sih! Tumben banget jam segini belum dateng. Gak tau apa kalau menunggu itu melelahkan walaupun cuma diem berdiri kayak gini juga," Cerocos Fery.
"Lamaaa... sialaan!" gerutu Fery tak sabaran. Ia sangat menantikan kehadiran Samuel itu bukan apa-apa, ia amat sangat merindukan ponsel barunya yang kemarin ketinggalan di rumah Samuel saat mereka bermain disana.
"Ica juga tumben belum dat--"
"Sorry bro gue telat," ucap Samuel memotong perkataan Dira.
Kehadiran Samuel langsung disambut dengan sodoran tangan dari Fery.
"Apa?" tanya Samuel bingung.
"Hape baru gue sialan!" teriak Fery geram.
"Gas boss!" dengus Samuel memberikan ponsel pada sang empunya, yang langsung di rebut Fery karna ia begitu rindu dengan ponsel barunya itu.
"Dari mana Lo?" tanya Dira pada Samuel.
"Eh Larissa belum dateng ya? Padahal udah mau bel ini."
Dira hanya mendengus saat pertanyaannya di abaikan. Tapi ia tetap menjawab pertanyaan Samuel itu.
"Belum, apa tanyain aja sama orang rumahnya kali ya? Takutnya Larissa kenapa kenapa lagi." Resah Dira, mengambil ponsel dari saku celananya dan menelfon orang rumah Larissa, hanya kontak Teh Dewi yang mereka punya.
"Gimana?" tanya Samuel saat melihat Dira selesai menelfon dengan ekspresi yang tampak khawatir.
"Ica demam katanya," jawab Dira lesu.
''Apa! Kenapa bisa?!'' teriak Fery mengagetkan keduanya. Rupanya, ia tetap mendengarkan pembicaraan mereka walaupun perhatiannya tertuju kepada ponsel.
"Entahlah, Teh Dewi tadi gak bilang alasan kenapa Ica bisa sampai sakit," jawab Dira.
"Yaudah, sekarang kita masuk kelas dulu. Udah bel tuh!" ajak Samuel kepada kedua sahabatnya, yang diangguki keduanya.
'Apa jangan-jangan kondisi Rissa sekarang ada campur tangan dari tua bangka itu? Kalau iya, gue gak akan segan lagi buat ngasih dia pelajaran' lirih geram dalam hati seseorang.
*****
"Levin yang tampannya Paripurna bak dewa berangkat dulu yaa! Jangan pada rindu!" teriak narsis Levin yang dihadiahi jitakan dari Tn. Mahendra.
"Papa apa-apaan sih! Sakit tau!" teriak Levin, mengelus dahinya yang terkena jitakan.
"Kamu kira telinga Papa gak sakit apa dengerin suara jelek kamu itu! Sekali lagi kamu teriak di dekat Papa, Papa potong bibir kamu!" ancam Tn. Mahendra bercanda.
"Aw aw aw shh..."
"Papa berani potong bibirnya Levin! Mama potong juga juniornya Papa!" teriak Ny. Lisia, menjewer telinga suaminya.
"Potong aja Ma potong." Levin mengompori. Dibalas tatapan tajam dari sang Papa, tetapi tatapannya beralih pada istrinya yang juga tengah menatap nyalang padanya. Nyalinya kembali ciut.
"Ampun ma, sakit, lepasin telinga Papa ya, ntar Papa kasih uang belanja lebih," pinta Tn. Mahendra melas.
"Baiklah." Ny. Lisia melepaskan jewerannya. Baru juga menghela nafas lega, Tn. Mahendra kembali disesakkan oleh perkataan lanjutan istrinya.
"Tapi junior Papa tetep Mama potong," ucap Ny. Lisia penuh penekanan.
"Yaampun Ma, jangan dong sayang ntar kita gak bakal bisa bikin adik buat Levin." pintanya dengan melas.
"Huh! Bikin adik Levin gimana, baru satu ronde aja Papa udah lemes," ucap Ny. lisia kelewat jujur yang tak tahu tempat, setelahnya, ia masuk kedalam rumah.
Tn. Mahendra melotot mendengar perkataan istrinya itu, bagaimana bisa ia mempunyai istri yang entah polos atau bodoh.
"Ptfff Bwahahahah... adiknya Papa lembek ternyata hahahah Papa lemah ya Ma." Levin segera berlari memasuki mobilnya, karna tak mau terkena semprot Papanya.
"Dasar! Anak kurang belaian!" teriak Tn. Mahendra menggebu-gebu. Bagaimana tidak? Ucapan Levin tadi itu sangat menggores harga dirinya. Walaupun ia akui bahwa ia memang sudah tak lagi gagah di ranjang tapi tetap saja, di bilang lemah dan lembek ia tak terima.
*****
Di sudut kantin, terlihat Dira dan Fery yang sedang makan sambil menahan geramnya kepada tiga cabe, di mana dua cabe yang menor menempel di lengan Dira dan Fery.
Arumi dan dayang-dayangnya yang sangat membenci Larissa, karena 4 lelaki tampan sekolah selalu dekat dengan Larissa.
Arum makan dengan santainya, karna Aldo tak ada di kantin jadi ia hanya duduk diam dan makan.
Sedangkan Yura, sedang dibentak dan diusir oleh Fery yang tak tahan akan sikap Yura yang terus menempel dan mengoceh, huh membuatnya geram saja. Tapi Yura mengabaikan ucapan kasar Fery dan menganggap bahwa Fery tengah bicara lembut padanya dan tetap nemplok di lengan Fery.
Berbeda lagi dengan Dira yang menganggap Carole sebagai hantu, sebenarnya Dira juga ingin mengusir Carole dan membentaknya, namun itu akan sia sia. Dira tahu bahwa mereka adalah perempuan yang tak tahu malu semua.
Zara padila? Satu lagi member geng Arumi yang tak tergila gila lelaki tampan, karna ia telah di jodohkan orang tuanya dan ia juga telah menyetujui perjodohan itu. Sebenarnya ia tak membenci siapa pun, ia hanya ikut-ikutan Arum saja. Setiap mereka membuli siswa lainnya, hanya ia yang bersikap kalem dan hanya menjadi penonton saja.
*****
Di taman belakang sekolah yang sepi karna tak pernah ada siswa yang datang kesana, namun kali ini terlihat lelaki dengan baju seragam duduk di kursi besi sambil mengotak Atik ponselnya.
Faisal
[Selamat siang Tuan muda,
Sesuai dengan dugaan Tuan
Muda. Bahwa benar lelaki tua
itu yang membuat Nona Rissa
demam seperti sekarang, info
lengkap nya sudah saya kirim
ke email Tuan beserta video cctv
yang sudah saya retas]
[Yoo thanks batuannya bro]
[Apapun untuk Tuan muda]
_____
Selesai menonton video cctv dan penjelasan yang dikirimkan Faisal (tangan kanannya) lewat email. Selesai sudah, emosinya sekarang telah meletup letup, apalagi saat melihat bagaimana kejinya siksaan yang orang tua itu berikan pada Rissa nya. Tidak, maksudku, wanita yang ia cintai dalam diamnya.
"Besok, bedebah tua itu pulang dari luar kota, tugas mu hanya menaruh anjing mati dengan rantai di lehernya kamu letakan di jok mobilnya. Dan sebarkan delapan puluh mayat anjing di jalan sepi yang akan ia lewati!" perintahnya dengan nada rendah kepada seseorang di seberang sana.
'Laksanakan Tuan,' jawab seberang.
Tut (telfon terputus)
"Jika bedebah tua itu kembali melukai Rissa-ku pakai rantai anjingnya. Maka akan ku guncangkan emosinya," lirihnya memutar-mutar ponsel di tangan, dengan senyum seringai di wajah tampannya itu.
*****
BERSAMBUNG✍
Kritik sarannya yhaa, vote nya juga hehe,.
See you next chapter♥
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro